Jogjapos.com
Mitos adalah cerita warisan dari leluhur yang banyak dianggap kebenarannya. entah itu memang benar atau tidak, saat ini telah menciptakan berbagai asumsi dan menjadi suatu pengetahuan masyarakat. Yang semulanya merupakan cerita rakyat, kini telah menjelma menjadi suatu tradisi pengetahuan dan akan terus membudaya barangkali.
Ditengah modernitas zik zak ini, masih saja bergulirnya mitos-mitos zaman dahulu. Misalnya saja di Yogyakarta, di sana ada mitos yang saya yakin kalian pernah mendengarnya, bahkan anda sendiri melakoninya. Adalah mitos dua pohon beringin berjajar yang berada di Yogyakarta, tepatnya di alun-alun selatan atau bisa dibilang 'alkid', begitu kami menyebutnya.
Ceritanya, yang bisa berjalan melewati dua pohon beringin itu tanpa melihat (baca: mata telanjang) dengan tidak melenceng maka, dia adalah manusia pilihan yang bersih hatinya dan apa yang menjadi keinginannya terkabulkan.Terlepas dari konteks itu, seiring berjalannya waktu saya berpikir ini adalah suatu kearifan budaya lokal, bukan sekadar cerita mistis belaka, kenapa? Begini, ketika orang bicara tentang mitos, saya rasakan hal pertama yang menjadi objek itu pasti alam, kedua barang gaib atau makhluk astral. Suatu realitas alam yang dikaitkan dengan hal gaib bukan serta merta kejadian sungguhan, barangkali itu merupakan clue, bahwa orang-orang pada zaman dahulu ingin menyampaikan pesan kepada generasi ke depan.
Jadi ada pesan yang tersimpan dalam suatu mitos tertentu, dan mereka ingin kita mengetahui yang sebenarnya. Namun, alangkah ironisnya kita belum sepenuhnya mengerti itu, alih-alih mengamini ekspektasi para leluhur eh malah hanyut dalam peradaban cerita rakyat tanpa memfilter terlebih dahulu makna dari sebuah cerita mitos.
Mitos pohon beringin di Jogja itu sebenarnya merupakan suatu kearifan budaya lokal yang berkaitan dengan realitas alam menurut saya. Analoginya seperti ini (dalam konteks mitos di atas) orang terdahulu mengajarkan bahwa dalam melangkah maju, pandangan kita harus benar-benar terbuka lebar, lebih lagi dalam satu pandangan terkaver seribu penglihatan, seorang murid di suruh gurunya fokus pada satu titik di depan, akan tetapi dia bisa menghindari serangan dari belakang, ha,, ini lho yang disebut satu pandangan tersimpan seribu penglihatan. Ibarat orang kafir itu seperti orang yang berjalan diantara pohon beringin tadi dengan mata tertutup, karena hijab itulah mereka tidak bisa menemukan jalan, dan karena Tuhan tidak membukakan mata hatinya itulah menjadikan mereka benar-benar sesat arah dan tujuan.
www.hipwee.com
Orang kafir kenapa kok tidak tahu jalan (baca: sesat), kenapa tidak bisa membedakan mana yang layak di sebut Tuhan, dan kenapa mereka mengambil tiket akhirat selain dari Muhammad??? Apakah islam yang diajarkan nabi Muhammad saw tidak cukup kuat menarik hati mereka hmm. Karena hati mereka telah tertutup dari pintu Rahmat -Nya hingga tidak tau arah dan membedakan bagaimana harus berjalan lurus!.
Karena manusia akan benar-benar berada di jalan yang mustaqim jika Tuhan sudah merelakan apa kehendak-Nya, dan itulah manusia pilihan, manusia yang bersih hatinya. Lalu mengenai mitos di atas, kita sebenarnya diajarkan untuk melihat masa depan dengan mata yang memandang, bukan tertutup oleh sesuatu pun, karena bagaimanapun juga yang namanya penghalang tetaplah pengganggu jalan. Begitulah kearifan budaya bekerja.
0 komentar:
Posting Komentar