 |
wongsello.times |
Nama-nama yang diajarkan Tuhan kepada Adam
Membuka ruang di tahun 25 ini mengantarkanku pada serangkaian pemahaman tentang nama-nama yang pernah Tuhan ajarkan kepada Adam. Tak pelak banyak muncul pemahaman-pemahaman atau tafsir-tafsir untuk mencari makna ayat tersebut. Aku sendiri percaya bila nama-nama yang diajarkan Tuhan kepada Adam itu merupakan sesuatu yang sifatnya cakrawala. Artinya hal-hal seperti fenomena alam, kosmos semesta, suatu yang tidak sesederhana hanya soal benda, layaknya terjemahan atau lebih tepatnya penafsiran dalam alquran kemenag itu.
Nama-nama ini aku rasa begitu banyaknya sehingga malaikat sendiri pun tidak mengetahui tentangnya. Oleh karena itu, Tuhan menantang mereka untuk menyebutkan nama-nama yang diajarkan kepada Adam jika mereka pada pihak yang benar. Satu hal yang bisa diterangkan, Tuhan dengan segala sifatnya yang luar biasa kayaknya tidak mungkin jika Adam hanya diberi tahu perihal benda-benda yang sebenarnya manusia bisa menamainya sendiri. Lantas, dengan paham demikian bagaimana manusia masa depan akan mengetahui dan memahami setelah Adam?
Tuhan sendiri yang bilang jika wahyu akan terus turun di dunia, bahkan lebah saja mendapat wahyu masak manusia tidak, ada juga yang bilang jika per detik kehidupan ini beribu-ribu ilmu ditebar Tuhan di dunia, dan berkali-kali kita pergoki sabda-Nya dalam Alquran "Afala ta'qilun, afala tatafakkarun". Bagiku, itu sendiri merupakan kunci-kunci yang diberikan kepada manusia oleh-Nya, untuk selalu mencari, memahami, dan mengerti luasnya wahyu Tuhan itu. Mungkin wajar timbul pertanyaan, sebenarnya apa saja nama-nama itu? Tidak ada jawaban soal itu, tapi barangkali kasusnya sama seperti apa itu alif, lam, mim dll. Sejauh ini masih simpang siur atas tafsiran terkait; ada yang mengatakan itu Allah, Jibril, dan Muhammad, ada juga yang mengatakan untuk memulai suatu ayat, dalam artian permulaannya, lebih jahat lagi jika diartikan pemanasan dalam taqroul quran. Tidak ada jawaban, aku sendiri juga punya pandangan jika huruf-huruf tersebut adalah sumpahnya Alquran sendiri, entah. Tidak ada jawaban, itu hanya cara untuk menjelaskan sesuatu.
Nama-nama itu secara informatif belum terjelaskan secara spesifik, rasanya sama seperti kiamat, tidak ada yang tahu. Apa nama-nama itu juga informasi untuk sampai hari kiamat? Tuhan yang bisa menjawab.
Tetapi, jika manusia tidak benar-benar mentadaburinya ini berbahaya dalam hal pemahaman dan menjaga nilai kesucian alquran. Akhirnya jadilah tafsiran tadi, nama-nama itu dipahami sebagai benda. Tapi mengapa pemahaman ini terjadi? Dan apakah tafsiran itu sendiri sebenarnya malah mencemari kesucian Alquran?
Nama Lebih Identik Dengan Benda
Ketidaktahuan ini nyatanya berdampak buruk dalam pemahaman. Apa ini terinspirasi teori barat? yang artinya materialisme. Sayangnya, ketika informasi perihal nama-nama tersebut tiba pada manusia malah menemukan tafsiran yang secara perasaan dan logika tidak masuk akal. Tidak ada yang tahu persis makna Alquran, bahkan sampai sejauh ini hanya tafsir-tafsir, apalagi aku. Tapi, manusia bisa mentadaburinya, tidak ada yang menyalahkan perihal tafsir, toh pemahaman sendiri bisa bertambah dan malah bertolak belakang dari yang sebelumnya. Namun, ada yang namanya rasa dan intuisi dalam menentukan putusan. Dan sekali lagi, apakah benar bila Tuhan mengajari Adam hanya sebatas nama-nama benda? Dengan segala ke-Maha-an-Nya itu. Rasanya Itu mustahil.
Kecemasan ini berlanjut kesimpulan, bahwa kebanyakan "nama-nama" yang sampai pada manusia itu menjadi benda, seolah-olah semua dibendakan, banyak contohnya. Misal orang dikatakan Islam, jika terlihat dari caranya ritual maupun tanda yang tertera di KTP, hal itu sendiri otomatis menjadi pemahaman umum, perihal ritual ini semudah disimbolkan dengan ajaran tertentu itu pun dianggap benda, karena tidak bisa bergerak dan bernilai, sepele dan simpel sekali. Bahkan namanya berkembang menjadi islam liberal, islam radikal, islam moderat, apa sesungguhnya nama-nama itu? Justru nama-nama itu memberi sentimen-sentimen terhadap islam sendiri. Islam ya islam, tidak ada embel-embel, kalaupun ada ya "Rahmatan Lil Alamin".
Tapi pemahaman manusia sekarang baru sampai jika ia sholat, berhijab, dan melakukan ritus-ritus agama terkait otomatis dianggap islam. Itu paham materialis. Padahal islam menawarkan jalan keselamatan, namanya keselamatan ketika ia bergerak dan dinamis atas semua zaman-zaman, kumpulan nilai-nilai yang mampu menjawab problem-problem sosial dan keagamaan. Islam mengurus semua hal mulai dari software, nilai-nilai, mengurus orang bersosial, beragama, orang mati, ekologi, sampai mengurus negara dalam arti sosial kemasyarakatan hingga menghubungkan manusia dengan Tuhan. Itu nilai-nilai luhur yang tidak bisa dipahami hanya sebatas kebendaan.
Aku jadi teringat ajaran HMI MPO dulu ketika pernah aktif. Mereka mengatakan jika semua hal dapat dimaterikan, waktu itu aku bertanya apa materi dari cinta? Jawabannya adalah mobil buat kekasih yang memungkinkannya suka, itu dianggap materi cinta. Oh. Aku agak menyesal kenapa dulu tidak bertanya apa materi dari Tuhan?
Belakangan, baru saja aku menemukan sesuatu, bukan jawaban ya. Benar, Tuhan sendiri bisa dimaterikan. Ambil sampel cahaya, karena pemahaman manusia yang paling dekat dengan Tuhan baru itu. Kita sebagai makhluk atau ciptaan adalah murni dari Tuhan, ada penjelasan di Alquran yang mengatakan jika manusia diciptakan dari tanah lalu Tuhan menciprati ruh-Nya ke dalam tanah itu lalu hiduplah manusia. Kita juga ingat teori di mana 'Big Bang' mengatakan adanya suatu ledakan dahsyat kemudian berputar-putar, menjadi kumparan-kumparan, membentuk gas, nebula, akhirnya terciptalah jagat raya.
Dari mana ledakan itu, ada yang mengatakan bermula dari cahaya. Jika benar Tuhan berasal dari cahaya, maka semua makhluk atau ciptaan-Nya ini pastilah mengandung cahaya. Jadi berangkat dari sana bukankah manusia dan alam semesta ini juga merupakan bagian dari cahaya?.
Selanjutnya apakah terjawab pertanyaan Tuhan itu dapat dimaterikan? Tenang dulu, aku katakan itu bukanlah jawaban, hanya cara untuk menjelaskan sesuatu.
Apa Tuhan tersinggung dengan pemahamanku, aku rasa tidak, Dia sendiri yang menciptakan akal dan rasa ini dengan kemampuan sebebas-bebasnya (pinjam istilah Ahmad Wahib). Suatu hal wajar bagi anak muda memikirkan jagat ufuk-ufuk cakrawala ini.
Sederhananya, ketika cakrawala dipersempit menjadi nama-nama benda, ia akan mandek dan statis. Artinya manusia kini salah sangka dengan nama-nama atau istilah-istilah yang sering digunakan itu. Dan doktrin itu berhasil, sebab jika kita mengingat suatu nama-nama, otomatis bayangan kita pertama kali adalah benda-benda atau simbol itu, karena kita dikenalkan oleh nama-nama melalui simbol-simbol itu. Mereka menciptakan nama-nama itu, kita menciptakan nama-nama itu, nama-nama itu hanyalah ciptaan manusia saja.
Pertanyaannya, bagaimana jika nama-nama itu adalah "Asmaul Husna"? Nama-nama Tuhan sekalian sifat-sifat-Nya. Itu Tuhan sendiri yang memberi tahu, bukan buatan manusia jadi..
Mudah saja, dijawab pertanyaan saja, sampai mana pemahamanmu tentang Tuhan? Dialah segala-galanya. Sejujurnya nama-nama "Asmaul Husna" itu sendiri merupakan cakrawala-cakrawala yang mesti di selami jauh ke dalam. Dan lagi, Tuhan kholik, manusia makhluk, jelas sekali perbedaannya.
Cahaya Maha Cahaya
Cahaya adalah Muhammad, Maha Cahaya adalah Alloh, turun ke bawah meledak dan membentuk kehidupan.
Perihal cahaya aku singgung di awal tadi, Alquran mengatakan "Nuurun Ala Nuur" cahaya di atas cahaya / Cahaya Maha Cahaya. Jika yang pertama, maka Allah dulu baru Muhammad, kedua Muhammad dulu baru Allah. Terserah, aku tidak membenturkan keduanya ini, intinya ada cahaya dan supra-cahaya.
Ada dua cahaya besar, pertama cahaya Allah, kedua cahaya / Nur Muhammad.
Kun Fayakun, Islam, dan Kehidupan
Mbah Nun pernah mengatakan, Kun Fayakun maka mulai berlangsunglah islam. Aku jadi teringat pitutur mas Iman yang menanggapi pernyataan mbah Nun ketika launching majalah sabana di Rumah EAN, Kadipiro, Jalan Wates. Di sana Mbah Nun mengatakan jika kita harus mencari ayat-ayat Tuhan yang tidak tertulis. Walau tidak satu waktu yang sama mas Iman mengatakan, bisa saja hal itu selip jika dipraktekkan secara sembarangan di kehidupan sosial. Jelas, maksudnya apakah orang-orang akan siap akan hal tersebut bila tidak mempunyai standar pemahaman yang sama. Apalagi waktu itu dipertegas oleh Brotoseno, sadar ia mengatakan dengan gaya khas misah-misuhnya bahwa ini lho yang dimaksud mas'e (mbah Nun) akan ayat yang tidak terlihat itu (menunjuk diri atas perkataannya). Tidak ada yang menyela dan membantah omongannya, aku sendiri pun setuju, memang perkataannya ada benarnya kok, bisa dicek sendiri, aku lupa. Oke.
Pemahaman lanjut pernah aku uji dan timbang-timbang apakah tidak apa-apa dengan aku mempunyai pandangan sendiri. Bahwa "Kun Fayakun" kalau menurutku artinya adalah apa yang aku inginkan, itulah yang akan terjadi. Subjek "Aku" jelas maksudnya adalah Tuhan Allah. Perihal yang terjadi adalah islam yang berlangsung, masuk ke pemahaman mbah Nun, maka sesungguhnya yang berlangsung itulah namanya kehidupan. Islam itulah kehidupan, pun sebaliknya. Jalur keselamatan artinya kehidupan, selamat ya hidup namanya. Sederhananya, berlangsunglah islam sama dengan berlangsunglah kehidupan, meliputi sistem nilai semesta, metabolisme alam, rotasi, revolusi planet-planet di jalurnya masing-masing sehingga tidak terjadi benturan planet-planet angkasa dan sebagainya.
Hidup tok, orang bisa mengartikan itu suatu hal, tapi kehidupan bermakna mencakup banyak hal. Terjadinya interaksi, dialektika, dinamika dalam lingkup ruang besar, entah ekosistem atau bioma, bahkan semesta alam. Melalui ajaran islam yang menyelamatkan, kehidupan lebih terbangun sempurna jika pemahaman tentangnya dapat presisi dan pas. Keberlangsungan kehidupan dapat bermakna luas, tapi borok dan rasa sakit selalu ada di setiap zaman. Yang terasing akan kembali menjadi asing, bahagialah mereka yang terasing. :)(: