Di sini Ceritanya Wongsello


Rabu, 18 Mei 2016

Silaturahmi ke Gereja Santo (HKBP JOGJA)

                                           
        Ilustrasi. - Tapak Dunia.Com 

Senja di sore itu telah menemui titik akhir (19/4/2016). Saya tiba di emperan depan Poliklinik UIN Sunan Kalijaga bersama seorang teman (16.45) namun, belum ada tanda-tanda teman lainnya hadir, sehingga kami memutuskan untuk menunggu sampai jam 17.00. Detik demi detik akhirnya mereka muncul satu per satu tepat pada jam 17.00, kami berangkat langsung menuju ke Gereja Santo (HKBP JOGJA) yang sebelumnya sudah janjian dengan pendetanya yang notabene juga tugas dari dosen kampus. Setelah muter-muter selama dua puluh menit, akhirnya sampai juga di lokasi (17.25). Tanpa pikir panjang saya masuk saja diikuti yang lain sembari memarkir motor, terlihat dari luar bapak pendeta sedang berjalan ke arah kami lalu mempersilahkan kami masuk ke dalam.

 Dengan sedikit rasa segan kami memulai percakapan yang sebetulnya bapak pendeta sudah tahu maksud kedatangan kami. Yah ,, tentu saja ini adalah suatu kunjungan yang belum pernah sama sekali sebelumnya, berkunjung ke Gereja adalah pertama kali bagi kami, tetapi inilah yang terjadi. Bukan apa-apa , justru ini adalah moment yang sangat bagus untuk mengamalkan ‘’Bhinneka Tunggal Ika’’.

Menjaga keharmonisan antar umat beragama agar bangsa Indonesia tetap kukuh dan Eka untuk selamanya. Alasan kenapa Indonesia masih bisa hidup berdampingan sampai sekarang, adalah karena kita dapat menghargai perbedaan, menjaga keharmonisan dalam sebuah hubungan, Sekaligus memperkuat tali silaturahmi sehingga siapapun merasa dihargai dan inilah yang musti dijaga lagi diamalkan selalu. Bapak pendeta mengawali perbincangan dengan menceritakan sejarah Gereja Santo ini dilanjutkan pertanyaan dari kami, beliau menceritakan segala seluk beluk berdirinya Gereja dari zaman penjajahan hingga kini. Walaupun, kami tidak bisa menangkap semua ceritanya secara keseluruhan, tetapi pada intinya kami mengetahuinya.

Ilustrasi. - Tapak Dunia.Com 

Gereja Santo (HKBP JOGJA) berdiri pada tanggal, 7 April 1946. Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia gereja ini beralih fungsi menjadi masjid jadi, kalau hari jumat dipakai untuk jumatan dikarenakan karena keterbatasan tempat bangunan ibadah. Di sana kami di ajak berkeliling Gereja guna mengetahui fungsi-fungsi ruangannya. Di tempat ibadahnya, ruangan pendetanya dan lain-lain. Kami juga bertanya bagaimana caranya untuk men jadi pendeta bahkan, di respon bapak pendetanya ‘’apa kalian mau jadi pendeta?’’ di ikuti gelagak tawa dari kami, dan kami saling lempar, saling tuduh ‘’itu pak, Dea (teman kami) itu lho mau jadi pendeta ‘katanya’, haha.., di barengi tawa kami semua juga bapak pendeta.

 Kemudian bapak pendeta menjelaskan, ‘’jika ingin menjadi pendeta di Gereja ini, syaratnya yaitu harus  alumni UKDW jurusan Teologi (kalau Katolik Filsafat) kebetulan kami dapat tugasnya di Protestan, dan juga masa persiapannya atau uji cobanya selama tiga tahun sedang, Katolik tujuh tahun. Ada satu pernyataan yang membuat saya suka dengan apa yang disampaikan bapak pendeta, yakni  “bahwa ibadah itu bukan karena perintah, melainkan untuk merasakan kehadiran Tuhan  (melalui dorongan jiwa) ‘’pungkasnya’’.

Tidak terasa perbincangan kami cukup lama hingga waktu menunjukkan pukul 20.15, merasa cukup dengan apa yang kami dapat, akhirnya kami pamit untuk kembali ke tempat masing-masing. Malam itu kami mendapat banyak pengalaman dan ilmu yang belum pernah kami temui sebelumnya. Tepat  pada pukul 20.30 kami pulang ke rumah setelah sebelumnya berpamitan. Sebenarnya masih banyak lagi yang ingin saya sampaikan, karena keterbatasan pemahaman jadi gak berani untuk meng-explorer  yang notabene pemahaman saya masih parsial-parsial. Silaturahmi merupakan suatu kesempatan emas untuk menumbuhkan serta membangun kepercayaan, keharmonisan, serta menjalin hubungan mesra dengan sesama. Dengan berkunjung atau dikunjungi, kita merasa dihargai dan diinginkan.


 Jangan pernah lupa!!! Kenapa Indonesia masih bisa hidup berdampingan, bergandengan sampai sekarang, karena itulah yang dinamakan ‘’Bhinneka Tunggal Ika’’ , kita boleh berbeda, tetapi jangan pernah lupakan dari mana kita berasal, dari mana kita di besarkan. Kita jangan pernah memandang siapa-siapa, jangan memandang perbedaan, justru karena perbedaanlah yang membuat Indonesia lebih berwarna-warni. Perbedaan itu indah, Kita  tetaplah ‘Satu Jua’. Mari kita jalin selalu keharmonisan hubungan ‘bangsa Indonesia’ untuk kedepannya, agar dapat memberi senyum yang menyinari  ‘Nusantara’ dan dunia.
Share:

1 komentar: