Di sini Ceritanya Wongsello


Minggu, 28 Januari 2018

Masih Soal Dilan


HAI Online - Grab.ID


Agaknya film Dilan yang baru rilis telah banyak mengundang perhatian khususnya kawula muda, bahkan orang dewasa juga ikut serta. Namun rasanya terlalu berlebihan jika dikata film Dilan mempengaruhi para remaja bahkan mahasiswi untuk berimajinasi walaupun bukan salah juga asumsi itu. Mungkin hanya sebagian saja dan bukan seluruhnya.

Begini, Setelah membaca di mojok.co terkait seorang dosen yang menyurati Pidi Baiq soal film terbaru yang diambil dari buku Dilan-nya sudah banyak tersebar dan terakhir saya cek di facebook sudah lebih dari seratus kali dibagikan warga net. Tapi bukan itu titik ledak yang akan saya fokuskan.
Di sana beliau si Dosen terlihat resah dan sambat kalau diamati dalam surat yang ditulisnya kepada kang Pidi Baiq yang menceritakan kalau sekarang mahasiswanya gampang memberatkan suatu hal/tugas yang maklum bagi mahasiswa. Mungkin soal skripsi dan selainnya. Sampai ada yang berimajinasi jika Dilan yang menjadi dosen, Misalnya "Skripsi ini terlalu berat kamu gak akan kuat, biar aku saja!".  Dan karakter Dilan yang kini jadi dambaan mereka. Sederhananya saat ini Dilan menjadi tokoh semi realis yang kehadirannya ditunggu untuk ada secara real dan eksis bagi kaum hawa, tentunya.

Beliau pak Dosen melihat mahasiswanya terinspirasi dari dialog Dilan tersebut sehingga mereka mengotak-atik sedemikian rupa kalimat baru yang terkait dengan aktivitas mereka. Dan juga mahasiswa terkesan menganggap pahlawan bagi mereka yang bersedia mengambil tugas darinya menurut pak dosen.

Ada lagi dialog Dilan yang diselewahkan berikut: 
"Kamu cantik, tapi aku belum suka, entah nanti sore belum tahu".


Kalau mahasiswa..

"Pelajaran bapak menarik, tapi saya belum pingin ambil, entah semester depan belum tahu".
Sederhana saja. Kalau melihat apa yang ingin disampaikan beliau pak dosen rasanya miris juga bahwa untuk ukuran mahasiswa masih terbawa suasana film yang diperankan oleh seorang Iqbal yang masih sekolah.

Mulanya saya tidak tahu menahu soal Dilan hanya memang saya lihat bukunya di toko buku namun, tidak beli dan sekarang pun tidak beli, bahkan filmnya juga belum lihat selain sedikit penggalannya saja.

Intinya remaja pemuda kita ini masih suka hal romantisme yang tetap eksis dan marketeble di pasaran. Bukan tidak mungkin jika bangsa ini di konsumsi barang begituan terus-menerus akan jadi cemen mentalnya. Dan hanya berkutat soal Cinta, rindu, dan pacaran saja. Bukan soal melarang, tapi memang diakui kalau suatu film dapat mempengaruhi orang (yang dalam keadaannya mirip dengan karakter film tersebut).
Sebetulnya masih ada lagi yang ingin disampaikan namun, tiba-tiba jadi tidak ingin lagi. Ya sudah oke Dilan haha.
Share:

Jumat, 26 Januari 2018

Korban Media

www.nyeloisme.com


Tadi sekali sebelum jumatan pas makan soto depan Masjid Baitul Arqom Sorowajan Baru Banguntapan Bantul Yogyakarta saya mendengar percakapan embak-embak yang sedang membicarakan suatu film baru kalau tidak salah. Agak samar filmnya apa, tapi menurut perkiraan sepertinya film Dilan yang tengah launching. Semua terdengar biasa saja, mulanya agak cuek dengan kelakuan mereka dan tidak berniat nguping namun, ada satu hal yang menarik saya untuk mendengarkan.

Ya, kalau mengutip dari penggalan apa yang dikatakannya begini.

"Ya aku juga belum lihat sendiri filmnya, tapi kalau nanti ada yang review bagus aku juga akan lihat sih".

Kurang lebihnya kayak gitu. Nah sekilas mungkin terdengar percakapan yang umum. Namun, kalau saya sendiri mendengar itu agak mikir. Jadi, maksudnya mereka nonton film hanya karena ada review dari orang-orang yang dikiranya bagus, apakah sebuah film terbilang apik atau tidak, apakah film itu layak konsumsi atau tak, dapat menampung gairah api jiwa mereka atau no, marketable atau gak. Intinya mereka hanya menunggu atau nyagerke orang lain untuk menilai apakah sebuah karya pantas tonton atau tidak. Dan tidak ingin melihat sendiri untuk mencari kesimpulan atas diri pribadi yang lebih murni.

Lalu jika tiada yang menanggapi karya terkait bagus tidaknya kan kita tidak tahu kalau tak mau mencari tahu. Bukankah ini mental yang mudah dijajah. Ini kan korban media namanya. Kalau menurut saya kita juga harus lihat sendiri, cari sendiri juga untuk menganalisa sebuah karya untuk melihat nilainya di mana, bagusnya di mana. Tahu letak moralnya dll bukan hanya menanti orang untuk mendapat referensi aman terkait sebuah fenomena. Oke Dilan ehh.. Wkwkwk.. 
Share:

Minggu, 21 Januari 2018

Wak Sambat, Wong Selo: Dua Nama Yang Sering Disalahpahami



www.wsselo.com


Saya sering dianggap wong selo yang kebiasaan melakukan hal-hal yang dianggap kurang penggawean kalau kata orang Jawa. Mungkin menganalisis Anime, berpikir tentang soal-soal yang nyeleneh dan sebagainya. Dan juga biasa disebut wak sambat, apa itu? Mereka pikir wak sambat adalah orang yang selalu sambat dengan segala sesuatu, bahkan yang paling sepele, remeh temeh dll. Dan itu ditujukannya kepada saya.

Bukan salah, karena memang yang mempopulerkan dua nama itu adalah saya. Namun, kalau boleh saya klarifikasi sebenarnya nama itu bukanlah semata-mata tentang diri atau hidup saya, melainkan lebih jauh dan luas lagi, yakni semua orang.

Agaknya kebanyakan orang berpikiran mikro dalam memahami istilah tersebut, bukannya makro. Yang sebetulnya saya ingin sampaikan yaitu menyindir semua orang itu yang sedikit-sedikit sambat, apa-apa mengeluh, ini-itu dianggap terlalu serius dsb. Untuk itulah saya menggunakan nama wak sambat. Sedang (wak) sendiri merupakan panggilan akrab kepada orang yang lebih tua, boleh juga tak akrab di daerah sana Pati Utara, ya setara dengan sapaan (lek).Yang biasa memanggil seperti itu anak-anak atau murid kepada penjual pentol katakanlah. Nah seperti itu. Jadi bukan seluruhnya itu saya, bukanlah karena saya sering sambat atau semacamnya, tetapi itu sindiran untuk kita semua yang biasa seperti itu kenyataannya.

Kemudian wong selo, bagaimana nama ini lahir?. Bermula dari saya sering menganalisis anime One Piece orang-orang berkesimpulan saya melakukan sesuatu yang selo bagi mereka. Mungkin bisa diartikan tidak ada gunanya, mungkin sih. Pada hal jika melihat secara makro dan teliti, bukankah ada yang lebih selo lagi dari pada yang saya lakukan. Nonton TV, main game dll bukankah itu lebih selo lagi ketimbang analisis komik?!. Lho, lha wong analisis menelurkan karya kok dibilang perbuatan selo, ya nggak keliru juga sih, tapi maksudnya kita ingin mencari tahu dengan menganalisa dan mengamati sebuah karya sekaligus memprediksi barangkali atau melihat ke depan yang mungkin saja mirip dengan apa yang kita pikirkan, begitu tok kok.

