Di sini Ceritanya Wongsello


Rabu, 27 April 2022

Bambang Ekalaya dan Pendidikan Heutagogi


#Bambang Ekalaya Dalam Potret Pendidikan Heutagogi 

Ilmu dan teori modern sebenarnya hanya mengkopi saja dari pelajaran masa lalu, pengalaman dan sejarah lampau sangat banyak mengandung ilmu, pelajaran, dan hikmah bagi yang setia mempelajari dan mengingatnya. Teori atau ilmu yang kini disebut Heutagogi sebetulnya sudah dilakukan sejak dahulu kala, misalnya jika mengambil contoh khazanah pewayangan yang sangat diagung-agungkan masyarakat Jawa yakni ada fenomena Bambang Ekalaya. Seorang dari suku pedalaman Nishada yang ingin berguru kepada resi Dorna, resi terkenal dari daerah Kuru dan tinggal di Hastinapura, karena hanya dialah yang menguasai ilmu memanah Danuweda/Danurwenda, tetapi tak sesuai dengan harapan Ekalaya ditolak Dorna dan tidak jadi muridnya. Karena Dorna mengetahui jika kemampuan Ekalaya dapat menandingi dan mengalahkan Arjuna, murid yang dijanjikan akan jadi pemanah paling hebat di Hastina. 

Tanpa mengurangi etos dan tekadnya dalam berkeinginan hal memanah dia membuat patung Dorna dan belajar mandiri kepada batu itu. Dengan semangat dan terus melatih dirinya di bawah "pengawasan" guru batu Dorna akhirnya Ekalaya dapat menguasai ilmu memanah Danuweda, dapat membungkam anjing tanpa meninggalkan lolongan hanya dari mendengar suaranya saja yang membuat Arjuna kagum sekaligus terkejut sebab ada orang lain yang bisa menyaingi bahkan melampauinya. Padahal Arjuna berguru langsung di bawah asuhan guru Dorna, namun tetap takjub dan terpana setelah melihat Ekalaya yang belajar seorang diri dengan ditemani patung batu yang dianggapnya sebagai guru. 

Jika dikontekskan sekarang hal ini sangat berpengaruh besar bagi perkembangan anak-anak atau manusia yang punya nilai sejati untuk senantiasa belajar mengembangkan diri. Sumber daya pengetahuan yang melimpah di internet, beragam kelompok, organisasi, kajian agama/ilmiah, diskusi umum, kuliah umum, bedah buku/jurnal, penelitian mutakhir, termasuk podcast, dan sebagainya. Dengan filter atau saringan yang tepat semua informasi tadi akan dapat diakses dan digunakan pada tempat yang presisi dan akurat dengan segala yang diperlukan. Diperlukan filter untuk menyaring semua hal tadi sehingga tidak "meledak" otak kita dalam menghadapi situasi dan kondisi tertentu. 

Ilmu modern membaginya melalui tiga lapis gogi; Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi. Yang pertama dan kedua rasa-rasanya masih berkutat pada kelas dan guru yang paten katakanlah, belum ada kesadaran diri untuk mengakses informasi yang ada kecuali sedikit sekali. Baru yang ketiga, Heutagogi sudah mencapai kesadaran diri bahwa dirinya perlu belajar dan mengembangkan sesuatu yang ada pada dirinya, maka dengan bahasa lain manusia yang punya intrinsik atau bekal natural terus belajar pada dirinya maka selamanya dia akan belajar karena naluri alamiahnya menuntut seperti itu. 

Meskipun konsep Heutagogi pertama kali dikenalkan oleh Stewart dari Southern Cross University sejak tahun 1950-an, namun tanpa memakai nama yang sama sejatinya Bambang Ekalaya telah menemukan dan mempraktikkan sendiri konsep pendidikan Heutagogi sejak ribuan tahun lalu, sejak zaman Mahabharata masih eksis di dunia. Mungkin bisa dikatakan juga jika Bambang Ekalaya adalah termasuk yang awal-awal mengenalkan Heutagogi dan menginspirasi manusia masa depan seperti mas Iman Budhi Santosa dengan indah menggambarkannya di puisinya. 


"Guru Batu Bambang Ekalaya"

Sejak mula, patung batu itu tak bisa bicara
karena bukan kitab, bukan pula dongeng
dia hanya patuh pada tatah dan palu
juga tangan dan mata yang membuat ada dan perlu

"Demi Dewata, kusebut kau guruku, Batu."
Maka, jadilah ia guru batu, guru Durna
mantram kesakitan di sekujur tubuhnya
mengajar menjawab dalam berbagai tanda

Bulan matahari, langit dan bumi
teguh menemani
mengasah jari
meluruskan bidik
meretas jarak
mengawal panah dan sukma
mengubah maya jadi nyata
dalam genggaman Bambang Ekalaya 

Maka, Arjuna pun tak percaya
ketika tujuh anak panah melesat menyerbu
membungkam moncong anjing kesayangan
Tanpa ada lolong ditinggalkan

Durna juga tergeragap, dan langsung membidikkan 
panah durhaka. Sedang Ekalaya hanya mengangguk
setia mengalah serupa murid yang takluk
rela memotong ibu jari, menyerahkan cincin mustika ampal
untuk Sang Resi, seakan pernah terjadi jual beli
atas bayangan yang tak pernah dicuri
atau membuat titah arcapada merugi

"Arjuna, engkau hanya kesatria dalam Mahabharata 
ketika pasopati dan pulanggeni 
dalam genggaman enam jari
disanjung irama tembang gamelan sepanjang malam 
hingga tancep kayon pagi hari
Tetapi, akulah yang menang jika guru zaman adalah buku
Ketika rahasia kehidupan tak bisa lagi disembunyikan
di balik kelir dan kotak kayu
 
2010
Share: