Aku tidak begitu ingat seluruhnya, kesan itu saja yang aku ingat dan kuat di memori. Sebetulnya, jika aku ingat-ingat juga memang dari MTs aku suka baca koran, bahkan sampai koran pembungkus nasi pun aku baca dan aku simpan yang bagus-bagus. Kegembiraan itu semakin menyenangkan setelah memasuki Menengah Atas, hampir tiap hari aku sempatkan lihat-lihat koran baik ketika berangkat-pulang sekolah atau sebelum-setelah makan di luar, ketika hari libur lebih inten dan santai sebab waktu yang luang, rubrik yang paling aku sukai adalah Opini. Aku bisa mempelajari banyak hal mulai dari gaya tulisan hingga pokok bahasan yang orang-orang kemukakan, ketika hari-hari besar seperti Hari Pahlawan, Sumpah Pemuda, 17 Agustus atau Kemerdekaan, Kartini, dll jadi makin asyik, menunggu sesiapa yang menulis tentang hari-hari besar itu.
Aku pun bangga terhadap banyak keputusan yang aku ambil dulu masa sekolah tidak diintervensi oleh siapa pun, aslinya aku tidak begitu suka istilah bangga, tapi kuanggap itu hanya istilah saja dan terpaksa. Berulang kali aku terpanah dan selalu batinku, memoriku, berkaca-kaca, terdiam, dan bergetar dibuatnya saat mengingat semuanya. Dari masuk klub sastra waktu MTs kelas IX, Bikin cerpen hingga dicurigai pak Sutopo karena judulnya begitu seksi dan meski istilah-istilah di dalamnya aku pinjam dari komik One Piece, tugas kesenian, judul karya tulis sekali setor beres tanpa revisi, dll atas dasar keputusanku sendiri tanpa turut campur teman atau orang lain. Terkadang aku menyesali dan menyalahkan diriku beserta kehidupan luar hingga berujung pertanyaan, "Apa bakatku tersia-siakan?"
Saat itu kans terbesar dalam hidupku adalah perihal sastra, aku punya kesempatan lebih untuk mengeksplorasi sebenarnya. Aku dapat jawaban itu setelah memahaminya ketika beranjak dewasa, nyatanya "bakat" itu sudah tumbuh sewaktu aku masih kanak-kanak, Sekolah Dasar. Dulu aku suka memberi julukan kepada orang lain, memanjangkan singkatan sekreatif mungkin, dll. Benar-benar sedih jika mengingat semuanya, sampai pernah mengatakan bahwa aku adalah orang jalanan juga menjelang umur 20-an.., waktu yang menggembirakan dalam penelitian-penelitian diri.
Namun, aku mendapat jawabannya lagi, entah mengapa kesimpulan itu yang masuk di surosoku, "Mungkin bukan aku yang ditakdirkan seperti itu, aku hanya diberi tahu, diberi sedikit pengalaman" menjadi apa yang aku sebut-sebut tadi. Semuanya yang pernah aku bagi adalah bukan soal apa-apa, apalagi sok-sok hebat dan buat gaya atau pamer, bukan pula hal-hal profesional, semuanya hanyalah cerita biasa dari anak biasa, orang pinggiran yang pengen ngomong doang, aku tidak merasa bahwa segala tengtangku dapat manfaat atau tidak bagi orang lain, semuanya hanya pengingat dan tadabbur mengenai diriku sendiri, aku tidak punya apa-apa untuk dibagi-bagi.
Aku tiada punya pencapaian dan kehebatan untuk dibanggakan, sekarang aku baru merasakan dan merayakan kesepian dengan penyesalan, karena tidak kunjung bisa mengangkat jiwaku menempuh jalan yang dikehendaki-Nya. Meski aku menyatakan jawaban itu, rasa-rasanya masih tersisa harapan untuk aku menyelesaikannya lagi hingga akhir peranku nanti. Baru kala itu, aku dapat menjawab dengan mantap apa dan bagaimana sesungguhnya aku.
0 komentar:
Posting Komentar