Terminologi Husnul-khatimah mungkin lebih kentara terdengar jika berurusan dengan kematian seseorang, tapi bisa saja kita sambungkan di akhir dengan bercerita dulu hubungan dan komprehensi pemahaman yang agak lebih luas barangkali.
Bila kita menghayati peri kehidupan dewasa ini, maka konsep Husnul-khatimah benar-benar jawaban mutakhir atau pamungkas dan paripurna bagi setiap pelaku kehidupan. Kehancuran nilai hidup banyak sekali mewarnai kehidupan banyak hal, yang kini kebanyakan manusia dihinggapinya dan repotnya mereka yang jadi subjek eksekutornya. Alhasil dampak-dampak dari kepentingannya menghancurkan sisa-sisa nilai kehidupan yang bahkan makin diabaikan.
Husnul-khatimah tidak harus berurusan dengan kematian, dalam fase diambang kehancuran yang meliputi manusia, bangsa, atau negara pun bisa diaplikasikannya. Meski kita tidak tahu juga apakah benar-benar bisa dalam menuju Husnul-khatimah kan tinggal kita sendiri yang menjalaninya berusaha bermanfaat dan ridlo atas nasib kita, Husnul-khatimah urusan Allah, dan harapannya semoga Allah meridloi kita.
Kehidupan modern tidak memberi ruang untuk konsep tadi, maka yang bisa mereka lakukan hanyalah kapitalisme masif, padahal Husnul-khatimah pun bisa berlaku untuk perusahaan dan industri juga. Dengan menjalankan hak dan kewajiban kepada para karyawannya, lebih-lebih memberi perhatian lagi, interkoneksi terkait pemilik perusahaan, manager, karyawan, dll, keharmonisan antara pelaku perusahaan tersebut, dan mungkin ada alokasi dana perhatian ke luar instansi atau perusahaan berwujud kepedulian kasih kepada yang membutuhkan akan memberi atmosfer rohani di dalam sirkulasi perusahaannya. Harapannya dengan minimal contoh upaya tadi diridloi oleh Allah.
Kehidupan yang kompleks nyatanya tidak hanya berkisar perusahaan dan laba, berbagai usaha manusia kini masif dilakukan dan jamak di mana-mana. Hal yang menentukan presisi atau akurasinya bergantung kemampuan manusia tadi menempuh pengalamannya, ada yang memang jadi pionir sehingga membuka mata manusia untuk inspirasi bagi yang lain. Pun yang ikut-ikutan atau mungkin bisa saja dikatakan baru merintis usaha dan pengalaman masih tanggung dapat menyebabkan efek darurat bagi dirinya, misalnya ada fenomena Youtubers, jamak orang menggandrunginya, namun karena obsesi dan hasrat yang sedemikian besar atau berlebihan sehingga melupakan norma-norma dan mengabaikan moralitas yang ada. Akibatnya ada yang kena komentar miring hingga bisa jadi kasus pasal.
Yang mereka lakukan hanyalah produksi konten yang tidak habis-habis, pokoknya fokus output sehingga produktifitasnya menggenjot viewers dan subscribers sebanyak-banyaknya. Dari sini pun sudah bisa dibaca, itu adalah ideologi ekonomi kapitalis. Manusia modern tidak bisa menangani atau mengatasi satu fokus ke fokus yang lain atau di tengah fokus yang lain, mereka hanya bisa satu fokus yang diperjuangkan. Hal itu membahayakan yang aku tuliskan tadi, karena fokusnya cuma bikin konten yang banyak, maka kualitas-kualitas yang harusnya ada jadi tiada. Tidak heran kenapa ada kasus YouTuber yang berurusan dengan pasal-pasal dan pihak aparat karena tidak bisa puasa atau menahan hasrat dan perbuatannya yang seharusnya aurat dan tidak ber-etiket dari publik.
Kita ini jadi makin prematur dalam mensikapi kehidupan, gampang terpancing dan mudah tertarik terhadap apa pun. Jika berbasis bisnesman, maka segala informasi yang ia dapat akan diniagakan berdasar hitungan-higungannya. Bila seniman, motivator, atau rohaniwan modern, tentu ia kapitalisasi dalam pemahamannya dan yang diberikan kepada orang lain juga. Kalau radikalis, ia akan dengan cepat menyambar informasi-informasi yang mungkin juga belum banyak dikonfirmasikan, efeknya ia jadi destruktif bagi yang lainnya.
Manusia modern sangat sanggup menanggung dan menyembah materi karena fokus hidupnya adalah memang penumpukan materi, maka juga banyak fenomenologi yang terjadi sekarang adalah efek dari dendam pribadi masing-masing orang yang mereka pendam. Misalnya saja ada kasus, beramai-ramai masyarakat diiming-imingi uang banyak dari perusahaan besar asalkan melepas tanah mereka, maka itulah yang terjadi. Maka, yang terjadi di Tuban adalah keniscayaan dan contoh konkret manusia zaman sekarang, mereka menamakan post-modern. Lalu, ketika manusia-manusia ini sudah memenuhi keinginannya dan uang sudah lunas dibayarkan, mereka berbondong-bondong membeli materi lagi, mobil, lalu karena naif jadinya merugikan dirinya dan orang lain, tabrakan, dll. Kabar terakhir, uang yang diberikan perusahaan plat merah itu sebesar 18,5 milyar itu tinggal 50 juta.
Mereka menginginkan materi, ditukar dengan materi, untuk membeli materi, akhirnya pun habis sendiri materinya. Yang diharapkan adalah materi, tetapi yang merasakan sedihnya adalah rohani. Yang disembah adalah materi, tapi materinya habis sendiri. Mungkin kasus membeli mobil berbondong-bondong tadi bisa jadi karena memang keinginan yang lama dari masyarakat sehingga ketika ada kesempatan itu, mereka jadi "Neo-Lebaran" dan merayakan "Neo-Hari Kemerdekaan" beramai-ramai. Itupun aku sebut tadi dengan sifat naif.
Manusia modern tidak mempunyai waktu untuk memperdalam nilai dan arti belajar, mereka hanya diajari sekolahan untuk bernafsu dan pelampiasan hasrat yang muluk-muluk. Dikotomi-dikotomi yang diciptakan Renaissans mengakar begitu kuat dalam hati manusia sekarang. Maka dengan memahami dan mengerti makna Husnul-khatimah, sejatinya hal itulah yang dinamakan prestasi di tengah kehancuran nilai hidup manusia sejagat. Husnul-khatimah bisa dilalui dengan ihsan, karena itu masih dalam lingkungan kata dan maknanya dan sangat berhubungan.