Di sini Ceritanya Wongsello


Kamis, 14 Oktober 2021

Penghinaan Fundamental Bagi Manusia


Ada kawan yang bimbang mengenai pertanyaan dari temannya yang menurutku berpotensi intimidatif. Dia bilang "Kuwe meh lapo nek Jogjo?" 

Sebuah pertanyaan yang menurutku menghina manusia dengan segala kualitasnya. Secara moral pun tidak enak jika tiada cuaca yang dibangun sebelumnya. Memang kenapa jika harus berjuang mati-matian katakanlah? selalu saja orang-orang melihat dari yang nampak saja, aku pun sepertinya tahu apa yang dipikirkan temannya itu, mungkin. 

Maka coba telaah dulu, Yogya bagi orang banyak dikata sebagai tempat belajar, membangun jati diri dan mengembangkan bakat yang terutama kesenian dan kesastraan tumbuh subur di sana, namun bila melihat dari sisi pandang teman kawan kita itu mungkin hanya men-shoot satu pandang saja, katakanlah wadak atau materi. Padahal setahuku dulu dia di Yogya juga cukup mengikuti "pergerakan" baik literasi maupun pergerakan lainnya. Dan lagi, kawanku satu beskem dengan temannya itu. 

Dengan bau Yogya dan kualitas yang jarang dimiliki tempat-tempat lain itu merupakan sebuah kesempatan, kans, dan peluang yang besar bagi manusia yang ingin tetap berproses di situ. Tidak mengherankan juga, temannya itu mestinya punya data dan alasan yang mendasar jika dia sampai bicara seperti itu, misalnya dia melihat teman kita itu sebagai karakter yang belum cukup mumpuni untuk melakukan suatu perubahan, entah seberapa skalanya, dalam hal ini di Yogya. 

Kedua, Yogya dipandang sebagai kota dengan Upah Minimum Kota terbilang rendah untuk ukuran kota madya dan salah satu kota terpopuler di Indonesia. Jadi, melihat dari sudut pandang kawannya itu sepertinya hanyalah soal wadak dan materi. Intinya hanya melihat sekilas dari apa yang terkonsep di akal pikirannya. 

Aku tidak rekonfirmasi kepada empunya yang bertanya, dan tidak perlu juga menurutku, aku hanya menangkap rasa dari apa yang diceritakan kawanku, dan rasa-rasanya aku seperti bisa merasakan intimidasi itu. Aku tidak bisa menganggap ini wajar atau tidak wajar, begitu yang aku katakan ke temanku bergantung bagaimana konteksnya, sebab banyak macam karakter manusia. Meski yang lain menganggap wajar dan bahkan mengatakan lebay, tapi bagiku ini cakrawala. 

Selain itu, pertanyaan di atas pun berlaku untuk semua, artinya pertanyaan "Kuwe meh lapo nek Jogjo" Pun untuk "Kuwe meh lapo nek (di mana pun) saja. Aku merespon ini karena berbahaya menurutku jika pertanyaan tadi menjadi wajar saja dan jadi pertanyaan global tanpa pemahaman dan pemaknaan lebih lanjut. Alih-alih untuk pembelajaran, malah mungkin jadi dogma, maka aku tidak bisa saja nyaman dengan kata 'wajar' wajar saja. 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar