Di sini Ceritanya Wongsello


Kamis, 30 Januari 2020

Sinau Bareng mas Iman Budhi Santosa #2




#Silaturahmi-Reportase bersama mas Iman Budhi Santosa

Sebelumnya tidak pernah mendapat informasi jika peribahasa Jawa adigang, adigung, adiguno itu dapat disimbolkan dengan hewan. Mungkin ini yang menyebabkan manusia kekinian kehilangan simbolis dalam menghadapi masalah mutakhir dan tidak mendapat solusi serta jawaban yang bagus. 

Agaknya mas Iman mempunyai informasi tersebut untuk dapat diajarkan kepada kami-kami yang masih muda polos ini. Dan tidak heran di jalan hidupnya yang asing bagi orang moderen beliau mendapat ijazah maiyah tempo hari di acara maiyah Kenduri Cinta (TIM), serangkaian perjalanan hidup yang dihadapinya madep mantep dan konsisten di jalan asing hingga hari ini. Betapa kuat jiwanya. 

Dalam ngobrol santai malam itu mas Iman menyinggung peribahasa Jawa yag sudah mapan di telinga orang-orang, tapi mungkin hanya sebatas paham saja. Tetapi, mas Iman punya simbolisme sendiri terkait peribahasa itu. Beliau mengatakan jika data-data sejarah dapat diproyeksikan dalam bentuk gambar dan dihubungkan dengan kekinian. Misalnya peribahasa jawa; Adigang disimbolkan Kidang/Kijang, Adigung digambarkan Gajah, dan Adiguno dilambangkan Ular berbisa.

Itu sebuah informasi yang baru, karena biasanya kita hanya fokus pada pemahamannya, namun nyatanya simbolisme itu justru semakin membantu pemahaman baru. Kita elaborasi. 

Adigang = Kidang/Kijang 
Hewan ini dipakai karena kecepatan larinya yang kencang, walakin mas Iman mengatakan justru malah kecepatan itu yang membuatnya lelah dan akhirnya di terkam Macan, mati. Sederhananya, kehebatan seperti apa pun akhirnya takluk oleh kehebatan lain di atasnya.

Adigung = Gajah 
Sebuah terminologi yang jamak digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang besar. Di sini Gajah dipinjam sebagi proyeksi mengenai Adigung atau sok besar/agung, mengapa Gajah? Dirinya yang berbadan besar akan fokus kepada sesuatu di depannya dan melihatnya dengan menunduk kerana kebesarannya, tapi manakala ia tertusuk duri di kakinya ia tidak tahu, tidak tahu harus bagaimana dan harus berbuat apa, ia tidak sanggup mengatasi masalahnya sendiri, lama-lama duri itu semakin masuk ke dalam daging,  walhasil ia terkena radang daging, menjalar,  mati. Shortcut kata, kebesaran kayak bagaimana pun di dunia ini pasti luput atau terlepas dari masalah-masalah kecil, ujung-ujungnya ia hancur sendiri oleh problem kecil-kecil itu. 

Adiguno = Ular berbisa 
Kecerdasan atau ketajaman ilmu ada efek atau anomaliya tersendiri, begitu juga Ular berbisa. Ia disimbolkan dengan peribahasa Adiguno sebab Ular mempunyai potensi besar untuk melumpuhkan makhluk lain dengan bisanya. Sama seperti manusia cerdas melumpuhkan manusia bodoh, secara keilmuan. Namun, agaknya baik Ular maupun manusia cerdas itu sendiri pasti mempunyai kelemahan yang dimilikinya, entah sadar atau tidak, kalau hewan jelas tidak mempunyai kesadaran. Semisal Ular, berbisa-bisanya dia, ketika dipukul dengan carang pring ori/bambu pasti akan menggelepar dan guling-guling, karena itu memecahkan pembuluh darahnya di bagian tubuhnya yang panjang. Manusia sama saja, secerdas, sehebat apa pun, ketika berhadapan dengan cinta ia tidak bisa berbuat apa-apa kok. 


*Data dari mas Iman yang dikembangkan penulis

Bakda maghrib, Kamis, 30 Januari 2020
Di Kontrakan PP. TG, Nologaten, Yogyakarta.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar