Menurut Hellen Katherina dari Nielsen Indonesia, Generasi Z adalah generasi masa depan. Oke, mungkin aku agak tahu maksudnya ia mengatakan itu, sebab Generasi Z merupakan generasi yang sudah menikmati kemewahan internet, untuk itu masa depan rupanya jadi lahan buat mereka yang paham internet. Sederhananya, Gen Z itu manusia-manusia yang disiapkan tatanan dunia baru untuk kemajuan zaman. Begitu mungkin yang dibayangkan mereka. Meski banyak ragam perbedaannya dalam penentuan rentang waktu yang dinyatakan, tapi intinya mereka sepakat bahwa Generasi Z merupakan manusia-manusia yang lahir di zaman internet dan sudah menikmati keajaiban teknologi pasca-kelahiran internet, begitu kiranya.
Bagaimana tidak? Dalam kehidupan yang ditentukan ini kita semakin menambah file-file baru yang mengikis kemurnian dari diri kita.
Manusia lahir dengan kemurnian dan fitrah dari Tuhan, kemudian ada fase atau rentang waktu yang diberikannya untuk bertahan hidup dan menemukan kembali dirinya seperti keinginan Tuhan.
Nah, manusia baru ini dalam sejarah perkembangannya akan sangat diganggu oleh macam-macam hal yang dilewatinya, tidak terkecuali orang tuanya. Fase balita sampai katakanlah remaja orang tua berperan sangat penting dalam melakukan pengajarannya sebagai wakil Tuhan.
Benar tidaknya pandangan manusia baru ini ke depan bergantung besar dari orang tuanya, maka ketika ada suatu kesalahan yang terus menerus dilakukan oleh orangtua ini jadinya akan mempengaruhi kualitas hidup manusia di masa depan.
Lalu manakala si anak ini sudah mulai berkembang dan berkenalan dengan alam sekitar, peran orang tua sedikit tergantikan oleh guru, teman-temannya, dan tak luput orang-orang yang baru dikenalnya. Dalam posisi seperti itu keberhasilan atau kegagalan orang tua tatkala mendidik anak akan ketahuan. Jika pondasi yang dibangun kuat, maka pengaruh dari luar tidak akan berdampak kuat, tapi jika lemah ini akan merombak hingga mengalihkan ajaran dari orang tuanya dulu.
Proses berkenalan ini akan jadi sesuatu jika dapat dilakukan dengan benar. Manusia akan menemukan kesadaran baru dan terus dapat mempelajari apa pun yang dilewati. Namun, kalau ada hal negatif atau katakanlah sesuatu tidak tepat ini akan mengubah semua tatanan nilai yang dibangun si anak dari mula.
Hingga si anak sudah besar, menjadi manusia, hal-hal baru yang ditemuinya sangat beragam dan aneh-aneh. Ia dipaksa untuk berpikir bahwa yang ada di depannya inilah suatu kebenaran dan kesalahan. Kematangan belum dicapai, akhirnya ia bingung dengan apa yang dihadapinya.
Kebingungan tidak berakibat bagus, jika di terus-teruskan. Akan ada sesuatu yang mendekatinya, yang akan mempengaruhinya.
Manakala ia diajari berlaga dan berkata-kata di atas panggung, saat itulah kemurnian manusia dipertaruhkan, atau tidak sama sekali!.
Apalagi jika dia dibuatkan platform khusus untuk membangun reputasi dan nama baik. Saat itu juga, kehidupan artifisial sudah di mulai dari sana. Tatkala ia terjun di media platform itu, otomatis keefektifan komunikasi terkikis, cara berpikir waras di rampas, cita-cita dihapuskan, ideologi di jungkirbalikkan, pandangan dikaburkan, hingga jiwa bangsa kita dicerabut dan puncaknya ia kehilangan Tuhan-nya. :)(:
0 komentar:
Posting Komentar