Di sini Ceritanya Wongsello


Senin, 24 Februari 2020

Tersentak dan Tersentuh

scrennshoot foto whatsapp 


Aku mendapat faktanya kalau orang Indonesia memang manusia optimis dan santai di dunia. Kemarin sekali (13 November), ketika aku dan kawan-kawan menghadiri undangan berjanjinan untuk selapan hari (35 hari *hitungan Jawa_red) anaknya temanku itu. 

Ia berprofesi sehari-hari sebagai ojol (ojek online), sehingga pekerjaan kesehariannya adalah mengaspal di jalanan. Sewaktu aku bertanya perihal waktu ngojeknya itu, aku kira ia dari pagi sekali berangkat menjemput rejeki, tapi aku tidak menemukan jawaban di sana. Anehnya ia mengatakan bahwa "aku malah tidak kerja sejak anakku lahir, mungkin jarang maksudnya. Lalu katanya, "rejeki sudah ada yang ngatur". Ia ngomong dengan begitu santai, yakin, dan optimis. 

Coba bayangkan dan cari di belahan dunia lain, mana ada manusia yang sebegitu optimisnya soal rejeki kalau tidak orang Indonesia?. Aku benar-benar semakin yakin dan optimis jika orang Indonesia memang orang yang kuat dengan tetap menjaga kewarasan dalam kehidupan. 

Sadar entah tidak, tapi kuyakin itu dalam kesadaran, aku menemukan sesuatu yang baru soal ini. Kau bisa bayangkan bagaimana mengurus keluarganya hanya dengan asumsi "Rejeki sudah ada yang ngatur" kau pikir siapa yang berani ngomong seperti itu dalam kehidupan nyata, bukan sandiwara teater, meski hidup ini memang sandiwara. 

Kita tidak bisa menghukuminya dengan prasyarat materi atau penilaian budaya, ini adalah keberanian dalam menjalani kehidupan. Dan siapa yang tahu jika temanku ini diam-diam bergerak dalam suatu pekerjaan yang lain, atau pun sebelumnya ia telah menyiapkan bekal dan tabungan untuk mengurus bayinya yang masih 35 hari waktu itu. 

Aku sejujurnya tersentak dan tersentuh hati mendengarnya, gila! ini aku benar-benar mendengarnya secara langsung. Walau ku lihat matanya harap-harap cemas, tapi kata-katanya murni dari hatinya, begitu yang kulihat. 

Namun, belakangan aku tidak heran manakala melihat kembali di kehidupan sebelumnya. Ia memang sudah melewati banyak hal, pengalaman, ilmu, dan keberanian menghadapi hidupnya. 

Sewaktu masih kuliah, ia sudah harus menjajakan dagangannya berupa donat dari warung ke warung, tidak bisa seperti teman-teman lain yang terjamin kuantitas finansialnya. Tidak perlu tahu berapa penghasilannya, ini sudah merupakan sikap pejuang sejati bagi anak muda. Ia pernah jualan kripik talas, pernah jadi pegawai cuci mobil, karyawan Brutus, jualan casing hp, mengurus orang tua, katakanlah seperti baby brother, dan sekarang ngojek. Bahkan, mungkin lebih banyak lagi, semua itu dijalaninya dengan hati lapang dan sabar. 

Mengeluh sesekali adalah kewajarannya seperti manusia pada umumnya, tapi nilai-nilai yang tetap dibawanya ialah perjuangan yang tanpa tahu menyerah. 

Ia pernah jadi takmir atau marbot selama sepuluh tahun, di Masjid Baitul Arqom, Sorowajan Baru, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Ia benar-benar orang hebat dan sabar, aku kagum dengannya. 

Terakhir aku dengar kabarnya ketika ia menikah di tahun 2018, sendirian pergi ke tempat akad dan resepsi tanpa dibarengi keluarga atau pun teman, sedang keluarganya dari Purworejo menuju Jogja, tepatnya di Ambarketawang, dan aku beserta teman-teman juga berangkat dari Sorowajan ke sana. Itu kesan pertama yang membuatku ingin menulis cerita ini. Kau pikir bagaimana perasaannya saat itu, apa kesepian, atau biasa saja? Aku tidak perlu menjawabnya, mata dan kata-katanya sudah menjawab semua itu. Namanya Nasrudin, kami biasa memanggilnya yi udin.

Sesungguhnya ia telah menjalankan alquran yang ada dalam dirinya wafi anfusikum. :)(:



Share:

0 komentar:

Posting Komentar