![]() |
Instagram Baim Wong/Facebook Irmha Utami Putrie |
Kita sering memakai idiom atau istilah yang sebenarnya kadang tersaling-silang atau bahkan distorsi dan rancu. Sebagian mengartikan orang gila adalah terjadinya gangguan saraf di otak yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam kepala hingga jadi oleng (terganggu jiwanya).
Bagiku orang gila adalah orang yang tidak mendapat tempat untuk mengekspresikan rasa dan nuansa yang dimilikinya. Lalu terciptalah bahasa dan budaya, di sini ekspresi rasa kelihatan mendapat platform, tapi sebetulnya sedikit sekali yang bisa dijelaskan.
Kita lihat penyair, menurutku mereka itu orang-orang yang sarat 'gila'. Mereka tiada punya tempat untuk dapat menyalurkan ekspresi jiwanya yang hanya sekadar menjerit misalnya. Hanya melalui bahasa mereka berusaha menyampaikan sesuatu yang sebenarnya itu tidak cukup terwakili. Dan mereka sadar.
Kemudian seniman/perupa. Mereka punya sedikit gambaran yang mungkin bisa dicerna oleh mata jeli orang-orang.
Sapuan kuas dan tebal tipisnya warna akan menjadi nuansa yang dapat menilai lukisan itu sendiri, apalagi jika dibangun dengan suasana magis. Walau banyak juga semisal lukisan yang tidak berbentuk dan abstrak, justru disitu titik di mana ekspresi seniman terwakili, mungkin.
Mereka tidak punya gambaran pasti mengenai karya yang akan dibuat. Jadi lukisan abstrak adalah satu cara yang dapat dimunculkan ke permukaan dengan memendam ekspresi makna sang pelukis.
Bahkan di zaman yang katanya generasi Z, zaman milenial ini mengatakan mereka yang mengaku waras pun rupanya identik dengan orang gila beneran, dan yang mereka katakan 'gila' justru malah yang waras pemikirannya, aneh.
Aku kira mereka seniman dan penyair itu orang-orang 'gila' yang hobinya berbicara dengan semesta dan alam, tapi alam gagal memahami mereka. Alam itu adalah manusia.
0 komentar:
Posting Komentar