Di sini Ceritanya Wongsello


Selasa, 23 Maret 2021

Akibat Term "Hidup Itu Pilihan"


Bila kita pernah terdidik dengan asusmsi “Hidup itu pilihan” maka kita seumuran. Maksud dari tulisan ini adalah mengajak berpikir dan memahami ulang bagaimana sebenarnya bersikap dari anggapan yang sudah mapan di telinga orang-orang. Misalnya ketika aku masih duduk kuliah dulu, sekali waktu dosenku pernah mengatakan demikian, waktu itu aku tidak terlalu memikirkannya, jadi hanya lewat, sebab aku tidak tertarik antara membantah atau mendukung. Boleh juga jika dikatakan aku stuck dan masa bodoh di zaman-zaman itu, tetapi dengan menyiapkan ruang untuk apa pun, jadinya bisa menerima atau menolak ini itu, bergantung perasaan dan keinginan.

Bahkan sering kita alami bentuk “todongan” seperti itu kepada kita, seolah-olah kita selalu dihadapkan dengan dua atau lebih soal pilihan-pilihan dari hal sepele sampai peri hal kehidupan. Ini sangat tidak mengherankan karena pikiran kita sudah disetel untuk pragmatis dan instan, jadi tidak pernah kita pikirkan lagi konsep-konsep atau pandangan kita terhadap sendi-sendi kehidupan. Baru saja kemarin aku ngobrol dengan teman, pilihan itu ibarat anak kecil, makanya tahunya hanya milih ini atau itu, di dalam kehidupan kita tidak bisa bersikap kekakak-kanakan begitu, di sekolah pilihan-pilihan itu ditentukan dengan resep penyedap yang marketebel dari soal-soal pelajaran hingga jurusan semuanya ditempa atas dasar “pilihan” tadi. Sehingga dengan sangat terpaksa ketika aku pernah menjadi wartawan menulis judul “Ini jurusan yang siap menjawab zaman dan industri 4.0”.

Sejatinya, sejak kapan kita punya asumsi mengenai hak pilih? Seakan-akan kita ini punya modal dan berhak kapan saja menentukan pilihan atas apa yang kita miliki, kapan kita merasa memiliki sesuatu atau apa pun? Paham pilihan atau memilih karena kesadaran kita akan memiliki hidup, tapi siapa sebenarnya yang memiliki hidup?. Dosenku tadi ceritanya sangat percaya bahwa hidup itu pilihan, dari bangun tidur dan melakukan aktifitas sehari-hari, menurutnya harus berdasar pilihan yang kita ambil, bahwa kita dihadapkan oleh macam-macam pilihan dan kita harus memilih. Menurutku monoton dan klise yang diomongkannya, tapi ya kembali tadi pandangan-pandangan itu hanya stuck dan tidak dikembangkan atau minimal dipertanyakan lagi. Pilihan hanya fenomena kecil dari kehidupan, aku sendiri lebih suka menyebutnya keputusan, rasa kedewasaan dan tanggung jawabnya lebih bernilai.

 

 


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive