Di sini Ceritanya Wongsello


Selasa, 30 Agustus 2016

Jadi kita Fastabiqul Khoirot, Apa Fastabiqul Followers?

  fotogrid.com


Kebaikan adalah kerelaan seseorang mengorbankan moril maupun materilnya demi kemanfaatan bagi dan untuk yang lain. Dengan berbuat baik, kita akan memperoleh kebaikan kembali sekaligus memperbaiki tali silaturahmi. Pun yang saya pahami seperti itu. Di zaman yang serba guna dewasa ini, kebutuhan akan teknologi tak terelakkan lagi terlebih gawai misalnya, dengan godaan aplikasi yang aneh-aneh dan mudahnya di install  siap mempergunakannya.


Agaknya, kebutuhan yang semudah itu menjadi permasalahan di lini kehidupan, ah bukan begitu bahasanya, kadang memberi beban tersendiri. Ternyata teknologi yang tidak tepat penggunaannya membuat kesalahan yang permanen sepertinya. Coba kita lihat, berbuat kebaikan riil (dalam arti yang sebenarnya) yang dulu menjadi perlombaan dan saling memacu, sekarang sepertinya kurang berlaku karena tersisih oleh kemampuan teknologi, berikut karena injeksi aplikasi dalam smartphone seperti akun sosial, saat hadirnya aplikasi yang Di bumbui followers maka, fastabiqul khoirot atau berlomba dalam kebaikan menyebabkan devaluasi dan dekadensi, lebih ngerinya lagi kalau degradasi, semoga itu tidak berlaku. Karena yang terjadi dewasa ini adalah bukan lagi berlomba-lomba dalam kebaikan namun, berlomba-lomba mencari pengikut (baca;  followers


Dahulu jauh sebelum sekarang ini, Allah dan Rasulullah telah menganjurkan agar berlomba-lomba dalam kebaikan (baca;  fastabiqul khoirot), begitu pentingnya hal itu hingga Allah sekalian nabi pun menganjurkannya secara langsung. Jika mau mundur (baca; ingat lagi) zamannya nabi dan para sahabat, yang akan ditemukan di sana adalah manusia unggul nan mumpuni intelektualitasnya yang mengerti betul makna dari fastabiqul khoirot, karena berbuat kebaikan adalah keikhlasan yang luar biasa menurut saya. Mereka seutuhnya memahami itu, dan dengan kebaikan pula akan menjadi kredit poin nantinya, atas izin Tuhan.


Berbeda dengan sekarang, alih-alih berlomba-lomba dalam kebaikan eh malah berlomba mencari followers. Saya tidak tahu ya, kenapa makhluk bernama followers ini begitu mengintervensi orang. Banyak dari kita disibukkan dengan mencari followers abstrak itu. Lihatlah orang-orang kita disini, sering kali saya menemukan banyak dari mereka sibuk membicarakan followers, dengan bangganya memamerkan followers, bahkan ada yang mengupload video segala untuk berterima kasih kepada followers atau 'pengikut' begitu bahasanya. Ini apa maksudnya hah,, memang dengan banyak followers akan memudahkan hidup kita, emangnya followers akan memberikan syafaat kelak di hari tiada duanya, memangnya followers itu surplus kredit poin apa?, atau bahkan kita  sok-sokan menjadi pemimpin dan menaungi followers, tiga kata untuk itu 'absurd sekali gais!'.


Akun sosial, popularitas bahkan otoritas malah dijadikan ajang pencarian followers, ya memang tidak semua sih, tapi tetap saja ada saja yang terobsesi dengannya. Tidak Twitter, Instagram, dsb muaranya bisa ditebak pasti salah satunya soal followers. Jika keterusan seperti ini, bagaimana bisa menyebut diri kita pengikut nabi. Alih-alih menjadi followers nya Tuhan dan Rasul, eh malah jadi followers nya teknologi. Mohon maaf, bukannya anti, tapi kita juga ingat hidup adalah mencari Tuhan, bukan mencari followers yang sering orang didambakan. Toh itu tidak konkret. 


Lebih konkret lagi, jika guru kita mencontohkan 'alkhoirot' (baca;  tauladan)  kepada anak didiknya, pemerintah berlaku adil dan jujur serta bijaksana, dan pedagang menjajakan dagangannya dengan jujur maka, peradaban macam apa yang akan kita dapatkan? Sungguh luar biasa. 


Bayangkan, Rasulullah Muhammad itu tidak punya akun sosial, tapi lihatlah pengikutnya, jika nabi punya sosial media tidak bisa dibayangkan akan ada berapa angka yang terakumulasi atas nama followers dan tidak akan bisa tuk kita kalkulasikan. Maka dengan demikian, mari kita kembali pada khittoh yang telah terlupakan ini, kita luruskan lagi jalur yang keluar garis tersebut, agar dapat kembali ke jalan yang mustaqim itu. Kita bukan menyuruh, tapi kita mengajak agar sama-sama kembali untuk mencari Tuhan dan menjadi pengikutnya Kanjeng Rasulullah Muhammad saw.


                                 Yogyakarta, waktu dzuhur,,
Share:

0 komentar:

Posting Komentar