Di sini Ceritanya Wongsello


Jumat, 23 April 2021

Mampus Kau Dikoyak-koyak Memori..!!


Sesaat setelah ada yang menyinggung soal Amerika sebagai kegagahan fungsionalnya di dunia aku jadi konek dan teringat sebuah pertanyaan yang aku tujukan kepada guruku pak Fuady Abdul Jabbar di sekolah dulu sewaktu masih kelas X. Pertanyaan yang sangat aku kenang, pertanyaan yang pernah aku banggakan meskipun sebenarnya biasa saja, sebab mengapa juga aku kepo terkait pertanyaan itu, sepertinya ada sedikit pemantik dalam pembahasan waktu, maka reflek aku angkat tangan dan melakukan interupsi pertanyaan. Pertanyaannya soal Usamah Bin Laden yang waktu itu mati dibunuh Amerika, yang aku tahu karena sehari sebelumnya aku baca koran pondok. Dan itu juga mengapa aku bisa sambungkan ke masalah Amerika begitu mendengarnya. 

Aku tidak begitu ingat seluruhnya, kesan itu saja yang aku ingat dan kuat di memori. Sebetulnya, jika aku ingat-ingat juga memang dari MTs aku suka baca koran, bahkan sampai koran pembungkus nasi pun aku baca dan aku simpan yang bagus-bagus. Kegembiraan itu semakin menyenangkan setelah memasuki Menengah Atas, hampir tiap hari aku sempatkan lihat-lihat koran baik ketika berangkat-pulang sekolah atau sebelum-setelah makan di luar, ketika hari libur lebih inten dan santai sebab waktu yang luang, rubrik yang paling aku sukai adalah Opini. Aku bisa mempelajari banyak hal mulai dari gaya tulisan hingga pokok bahasan yang orang-orang kemukakan, ketika hari-hari besar seperti Hari Pahlawan, Sumpah Pemuda, 17 Agustus atau Kemerdekaan, Kartini, dll jadi makin asyik, menunggu sesiapa yang menulis tentang hari-hari besar itu. 

Aku pun bangga terhadap banyak keputusan yang aku ambil dulu masa sekolah tidak diintervensi oleh siapa pun, aslinya aku tidak begitu suka istilah bangga, tapi kuanggap itu hanya istilah saja dan terpaksa. Berulang kali aku terpanah dan selalu batinku, memoriku, berkaca-kaca, terdiam, dan bergetar dibuatnya saat mengingat semuanya. Dari masuk klub sastra waktu MTs kelas IX, Bikin cerpen hingga dicurigai pak Sutopo karena judulnya begitu seksi dan meski istilah-istilah di dalamnya aku pinjam dari komik One Piece, tugas kesenian, judul karya tulis sekali setor beres tanpa revisi, dll atas dasar keputusanku sendiri tanpa turut campur teman atau orang lain. Terkadang aku menyesali dan menyalahkan diriku beserta kehidupan luar hingga berujung pertanyaan, "Apa bakatku tersia-siakan?" 

Saat itu kans terbesar dalam hidupku adalah perihal sastra, aku punya kesempatan lebih untuk mengeksplorasi sebenarnya. Aku dapat jawaban itu setelah memahaminya ketika beranjak dewasa, nyatanya "bakat" itu sudah tumbuh sewaktu aku masih kanak-kanak, Sekolah Dasar. Dulu aku suka memberi julukan kepada orang lain, memanjangkan singkatan sekreatif mungkin, dll. Benar-benar sedih jika mengingat semuanya, sampai pernah mengatakan bahwa aku adalah orang jalanan juga menjelang umur 20-an.., waktu yang menggembirakan dalam penelitian-penelitian diri. 

Namun, aku mendapat jawabannya lagi, entah mengapa kesimpulan itu yang masuk di surosoku, "Mungkin bukan aku yang ditakdirkan seperti itu, aku hanya diberi tahu, diberi sedikit pengalaman" menjadi apa yang aku sebut-sebut tadi. Semuanya yang pernah aku bagi adalah bukan soal apa-apa, apalagi sok-sok hebat dan buat gaya atau pamer, bukan pula hal-hal profesional, semuanya hanyalah cerita biasa dari anak biasa, orang pinggiran yang pengen ngomong doang, aku tidak merasa bahwa segala tengtangku dapat manfaat atau tidak bagi orang lain, semuanya hanya pengingat dan tadabbur mengenai diriku sendiri, aku tidak punya apa-apa untuk dibagi-bagi. 

Aku tiada punya pencapaian dan kehebatan untuk dibanggakan, sekarang aku baru merasakan dan merayakan kesepian dengan penyesalan, karena tidak kunjung bisa mengangkat jiwaku menempuh jalan yang dikehendaki-Nya. Meski aku menyatakan jawaban itu, rasa-rasanya masih tersisa harapan untuk aku menyelesaikannya lagi hingga akhir peranku nanti. Baru kala itu, aku dapat menjawab dengan mantap apa dan bagaimana sesungguhnya aku. 

Share:

Penderitaan Is The Main Reason


Begitu banyak hal yang bisa ditulis dan yang aku suka adalah memulainya dengan cerita, karena lebih enak dan gampang. Temanku pernah mengatakan atau lebih tepatnya mempertanyakan setidaknya waktu itu, "mengapa penderitaan yang menguasai banyak hal, misal karya sastra" sangat banyak yang bisa dipetik dan dikaryakan melalui kanvas entah kertas atau media apa pun. 

Berupa-rupa puisi, lagu, lalu teknologi terkini tau ubahnya terbit dari penderitaan dan kegelisahan, kemudian aku memahaminya mengapa demikian, setidaknya dari pengetahuan liarku saja. Bahwa perihal Penderitaan itu nyatanya sudah dimulai sejak Bapak Adam AS diturunkan ke Bumi dari Surga. Saat itu juga hidup dimulai dari penderitaan, maka menjadi terang jika ketika hidup penderitaan lebih dominan ketimbang kegembiraan, minimal kesadaran itu muncul saat di dunia. 

Sudut pandang yang aku ambil sebagai contoh saja misalnya dari kehidupan ini, bahwa sejatinya manusia adalah senantiasa berusaha untuk terus menemukan dirinya yang sejati, maka tiada upaya untuk menemuinya selain menempuh kehidupan ini dengan melalui penderitaan. Aku tidak bisa membayangkan ada manusia yang bahkan tanpa penderitaan bisa melewati hidup ini, siapa yang tidak pernah merasakan penderitaan, semuanya menderita meskipun ada kadar kesesuaian atau menurut porsinya masing-masing, baik dari hal berat hingga remeh temeh. 

Siapa Nabi dan Rasul yang tidak menderita, apa Yesus tidak menderita, Budha bahkan mengatakan jika hidup ini adalah penderitaan dan manusia tidak bisa lepas daripadanya. Semua manusia menderita, Raja-raja legendaris juga menderita, Fir'aun menderita, Abrahah, Namrud, Gengis Khan, Duryudana, sampai Brawijaya dan Hamengkubuwono semuanya menderita, menurut penderitanya masing-masing. Jika pun rakyat tidak aku masukkan ke dalam kategori sebab sampai kiamat pun, memang rakyat selalu menderita jika mempunyai pemimpin yang adigang adigung adiguno. 

Penderitaan begitu dekat dengan manusia, sedekat kematian itu sendiri, penderitaan dapat dimanipulasi dimonopoli dan dimanfaatkan manusia berupa-rupa, namun menderita atau penderitaan itu pun hanya istilah. Manusia sejati mestinya sudah melewati tahap dan taraf hidup dalam fase penderitaan, bila kesadaran itu telah tumbuh sebetulnya penderitaan tak lebih dari prosesi kehidupan semata. Manusia sempurna yang islam menyebutnya insan kamil adalah manusia yang lepas dari sekat-sekat keduniawian tadi, ia telah lulus dan selesai hidupnya sebagai manusia, karena dirinya sudah penuh diri-Nya yang sejati. 

Mereka mengerti bahwa kehidupan ini adalah pancaran dari cahaya cinta sejati, Cahaya Maha Cahaya, kita hanyalah hologram yang sangat diada-adakan. 


Share:

Minggu, 11 April 2021

Gravitasi dan Janji Tuhan


Janji Tuhan seperti gravitasi dan alam semesta, ia bergerak atau jatuh ala kadarnya, sesuai massa, bobot, dan ukurannya, tidak prematur maupun terlalu lamban. 

