 |
RockingMama.com |
Saya sangat seneng jika para pemuda di tiap generasi mengenang pejuang-pejuangnya, pahlawan-pahlawannya hingga mempelajari pergulatan intelektual kepribadiannya pada zaman lampau dan mengabadikannya melalui sejarah-sejarah yang ada di buku-buku sekolah maupun tugu peringatan, nampak tilasnya dll. Sehingga suatu bangsa memiliki alasan untuk memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan dengan penuh semangat juang yang semata. Artinya generasi muda merasa memiliki misi untuk mengantar bangsanya menuju zaman baru yang mencerahkan karena mereka telah diajari para pahlawan nasional maupun pahlawan swasta dengan penuh rasa tanggung jawab memperjuangkan kemerdekaan kemudian kebenaran, lalu kebebasan, hingga mencapai entitas keadilan sosial.
Betapa konsep pancasila dan uud dibuat dengan sangat baik dan mengarah untuk keberlangsungan kehidupan negara. Hanya saja, walau seberapa bagusnya suatu konsep, konsensus, piagam atau selebihnya, tapi tidak akan terwujud jika stagnan di atas kertas perjanjian. Orang-orangnya lah subjek utama atas komitmen ijazah yang tertulis itu dalam rangka mewujudkan impian dan cita-cita nasional. Nenek moyang memberi berita, Pahlawan mengajarkan perjuangan memenuhi kemerdekaan, tokoh nasional menjalankan roda kenegaraan, Kiyai selaku resi yang menyegarkan sukma tiap orang dan mengajari keikhlasan, Budayawan sebagai wakil dari aspirasi rakyat yang bertugas mengawasi jalannya kepemimpinan yang berlangsung dan pemuda menjadi obor estafet yang harus diemban menuju masa depan, hingga anak cucu menggenggam cahaya kebahagiaan yang abadi dihari kemudian. Begitulah ceritanya.
Hari ini hari peringatan Ibu kita Kartini, 21 April 2018. Tadinya tiada upaya menulis ini, tapi rasanya perlu juga. Soal Hari Kartini ini sebenarnya intinya sama dengan peringatan hari-hari besar lainnya. Pada hari Sumpah Pemuda di tiap 28 Oktober pernah saya menuliskan begini "Tiap 28 Oktober kita selalu di kapling memperingati hari sumpah pemuda, namun jika pemuda masih terus-menerus diam bukankah ini hanya semacam onani yang konyol". Pemasukan materi setiap saat harus berarti pula untuk didistribusikan kembali ke alam biar stabil, sering input tiada output sama saja dengan onani tanpa ejakulasi. Onani konyol. Yah, semoga itu asumsi yang keliru. Kita optimis untuk masa depan yang cerah.
Saya lihat banyak dari perempuan-perempuan Indonesia yang tengah mengenakan kebaya di hari kartini ini, itu bagus, tapi ketika diekspos ke media bukannya melarang namun, mengapa rasanya seperti menjadikan subordinasi upacara peringatan hari besar kartini itu?. Seolah ingin bilang bahwa "Ini lho aku memperingati hari kartini" dan seakan hari Kartini cuman soal kebaya tok atau semacamnya. Semoga saya salah. Dan saya kira kita butuh sosok real Kartini di kehidupan milenial ini, sebab orang Indonesia mudah untuk mengikuti trend dan gampang viral, makanya jika ada tokoh menarik yang muncul di permukaan dapat memberi pandangan baru bagi anak-anak muda untuk mendonasikan dan menginfakkan sebagian tenaganya untuk masa depan bangsanya.
Menurut saya, untuk melahirkan tokoh sekaliber Kartini lagi, barangkali bisa dimulai untuk mengajari anak-anak kita sedini mungkin. Misalnya, kalau bisa jangan biarkan anak kita menyadari atau terlena dengan kecantikan yang ia miliki, sebab sekali ia mengetahui itu dan hidupnya sudah di sibukkan melalui cermin, baju, dan foto, maka kedepannya saya kurang bisa menjamin. Dengan catatan ia benar-benar terlena!. Solusinya dengan membantunya menemukan kemampuan potensial yang dimilikinya, apa pun yang disukai anak-anak (yang baik), kita temani dan arahkan hingga menjadikannya hobi kemudian bertransformasi jadi master, maestro, dan ahli. Kalau boleh pinjam kata-katanya Khalil Gibran "Anak-anak kalian bukanlah anak-anak kalian, kalian boleh memberikan kasih sayang, tapi jangan beri pikiran kalian, sebab kehidupan tidak berjalan mundur di zaman kalian" dan ini pun senada dengan yang dipikirkan R.A Kartini "Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pandangannya sudah diperluas, maka ia tidak akan sanggup lagi hidup di dalam zaman nenek moyangnya"
Generasi baru selalu punya pikirannya sendiri, biarkan mereka mengeksplorasi potensi terbaiknya dengan membantu mengarahkan, tapi jangan sekali-kali mendikte bahkan mendoktrinnya, karena setiap anak lahir dengan keunikan masing-masing dan punya daya kreativitas yang dinamis. Benar kalau masa lalu adalah sejarah, namun masa depan adalah harapan yang harus diperjuangkan, sebab tiada yang tahu itulah alasan mengapa harus diperjuangkan sejalan dengan berkembangnya semesta alam ini. Wassallam.