Di sini Ceritanya Wongsello


Senin, 28 Februari 2022

Tanpa "InsyaAllah" Aku Gagal


Baru saja aku alami suatu pengalaman yang entah relate dengan  pengalaman lain di suatu waktu. Pernah aku mendengar seseorang bercerita mengenai Nabi Musa yang mengeluh karena perutnya sakit, dan Allah menuntunnya untuk naik ke bukit dan makan helai-helai daun, tetapi belum sampai di tempat perutnya sudah sembuh. Beberapa saat ketika berjalan Ia kembali mengeluh atas perutnya yang melilit, namun tanpa peraduan lagi kepada Allah Nabi Musa langsung saja mencari beberapa lembar daun yang di rekomendasikan sebelumnya untuk segera dimakan dan sampai berhelai-helai daun tapi tidak kunjung sembuh perutnya. Kemudian ia mengeluh kepada Allah dan dijawab oleh-Nya dengan bahasa sederhana tentunya "Emang kata siapa daun bisa menyembuhkan penyakit Sa Musa? yang awal tadi kamu minta kepada-Ku maka aku izinkan, tetapi berhubung yang kedua kamu tidak minta kepada-Ku dan langsung makan daun ya tidak mungkin sembuh tanpa Kuizinkan".

Ada lagi kisah mengenai dibangunnya tembok besar oleh raja Zulkarnain dalam menghadapi Ya'juj Ma'juj, seseorang pernah bercerita bahwa ketika menghadapi kaum Ya'juj Ma'juj, raja Zulkarnain membangun sebuah benteng/tembok yang besar dan kuat terbuat dari besi dan tembaga yang sangat panas sehingga sangat sulit untuk di tembus. Mungkin beberapa kali gagal Ya'juj Ma'juj menjebol benteng tersebut sampai pimpinannya mengatakan "InsyaAllah" besok jebol. Dan benar. 

Aku hanya ingin mengatakan bahwa segala sesuatu di kehidupan ini ada yang mengatur sehingga kita bisa ingat siapa subjek utamanya. Dua cerita tadi mengajarkan bahwa ini tidak ada kaitannya dengan posisi manusia sebagai Nabi atau kaum terkutuk katakanlah, menurut konsep-konsep yang kita pahami. Asal ingat dan minta izin kepada Tuhan-lah yang akan bisa mengubah jalannya kehidupan. Hanya dengan berkata "InsyaAllah" kaum Ya'juj Ma'juj disukseskan misinya, dan karena kelalaiannya menyebut/minta izin kepada Allah Nabi Musa tidak disembuhkan sakit perutnya. 

Dan mengenai ini aku baru saja mengalaminya, seperti yang aku nyatakan di mula tadi. Bahwa aku katakan seumpama jadi atau tidaknya seseorang mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu tidak mempengaruhiku dalam keputusan yang aku ambil, aku tetap berpijak pada diri dan keputusanku (konteksnya soal menghadiri undangan kawinannya kawan hari ini Senin, 28 Februari 2022). Dengan tanpa mengatakan "InsyaAllah" aku gagal menjalani keputusanku. Ketika aku gagal di situlah aku teringat cerita tadi, bahwa segala sesuatu tidak selalu benar menurut kita secara ilmu atau ragam perkiraan macam-macam. Tatkala Allah bilang "Tidak" maka itulah yang terjadi. 

Tetapi kita boleh meyakini dan belajar bahwa dengan menyebut InsyaAllah, maka jalan ke depannya InsyaAllah lebih mantap dan yakin. Karena kebodohan dan kelalaianku, juga mungkin kesombonganku aku jadi gelap dan tidak ingat ada subjek utama yang menguasai jalannya kehidupan. Untuk menambah keimanan, keyakinan, dan kemantapan ayat Qur'an pun menjelaskan hal serupa tepatnya di surat Al-Kahfi hal ini dijelaskan;

"Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, "Aku pasti melakukan itu besok pagi,""
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 23)

"kecuali (dengan mengatakan), "Insya Allah." Dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini.""
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 24)

Share:

0 komentar:

Posting Komentar