FauziyahSamad.com
"Kawan,, makasih ya,,"
Pernahkah kita menghitung sudah kali berapakah tanda ucapan terima kasih telah terucap baik dari kita sampai orang lain? Hmm.
Berikut saya memahami lagi makna lain dari makasih/terimakasih. Ada banyak sekali ucapan terima kasih dengan berbagai versi, gaya, dan nada. Dikatakan berbagai versi karena "makasih" adalah suatu tanda di mana dapat kita ucapkan dengan banyak cara serta ragam dan tentu saja berkaitan dengan konstelasi budayanya. Saat tidak terlalu dekat dengan keadaan, kita mengucapkan "makasih" sekadarnya dan biasa saja, bahkan sederhana sekali, itu cuma ungkapan verbal semata. Keadaan yang saya maksud kan di sini bisa seseorang, teman, atau selainnya. Hanya bunyi tanpa arti berlebih. Kalau dalam spektrum instrumen musik, itu hanya sebuah nada rendah.
Namun, akan terasa berbeda jika kita akrab dengan keadaan. Di luar ucapan verbal, itu sungguh sangat menyayat (baca: mendalam--peny) maknanya. Yah bisa kalian bayangkan sendiri pokoknya, ah bukan, bahkan kita pasti pernah merasakannya. Jadi, ketika kalian sedang ada di posisi itu, saya yakin tidak banyak kata yang akan kalian ucapkan. Karena mengungkapkan suatu makna hati dengan keterbatasan bahasa itu tidak akan menambah apapun rasa syukur dan bahagia kalian melainkan hanya nyinyir (baca: mengulang-ulang kata) saja. Memang itulah kelemahan bahasa, tidak selamanya dapat mewakili perasaan hati, apa yang kita rasakan, apa yang ingin kita sampaikan. Mungkin kalian akan menanggapi hal itu berbeda. Justru karena akrab dengan keadaanlah kita jadi tidak mau mengucap "makasih". Bahasa berbedanya barangkali seperti ini, dimungkinkan karena keterkaitan kita dengan suatu konstelasi itulah penyebab terjadinya kita hanya cengar-cengir dan membuat kita tidak mengucap. Jadi, maksud saya tadi, kenapa 'kita lalu tidak mau memberi ucapan "makasih" kepada keadaan, karena kita sudah akrab dengannya'. Kita merasa ucapan seperti itu tidak begitu bermakna lagi, karena makna hanya untuk perasaan dan hati.
Akan tetapi, tetap saja yang kita rasakan akan sangat meluap-luap dalam hati. Karena sebenarnya kita juga memberi 'Kasih', tapi dengan tanpa mengucap 'Kasih'. Inilah penghargaan tanpa yurisdiksi, ia tak terlukiskan dalam bahasa, ia hanya bersemayam di dalam rasa.
Sedang jika kita masuk dalam spektrum nada, akan kita temui juga banyak versi mengenai intonasinya. Jika kita sampai pada nada tinggi, tidak usah dijelaskan pun kita sudah mafhum dan terjelaskan bahwa itu maksudnya ada penekanan tertentu di makna tertentu sebagai wujud yang lahir dari konteks permasalahan, demikian bahasa halusnya. Sedangkan bahasa agak kasarnya yaitu marah. Sementara, kalau kita meruyup ke ranah spektrum intonasi rendah, itu menunjukkan keadaan sopan santun dan keseganan orang dalam berinteraksi dengan sesamanya.
Adakalanya yang seperti itu juga konsekwensi dari kurangnya kedekatan atau jarak yang membatasi akhirnya tercipta atmosfer kesenjangan yang menyebabkan manifestasi dari kelirihan dalam mengucap "makasih". Itulah sebagian cara dan gaya dalam berterima kasih. Oke, cukup sekian dulu.
0 komentar:
Posting Komentar