Entah bisa dibilang untuk belajar kepada kearifan, kebaikan, keburukan, cinta, dan asal usul budaya yang jadi jiwa suatu bangsa entah yang lain-lain. Atau mungkin bisa juga aku katakan untuk mempelajari kekayaan sastra budaya untuk meningkatkan bobot karyaku ke depan. Entahlah, semua bisa diasumsikan dan diperkirakan, setidaknya aku tidak dan jangan sampai berhenti pada benda atau materi yang membelenggu kehidupan manusia.
Ada rasa bahagia yang membesit dan tidak cemas, mengapa di usiaku yang sekarang bukannya rajin bekerja dan sesegera kawin seperti kawan-kawan lain tetapi malah makin penasaran dan haus akan sesuatu yang begitu puitis untuk diungkap. Kehidupan itu sendiri. Bahkan sampai kini pun, hal-hal yang pernah aku katakan dan selami yang teman-teman menyebutnya idealis belum atau tidak mewujud secara nyata. Aku pernah bercerita kepada teman bahwa ada sesuatu dalam diriku yang bekerja secara otomatis, mekanisme yang mengatur metabolisme atau apa itu namanya yang produknya dapat automatik mewujud sendiri ketika kebanyakan aku tidak menyadarinya.
Misalnya apa yang aku jalani dan pelajari saat ini, Sastra, nyatanya sudah ada embrionya sejak dulu masih kecil. Dahulu aku suka mengarang, dan memanjangkan akronim, memberi julukan kepada teman-teman dll. Sewaktu SD aku pernah disuruh teman untuk menggerakkan hidung dan kuping yang aku tidak tahu bagaimana cara tubuhku belajar, namun otomatis saja aku lakukan dan bisa. Sampai sekarang aku tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi, yang bisa aku katakan hanya itu mewujud sendiri, otomatis. Sampai aku pernah bekerja sebagai wartawan pun hal itu tidak lepas dari apa yang pernah aku alami. Misalnya waktu sekolah dulu aku suka baca-baca artikel opini, kolom, komik dll di koran sampai koran bungkus nasi yang aku anggap apik aku pun menyimpannya. Semua ada embrionya yang menuntunku kembali ke jati diri.
Atau penjelasan yang lain adalah pasti di dalam kehidupan menyimpan banyak hal dan rahasia, termasuk manusia itu sendiri. Manusia adalah cakrawala dan relung-relung sunyi, serta labirin-labirin pekat yang masih jadi misteri kehidupan. Maka, tidak ada cara lain selain terus berjalan dan terus belajar yang orang jawa sudah menemukan wisdom itu sekian abad dulu, terus melaku lan tansah lelaku.
Terlepas dari ketidaktahuan ilmu yang menyediakan semua itu, diam-diam aku meyakini bahwa manusia sanggup merasakan, belajar, dan mengolah sendiri sesuatu yang mungkin ada dalam jarak dan ruang lingkupnya melalui pengalaman-pengalaman entah batin atau nyata, entah sadar atau tidak pasti ada yang bekerja di dalam diri kita yang nantinya akan automasi pada waktunya. Otomatis.
Hingga di tahun 27-ku kini aku malah penasaran dengan wayang pun aku maknai sebagai sesuatu hal yang wajar saja jika melihat konteks yang aku gariskan tadi. Ketika aku bilang panggilan dan sering menyebutnya hal itu karena menurutku saat orang merasa terpanggil, maka akan ada banyak pintu-pintu yang terbuka, salah satunya pintu ilmu. Pernyataan ini nyambung dengan adagium "Di setiap ada kemauan pasti ada jalan" dan banyak lagi yang bisa dijelaskan jika kita sabar dan telaten mengalami dan mendalami kehidupan.
0 komentar:
Posting Komentar