Jika Alquran mengatakan bahwa janji Allah itu pastilah terjadi dan tidak usah mengharapkan secepatnya atau sebaliknya, maka aku menemukan koneksinya dalam lingkup alam semesta ini. Bermula dari stori temanku di instagram tentang gravitasi bumi yang jatuh tidak terlalu cepat ataupun lambat, aku pun jadi teringat firman Tuhan yang aku katakan itu. 

Jadi jika berpikir mengenai kenyataan dan keberlangsungan alam saja manusia pun sudah diberi jawaban dan dibentangkan penjelasan mengenai kalam-kalam-Nya dalam Alquran, bahwa dari melihat gravitasi saja hati kita dapat mempercayai begitu saja, walaupun dari akal diberdayakan untuk mengilmui dulu menurut ilmu modern, tetapi tetap saja kecepatan berpikir hati berkali-kali lipat dapat menempuh sekaligus menambah iman, ilmu, dan pengalaman roso. 

Sayang sekali ketika sekolah hal yang terlihat sepele itu dapat menjadi peneguhan iman dan pengalaman roso pun lalu lintas ilmu itu sendiri tidak ditemukan pola interaksi kreatif antar guru dan murid sehingga secara simultan dapat membentuk pengalaman dan pemahaman baru tentang tadabbur gravitasi. 

Padahal peristiwa itu berkali-kali kita alami, namun tiada pernah kita tersentuh batin dan tertegun pikiran kita, Sewaktu Eha Kartanegara menerangkan peristiwa yang persis sama soal gravitasi, beliau mengatakan bahwa gravitasi itu luar biasa, itu merupakan peristiwa yang luar biasa, karena kita sudah masuk dalam habit atau kebiasaan jadinya tidak luar biasa. 

Dan mestinya masih banyak yang belum kita ketahui, dalam konteks ini ilmuwan yang pekerjaannya selalu bersinggungan dengan alam mestinya menambah daya iman dan kepercayaan begitu kuat bahwa setiap kali mereka menemukan hal-hal baru, saat itu jua ribuan pintu rohani dan cakrawala dibuka selebar-lebarnya. Mungkin opiniku ini agak berlebihan, setidaknya ketika dihadapkan pada ilmuwan modern. 

Ketika Allah mengatakan tidak usahlah mengaharapkan pembalasan dipercepat atau memperlambatnya, janjiku pasti akan terjadi. Ternyata kita menemukan jawaban itu dalam konsep atau klausul alam semesta, padahal pun dunia belum kiamat, tetapi Alquran memang sudah memberikan segalanya, semesta yang terus berkembang "kun fayakun", grafitasi tidak pernah menyalahi aturan atau sunah Tuhan "soal janji Allah", "sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan" berikut perihal surga neraka sama saja, apakah itu Neraka atau Surga kitalah yang membuatnya demikian. 

Dan jika ada informasi yang mengatakan ketika kiamat matahari ada di sebelah barat, aku juga turut setuju dengan pertanyaan "Apakah Tuhan mau menyalahi sunah-Nya sendiri?" 

Apa itu semacam simbolisme atau itulah penunjukan bukti Kekuasaan-Nya, wallahu a'lam.. 
Share:

Sabtu, 03 April 2021

Pengetahuan, Ilmu, Piweling

 

Suatu bangsa akan mengalami silang-sengkarut zaman yang akan memaksanya untuk tetap survive dan bahkan maju, entah akan ada gejolak, bencana, kontroversi, perang, dan banyak variabel yang lain. Beragam wacana, pengetahuan, dan ilmu semakin diperlukan untuk menopang semua itu, setidaknya dalam konteks dunia, maka ketika bangsa sudah sedemikian majunya sebagai peradaban dan matang akan kehidupan mereka mestinya sudah dalam taraf wacana “piweling” sebab proses-proses tadi telah dijalankan.

Secara logika Manusia tidak bisa spontanitas melakukan suatu pekerjaan atau hal-hal yang belum pernah dikuasainya, apalagi belum pernah melihatnya secara nyata, atau katakanlah mengalami kenyataan (konkrit) dan empiris. Maka, dengan krusialitas persoalan kehidupan mau tidak mau manusia belajar untuk mengenali gejala-gejala yang memungkinkan dan akan terjadi pada hidup, yang akan aku awali dengan konsep Pengetahuan. Pengetahuan sebenarnya juga hal yang tidak bisa kita tempuh sepenuhnya, jika kita meminjam wacana agama, bahwa manusia tidak diberi pengetahuan/ilmu melainkan hanya sedikit, jadi kalau manusia merasa hebat dengan kemajuan yang telah dicapai saat ini, hal demikian hanyalah narsis dan GR kecil-kecilan yang dibesar-besarkan mereka sendiri.

Perkenalan manusia dengan pengetahuan dapat ditempuh dan melalui media apa saja, kita bisa saja bisa mengetahui sesuatu dari obrolan manusia, melalui kontak sosial, dari bebatuan, pohon, air, cahaya, dan segala partikel yang ada di dalam semesta yang kadang bisa disebut inspirasi. Karena pengetahuan sifatnya baru pengenalan, dus ia hanya baru urusan tahu, bahkan belum kenal dan mengenali, pengetahuan sudah ada di alam, manusia hanya sedikit bisa membahasakannya saja, sebab disebut bahasa mestinya memungkinkan untuk terjadi permasalahan yang aku katakan silang-sengkarut tadi. Untuk memecahkan soal itu diperlukanlah ilmu sebagai pengukur tekanan pengetahuan, banyaknya pengetahuan harus singkron dengan ilmu yang kita miliki, banyak pengetahuan hanyalah “omong kosong”, banyak ilmu mestinya seimbang dengan pengetahuannya, hal ini menyebabkan pengalaman.

Keilmuan manusia hari ini sudah dikatakan mutakhir, kalau mereka berpikir istilah itu baru nyata setelah mendekati kiamat meski kita juga tidak tahu kepastiannya, karena kita masih bodoh dengan gampangnya mengatakan mutakhir meskipun agak selip dalam transliterasi arab-indonesia yang artinya terlambat, namun maksud mereka itu yang namanya mutakhir ya pamungkas. Di saat waktu semakin berputar dan mereka lebih menemukan penemuan lagi masih akan disebut mutakhir atau akan ada nomenklatur lagi perihal penamaan kemajuan peradaban bangsa modern?. Maka dengan bekal pengetahuan dan ilmu yang sudah terukur tersebut suatu bangsa dikatakan mampu dalam mengelola minimal persoalan penghidupan ekonomi, pendidikan, kebudayaan, industri, peradaban menurut pandangan mereka sendiri.  

Setelah perihal pengetahuan dan ilmu/keilmuan, aku meminjam contoh peradaban bangsa Jawa, bangsa Jawa sudah menemukan hubungan vertikal horizontal mengenai hidup dan penghidupan, dengan sejarah bangsa yang sudah sedemikian tuanya, akan terlihat seperti apa bangsa ini ke depan mestinya dapat kita simulasi bersama. Bayangkan, jika Piramida Giza Mesir kuno yang katanya paling tua di dunia itu ternyata masih kalah jauh ketimbang “Piramida” yang ada di ditus Gunung Padang di Jawa Barat itu, yang diperpirakan umurnya 10.000 tahun SM, selisih sekitar 7,5 ribu tahun. Perjalanan jauh seperti bangsa Jawa sudah bisa dikatakan ialah bangsa besar yang mampu merangkum dunia dalam genggamannya, untuk itu gelar Rajanya adalah Hamengku Bawono. 

Nah, bangsa yang sedemikian besarnya itu mestinya telah menguasai pengetahuan dan keilmuan yang sangat mumpuni, dikatakan nenek moyang orang Jawa sudah pernah pergi ke planet-planet di tata surya, ini menandakan keilmuan di bidang asronomi sangat hebat, di zaman bangsa-bangsa di dunia tidak terdengar kabarnya. Kemudian, karena peradabannya yang begitu tingginya, bangsa Jawa menemukan teknologi Piweling/Pepiling atau Unen-unen, peringatan, peng-iling-iling.Sebagai peringatan dan kewaspadaan, hati-hati dalam menempuh hidup, sebab filosofi hidupnya bangsa Jawa sangat luhur, maka teknologi mutakhir, atau pemungkas, atau paripurna itu dijadikan kitab suci di dalam hati masing-masing. Jika di transfer ke islam, Piweling/Pepiling ini bisa berarti taqwa, bangsa yang sudah di taraf taqwa, mestinya ialah bangsa yang besar dan Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur.

 


Share:

Kamis, 01 April 2021

Embun #17


Ngopi adalah mengheningkan cipta, kreatif dan karya, tapi " Ngopi" adalah cara mencederai waktu dengan omong kosong...
Share: