Di sini Ceritanya Wongsello


Jumat, 23 April 2021

Penderitaan Is The Main Reason


Begitu banyak hal yang bisa ditulis dan yang aku suka adalah memulainya dengan cerita, karena lebih enak dan gampang. Temanku pernah mengatakan atau lebih tepatnya mempertanyakan setidaknya waktu itu, "mengapa penderitaan yang menguasai banyak hal, misal karya sastra" sangat banyak yang bisa dipetik dan dikaryakan melalui kanvas entah kertas atau media apa pun. 

Berupa-rupa puisi, lagu, lalu teknologi terkini tau ubahnya terbit dari penderitaan dan kegelisahan, kemudian aku memahaminya mengapa demikian, setidaknya dari pengetahuan liarku saja. Bahwa perihal Penderitaan itu nyatanya sudah dimulai sejak Bapak Adam AS diturunkan ke Bumi dari Surga. Saat itu juga hidup dimulai dari penderitaan, maka menjadi terang jika ketika hidup penderitaan lebih dominan ketimbang kegembiraan, minimal kesadaran itu muncul saat di dunia. 

Sudut pandang yang aku ambil sebagai contoh saja misalnya dari kehidupan ini, bahwa sejatinya manusia adalah senantiasa berusaha untuk terus menemukan dirinya yang sejati, maka tiada upaya untuk menemuinya selain menempuh kehidupan ini dengan melalui penderitaan. Aku tidak bisa membayangkan ada manusia yang bahkan tanpa penderitaan bisa melewati hidup ini, siapa yang tidak pernah merasakan penderitaan, semuanya menderita meskipun ada kadar kesesuaian atau menurut porsinya masing-masing, baik dari hal berat hingga remeh temeh. 

Siapa Nabi dan Rasul yang tidak menderita, apa Yesus tidak menderita, Budha bahkan mengatakan jika hidup ini adalah penderitaan dan manusia tidak bisa lepas daripadanya. Semua manusia menderita, Raja-raja legendaris juga menderita, Fir'aun menderita, Abrahah, Namrud, Gengis Khan, Duryudana, sampai Brawijaya dan Hamengkubuwono semuanya menderita, menurut penderitanya masing-masing. Jika pun rakyat tidak aku masukkan ke dalam kategori sebab sampai kiamat pun, memang rakyat selalu menderita jika mempunyai pemimpin yang adigang adigung adiguno. 

Penderitaan begitu dekat dengan manusia, sedekat kematian itu sendiri, penderitaan dapat dimanipulasi dimonopoli dan dimanfaatkan manusia berupa-rupa, namun menderita atau penderitaan itu pun hanya istilah. Manusia sejati mestinya sudah melewati tahap dan taraf hidup dalam fase penderitaan, bila kesadaran itu telah tumbuh sebetulnya penderitaan tak lebih dari prosesi kehidupan semata. Manusia sempurna yang islam menyebutnya insan kamil adalah manusia yang lepas dari sekat-sekat keduniawian tadi, ia telah lulus dan selesai hidupnya sebagai manusia, karena dirinya sudah penuh diri-Nya yang sejati. 

Mereka mengerti bahwa kehidupan ini adalah pancaran dari cahaya cinta sejati, Cahaya Maha Cahaya, kita hanyalah hologram yang sangat diada-adakan. 


Share:

0 komentar:

Posting Komentar