Di sini Ceritanya Wongsello


Minggu, 16 Mei 2021

Nyegoro Teross..


Hari ini manusia makin sadis dengan kelengkapan intervensinya yang berbuah perintah. Model dan sistem teknologi yang menggampangkan kehidupan manusia sekarang ini menuntut dan mempengaruhinya menjadi manusia yang arogan dan sangat egois, apakah benar masih disebut manusia. 

Pengalaman Riyoyo atau lebaran kali ini yang aku dapat adalah hal demikian, hampir kebanyakan manusia menuntut dan menunggu putusan sepihak untuk dipenuhi keinginannya di rumah, maksudnya "badan", setidaknya di kalangan anak muda. Jadi, biasa mereka mengatakan langsung untuk ditemui di rumah, disuruh "badan" ke rumahnya dan seolah-olah punya alasan tidak bisa menemui atau sengaja mereka yang mengunjungi temannya. Aku pun tidak tahu apa ada pertimbangan apakah temannya ini mengalami hal serupa di teman-temannya atau tidak sehingga sangat entengnya berkata demikian, entah pertimbangan lainnya atau memang rasa ngalahnya pun hilang entah ke mana, aku tidak ada masalah juga, asal memang aku cukup sanggup, maka aku yang ngalah, tetapi bila ada sesuatu yang tidak bisa aku tinggal ya mohon maaf. Ini terdengar artifisial dan mengada-ada, namun aku menemukan hal baru yang aku anggap tidak masalah untuk meninggalkannya. 

Bahkan tulisan ini sangat sepele untuk diceritakan, anggap saja sebagai catatan kecil saja bahwa memang kepribadian manusia kini makin tidak mengerti yang orang Jawa mengatakan empan papan. Mungkin cerita ini berlebihan, setidaknya jika satu orang mengalami order-order tadi apakah tidak bosan, atau malah akhirnya bodoamat. Sebab manusia merasakan enaknya mengintimidasi, mengintervensi, memanipulasi, dan mengelabui manusia lainnya justru malah semakin arogan dan Adigang Adigung Adiguno mereka menguasai sesamanya. 

Yang jika dalam habit ini masuk bawah sadarnya tanpa disadari. Semakin nyaman, aman tanpa kritik atau penolakan, mereka semakin dahsyat intervensinya dan merasa menjadi superior di kehidupan. Terus-menerus akan dilakukan karena dianggap lancar terkendali, justru sebab itu mereka hilang manusianya tadi. Meski rasa-rasanya lebay menulis ini, tak apalah, ini juga bagian dari inspirasi ketika ngobrol dengan temanku tadi. Hal lain yang mesti kutuliskan juga, bahwa memang untuk mensikapi soal fenomena itu kita harus bisa "Nyegoro", bagaimana pun juga, akhirnya tetap mengalah, minimal mengucapkan maaf dan simpati. 

Semakin berurusan dengan tetangga, masyarakat dan bangsa tetap saja kita counter sebaik-baiknya, yang sadar dan mengerti memang yang terus mengalah. Mungkin itulah "Nyegoro". 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar