Di sini Ceritanya Wongsello


Senin, 11 Januari 2021

mas Iman Budhi Santosa "Ora Ono Buku Yo Nuliso.."


Apa karya-karya orang yang sudah meninggal akan berhenti begitu saja tanpa ada kelanjutan dan ketersambungan untuk bisa dipelajari lebih banyak?. 

Kemungkinan pertama, kita tidak mau membuka dan mendalami lagi jejak tapak beliau-beliau. Kedua, kita tidak bisa menjangkau keluasan berikut keilmuan, kebijaksanaan, kesejatian mereka. 

Bahkan seorang gelandangan pun tidak bisa kita ambil sisi keilmuan yang mana kita belum tentu punya kematangan untuk mengaksesnya. Dulunya aku tidak pernah tahu jika mas Iman pernah menggelandang selama hampir 2-3 tahunan, menurut yang pernah dikatakan temannya, bahkan juga karya-karya beliau semisal kumpulan puisinya adalah buah karya di jalanan sebagai seorang gelandangan dalam arti yang sebenar-benarnya, total. 

Di suatu diskusi rutinan di Kadipiro, Jl. Wates, Gang Barokah, Rumah Maiyah tepatnya pernah sekali waktu mas Iman mengatakan "Nek ora ono buku seng iso diwoco yo nuliso.." (jika tidak ada buku yang bisa kita baca, maka menulislah) kiranya seperti itu. Bukannya hanya suka baca buku, lebih-lebih mas Iman mengajak untuk lebih kreatif dalam lelaku hidup. Selangkah di depan dari yang pernah digembar-gemborkan tokoh-tokoh untuk meningkatkan daya baca masyarakat Indonesia. Sebenarnya jika hanya baca, semua orang pastilah membaca, tapi berkreasi dan mewujudkan kreativitas adalah penemuan-penemuan untuk mengembangkan ilmu, pengetahuan, dan pengalaman lebih baik. 

Mas Iman yang karya wujud bukunya sekitaran 50-an itu lebih banyak mengajak untuk lelaku langsung menyongsong pengalaman sebagaimana kehidupan nyata. Warna Jawa yang mengakar dijiwanya tidak membuatnya membesar-besarkannya di atas yang lain, justru beliau mengajak untuk mencatat ilmu-ilmu dan pengetahuan yang ada di daerah masing-masing agar semua orang tahu cahaya itu menyebar di mana-mana. 





Share:

0 komentar:

Posting Komentar