Sebuah terminologi yang ngetren di kalangan teman-teman ini menuntunku pada pemahaman yang terasa menyenangkan untuk ditulis. Ketika mendengar "Urep yo ngene/ngono iku" Rasanya senang dan kesal, sebab terminologi itu mengandung kesombongan dan kepasrahan.
Pertama, terasa sombong manakala mengatakan itu di atas keadaan yang nyaman dan mapan di tengah orang yang merasakan hal lain, malah lebih ke penderitaan. Sehingga kesannya dia merasa beruntung dan congkak, sesumbar untuk mengatakan "Urep yo ngene iki," Itupun konteksnya terhadap dirinya sendiri, maka darinya menggunakan "Ngene." Dan ini pun juga mengandung kepasrahan, bergantung keadaan si subjek utama.
Kedua, "Urep yo ngono iku" Diperuntukkan bagi seseorang atau subjek lain yang jadi objeknya. Teman atau orang lain yang telah bercerita biasanya dijudge seperti itu. Indikasinya, subjek kedua yang diajak komunikasi atau yang menjudge itu malas memberi solusi atau memang sukanya membalas begitu. Sangat bisa jadi kalimatnya itu pun mengandung kesombongan, dua sisi pandang itu hampir tidak ada perbedaan, semua bertolak dari mana pemahaman yang dibawa dan dengan keadaan bagaimana terminologi tersebut terucap.
Dari dua fenomena tadi rasanya lucu saja, seolah-olah hidup itu terasa dientengkan dengan kalimat yang sebetulnya sama sekali rancu, bias, dan tidak jelas "Urep yo ngene/ngono iku." Namun, dalam satu waktu, ia menerangkan, walau hanya untuk dua individu atau dua pihak saja yang paham karena saling berkomunikasi itu.
Urep yo ngene/ngono kui lah haha..
0 komentar:
Posting Komentar