Jadi, jelas kalau kedua nama itu lahir dari pengalaman dan tentang konstelasi yang sedang berlangsung secara kontinu katakanlah. Bukan semata-mata saya buat begitu saja, tetapi ada maksud yang ingin saya sampaikan yakni menyindir kita semua (mulanya). Menyindir kok menerangkan secara gamblang seperti ini, jadi batallah sindiran saya karena penjelasan ini. Karena banyaknya yang salah paham, maka perlulah bagi saya untuk membuat tulisan ini sekian.
Share:

Rabu, 03 Januari 2018

Sajak Tanya


        WWW. "What We Want?" : Seni Abstrak



Berapa dunia telah kau tempati

Berapa alam telah kau  singgahi

Berapa langit telah kau lewati

Berapa lautan telah kau seberangi

Berapa gunung telah kau daki

Berapa jurang telah kau terjuni

Berapa belantara telah kau jelajahi

Berapa malam telah kau lalui

Berapa buku telah kau habiskan

Berapa cangkir kopi telah kau seduhi

Lalu aku ingin bertanya satu hal lagi kepadamu

Setelah menempuh semua itu

Kebijaksanaan seperti apa yang sudah kau dapati? 
Share:

Senin, 01 Januari 2018

Musim Kok Disalahkan


                              Republika Online 

Dingin ya.. 
Iya, kenapa ya sekarang banyak orang yang flu dan meriang? 
Emang musimnya kok, ya wajar. 
Em gitu ya..


Pernah mendengar percakapan seperti itu?

Saya yakin banyak yang pernah mengalami dan bahkan mungkin kita sendiri yang mengatakannya. Akan tetapi, jika dikejar lagi apakah kalimatnya berhenti disitu? Kalau hanya melihat sebatas dan sesederhana itu mana mungkin dapat kesimpulan padat yang positif. Alih-alih untuk menganalisa  dan menyimpulkan keadaan malah memberi pengawuran dalam meregulasi kahanan.
Satu yang pasti, musim itu buatan Tuhan. Karena manusia tidak mungkin bisa melakukan hal yang sebesar itu, maka itu bagian peranan Tuhan dalam menyeimbangkan semesta raya ini. Baik, mengenai persoalan musim yang di kambing hitamkan jadi penyebab sakit atau musibah seseorang menurut saya seperti ini.

Ada rumus yang mengatakan "Robbana ma kholaqta hadza bathila" Sungguh tiada yang sia-sia dalam penciptaan ini. Berangkat dari sudut pandang itu saya mencoba mengelaborasi dan mengamati apa yang Tuhan katakan. Jelas, bahwa semua yang ada di dunia semua ini tak ada yang sia-sia, jadi jika ditarik kesimpulan singkat padat musim itu dari Tuhan yang disampaikan melalui gejala alam yang telah membaca formula-Nya.
Kalau tiba-tiba saja kita menuduh musim karena menyebabkan penyakit dan lain-lain apa itu tidak kelewat berani untuk mengatakan jika Tuhan menyebabkan sakit dan musibah. Dalam artian kita menyalahkan Tuhan dengan segala kepastian-Nya. Okelah memang semua dari Tuhan, sehat maupun sakit, tapi bukan berarti kita menyalahkan setiap keadaan. Kita coba cek dulu sudah bekerja all out apa belum, potensi kita sudah Mentok apa belum?!.

Menurut saya, bergantung bagaimana kita menyikapi dan menjaga diri terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi. Lha wong kita yang lemah dan bodoh kok menyalahkan musim terkait penyebab terjadinya penyakit. Kalau kita bisa antisipasi dengan segala probabilitas, maka yakinlah insya alloh dapat aman aman saja, lagi pula bukankah dalam raga setiap makhluk mempunyai kekuatan yang besar. Pertanyaannya itu kemampuan, kekuatan kita gunakan dengan maksimal atau tak!. Itu sederhana saja. Sementara ini begini.

                                      Yogyakarta 
                                      Ahad, 31 Desember 2017
Share: