Di sini Ceritanya Wongsello


Minggu, 26 Maret 2017

Lika-liku Malam Minggu Wa Ma Yataallaqu Biha

                Ilustrasi by: www.roromotan.com

Sabtu malam kian mencekam. Mungkin kita sudah terlalu akrab dengan istilah malam minggu begitu kiranya, dan tidak perlu dirisaukan bergantung bagaimana orang mengasumsikan, oke. Semakin ke sini dirasakan malam minggu sangat menyusahkan orang. Tahu kenapa? Ketika seorang sudah mempersiapkan jadual sedemikian rupanya, kadang mereka merasa ini adalah malamnya, ini waktuku, waktu kami, dan jadual harus terlaksana. Dengan asumsi seperti itu, seakan lupa bahwa bukan hanya mereka yang mempunyai jadual, dan bahkan mungkin banyak juga yang berpikiran semacam ini. Kalau sudah begitu, dia merasa hak kepemilikan untuk malamnya adalah mutlak. Tiada yang boleh mengganggu, tidak boleh ada sesuatu pun yang menghalangi, bahkan hujan merupakan ancaman bagi mereka . 

Lalu ketika orang-orang sibuk tadi menghambur ke jalanan, mereka lah ancaman sesungguhnya. Tatkala pikiran sudah terpusat di suatu tempat, manakala teman-teman telah duduk menunggu, dan jam pun sudah menunjukkan waktunya, saat itulah mereka nge-gass tanpa memperhatikan keadaan sekitar sehingga kengawuran, kebodohan, keteledoran merasuki akal sehatnya. Malam minggu adalah akumulasi dari sedemikian besar rencana orang-orang yang berniat euforia. Sabtu kemarin, tepatnya tanggal 25 Maret 2017 adalah buktinya, di mana saya bersama beberapa rekan ketika ingin menghadiri bincang sastra di Taman Budaya Yogyakarta. Sewaktu perjalanan telah ditemui tidak hanya satu dua kengawuran orang-orang yang bermalam mingguan itu. Jalanan serasa miliknya, mengendarai kendaraan tanpa lihat kanan kiri dan langsung cas cus saja, saling serobot cepet cepetan, saling terburu-buru dan self adalah prioritas bagi mereka (ego). Yang mereka tahu dan mereka ingini  cuma nge-Gass nge-Gass dan nge-Gass. Bagaimana akan tahu nikmatnya nge-Rem kalau hidup hanya dibuat nge-Gass tog!!?. 

Dengan demikian bukankah akan menciptakan ketidak stabilan lalu lintas sehingga tingkat kecelakaan akibat ngawur, lalai dan semacamnya akan tinggi, pastinya. Stabilitas sudah diabaikan, yang ada hanya "Aku, dan Kami", *Kita* sudah bukan prioritas lagi, manakala ke-Aku-an sudah di list paling atas mana ada tempat untuk dia dan kalian itulah mengapa tadi di muka kalimat saya menyebutnya Sabtu malam kian mencekam. Orang-orang tidak lagi mementingkan kebersamaan, akibatnya orang lain lah yang dirugikan. Oke sampai di sini dulu, selamat menjalani aktivitas selanjutnya kawan, hehe,,. 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar