tabayuna.com
Baru beberapa tahun saja sejak dicantumkannya hari santri berskala nasional telah begitu banyak sambutan dan apresiasi, khususnya santri. Tepatnya pada tanggal 15 Oktober tahun 2015, Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 yang menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Mengapa sampai pada santri? Maka yang dapat menjawab adalah mereka yang membaca sejarah. Tentu saja!. Tiada alasan ngawur jika tiba-tiba santri dijadikan salah satu dari hari-hari besar yang tertera di tanggalan.
Jika dilihat dari sejarahnya, kemerdekaan Indonesia tidak pernah lepas dikaitkan dengan kaum santri. Mereka turut aktif berpartisipasi dalam pembelaan menyongsong hari lahirnya bangsa Indonesia. Mengorbankan jiwa dan raganya untuk suatu perubahan besar yaitu berarti melepaskan diri dari penjajahan atau kolonialisme bagi masyarakat Indonesia sendiri. Dan kini, mereka yang telah berjuang demi membebaskan dalam arti kemerdekaan dulu dikenang dengan diberi satu kuota hari untuk mengenang perjuangan mereka [santri] yakni "Hari Santri Nasional".
Diketahui bahwa kehidupan santri dahulu dikenal sangat dekat dengan kiai dan alamnya, jadi kekerabatan sosial mereka tinggi jika dilihat cara mereka berinteraksi satu sama lain. Dan yang membuat mereka santri ini memiliki sifat Sam'an wa Tho'atan kepada kiainya juga termasuk dalam pelajaran berikut pendidikan yang diberikan gurunya sendiri yang tak lain adalah seorang kiai. Kalau santri sekarang sedikit-sedikit pulang kampung, susah sedikit sambat, dan lain-lain, tetapi santri jaman dulu tidak pulang jika ngangsu ilmunya belum cukup untuk mengurangi dahaga keilmuan bagi masyarakat desanya. Jika, dulu mereka bandel atau tidak memperhatikan ketika mengaji, kiainya tidak segan untuk menegurnya bahkan melakukan kontak fisik secara langsung. Dan jangan artikan kontak fisik itu cuma di jewer atau apa, lebih dari itu!. Ada yang dilempari penghapus dengan keras, dipukul dan banyak lagi yang lain, mungkin dipukul atau cara-cara hukuman yang tidak selayaknya diterapkan seperti dewasa ini yang sedikit-sedikit dibawa ke ranah hukum!. Akan tetapi, hasil sejati memang selalu di belakang. Lihatlah, bibit-bibit yang ditanam kiai jaman perjuangan itu!. Mereka telah menyumbangkan kontribusi besar bagi Indonesia Raya ini meliputi beragam hal, apalagi soal keilmuan. Jelas dan terang dalam mewarnai pengetahuan masyarakat Indonesia sebagai sebuah desa dengan skala yang besar.
Keikhlasan kiainya telah membikin para santri itu menjadi manusia yang paripurna. Santri rajin kiai mendoakan. Dan masing-masing saling mendoakan dengan diam-diam melalui tahajud maupun selainnya. Santrinya mempuasai kiyainya begitu pula sebaliknya kiai mempuasai santrinya. Tiap malam didoakan dalam sujud dan saling mesra dalam bebarengan telah menjadikan santri pada jamannya manusia yang seutuhnya dan barokah ilmunya. Mengerti akan artinya kehidupan sebagai pelayan dan abdi bagi Yang Maha Kuasa. Salah satunya dengan melayani kebutuhan masyarakat, khususnya di bidang keilmuan, agama apalagi.
Apabila santri dahulu diajari berkebun di ladang atau pun di sawah, itu juga termasuk bagian dari cara sang kiai mengajari mengaji, karena ngaji itu bukan melulu soal kitab dan buku. Adakalanya harus belajar di dan dari alam. Dan bukankah manusia juga bagian dari alam. Nah, itulah mengapa santri-santri jaman kemarin itu sungguh kompleks dan komplit dalam keilmuan. Tidak heran jika mereka siap meneruskan perjuangan gurunya dengan menjadi kiai atau ustadz juga di masyarakatnya setelah lulus atau boyong dari pondoknya.
Baiklah, itu sekilas pandangan potret santri jaman dulu.
Lalu bagaimana konstelasi santri jaman sekarang atau jaman _now_ yang lagi ngetrend istilahnya. Jadi, sebelumnya saya telah sedikit menyinggung tentang hal itu. Jika dilihat dari prakteknya, sepertinya santri sekarang telah mengalami dekadensi atau malah degradasi baik dalam praktek sosialisasinya maupun pribadinya yang biasa disebut seorang santri?.
Penglihatan ini didapat karena mengamati tingkah laku santri sekarang dan _flashback_ ke masa lalu terkait bagaimana hubungan santri dengan kiai berikut beserta keterkaitannya dengan alam. Jadi, konklusi ini di dapat sebab melihat sejarah dan mengamati keadaan terkini hingga nantinya bisa menyimpulkan konstelasi soal santri.
Kalau santri jaman dulu ulet, tekun, rajin, dan memiliki daya semangat yang besar dan kepatuhan sama kiainya begitu tinggi. Sekarang, sifat itu jarang dimiliki santri jaman sekarang. Mengapa? Satu alasan yang dapat saya berikan yakni karena kurangnya kesadaran bagi masing-masing komponen. Yang kiainya ada yang sibuk dengan urusannya, mungkin memenuhi undangan atau sebagainya, santrinya apalagi jelas kurang didikan dari kiai itu sendiri. Asupan rohani akan sangat berharga jika dilakukan dengan tepat dan terarah. Lha kalau kiainya saja sering mondar-mandir ke sana-ke mari, ya apa kabar santrinya apalagi.
Setiap tahun kita akan terus seperti ini, yakni memperingati dan mengenang hari santri, layaknya berulang tahun, terus. Pertanyaannya, adakah kita hanya stagnan pada refleksi dan kontemplasi begini, selalu?!. Atau kita akan melakukan aksi untuk dapat menghidupkan budaya yang telah luntur itu? Sebagai generasi muda apa yang dapat di maknai serta di ambil dari peristiwa "Hari Santri" ini? Jawabannya ada di kita masing-masing.
Terus, kalau sudah begini bagaimana?. Saya memberikan ruang bagi kita semua untuk menjawab itu, saya tak mau menjawab soal itu!.
Yogyakarta, 22 Oktober 2017
0 komentar:
Posting Komentar