Di sini Ceritanya Wongsello


Selasa, 29 Januari 2019

Kebaikan Itu Kesadaran Keranjang Sampah

khosann.com




Pemahaman kesadaran kian hari bertambah dengan terus kembang, itu yang menandakan kemampuan manusia dengan segala spesifikasinya digunakan dengan baik. Pun bersama judul yang aku angkat ini adalah satu deternimasi yang cukup pertimbangan, buatku. Setiap hari kita banyak melakukan kebaikan yang tidak sengaja, sengaja ataupun melakukan kejahatan yang mungkin tidak kita ketahui, namun melihat fenomena yang ada di sekitar menunjukkan bahwa yang namanya kebaikan itu hanya horizontal/lurus ke depan dan tidak berusaha ditingkatkan pemahaman atau kesadaran lanjutan yang lebih baru.
Kebanyakan orang memaknai kebaikan itu saat dirinya memberikan sesuatu yang dimiliki, atau dapat dikatakan memberikan sedikit haknya untuk sesamanya yang membutuhkan. Terkesan materi, tapi yang lebih kentara ya seperti itu. Saat memberi jasa kepada orang lain tanpa memungut biaya kadang ada rasa atau pamrih yang tak terlihat, benarkah itu disebut kebaikan?. Misal ada teman yang minta bantuanmu pindahan kos dengan membawa segala barang-barangnya dan kamu pun membantunya, tapi suatu kali kamu punya hajat yang sama dan teman yang pernah kamu bantu itu kamu kontak untuk berniat minta bantuannya karena pertimbangan kalau dia dulu kamu bantu buatku itu adalah balas dendam. Aku melihat itu bukan keikhlasan, walau aku tidak benar-benar yakin dengan pendapatku, tapi jika niatmu memang dengan pertimbangan demikian, aku rasa itu bukanlah suatu kebaikan dalam arti sesungguhnya.
Padahal, kalau orang sudah berani membuat keputusan untuk menjadi baik ex menolong orang dll, maka dengan segala konsekwensinya ia mestinya harus berani jadi wadah untuk menampung segalanya. Baik tidak cukup dari kepemilikan untuk disalurkan, tapi lebih kepada kerelaan untuk menampung dan menjadi ruang bagi semua. Ia harus berani jadi keranjang sampah untuk menampung sampah-sampah yang berserakan atau bahkan jadi lautan yang menampung segala bangkai itu.
Kebaikan lahir dari hati, akal hanya mengakumulasi dan menganalisa kejadian kemudian diregulasi dengan banyak pertimbangan. Ia masih dipengaruhi logika dan kalkulasi yang membuatnya terkurung dalam hal menang-kalah, laba-rugi, menguntungkan-tidak. Tapi, hati melampaui segala yang dicapai akal, ia bermaqom di wilayah ‘rasa’ yang dapat sedikit mampu mencapai Tuhan. Dan kebaikan itu bukan perhitungan untuk mengakibatkan keuntungan, namun untuk cinta dan kasih sayang. Kebaikan itu luas dan mencakup, bukan mengekang, tapi mengayomi, bukan pamrih, tapi berani perih, bukan balas dendam, namun sanggup menampung.
Kebaikan tidak semudah memberi lalu pergi begitu saja, ia harus berani seperti matahari yang selalu menyinari alam sepanjang masa tanpa adanya rasa untuk pamrih. Banyak dari penyair yang telah sampai pada acara berpikir semacam ini, mereka menunjukkannya dalam karyanya. Simbol-simbol alam yang digunakan di dalam karyanya adalah representasi dari pemahamannya mengenai alam walau tidak bisa menyampaikannya secara keseluruhan karena kelemahan bahasa.
 Kebaikan adalah kesadaran keranjang sampah. Kesadaran untuk menampung segala.







Share:

0 komentar:

Posting Komentar