Sempat terlintas untuk melakukan hal-hal tadi di rumah, lalu disadarkan kembali bahwa aku tetap tidak tahu apa-apa untuk menjawab esok hari entah di mana lagi. Asrof biabdihi lailan.. Pekat yang harus kutempuh untuk menjawab segalanya, sehabis terpikir seperti itu rasa-rasanya aku pun lega, tidak pun seratus persen yang aku bicarakan, bisa saja aku pulang lebih dahulu setidaknya dua tahun terakhir. Sebab sebelumnya berada di masjid, pun jika memaksa boleh saja, meski akan ada crash, tetapi intinya jika bicara soal satu hal bisa memecah hal lain. Jadi jika titik tolakku saat itu adalah tanggung jawab, maka itu wajar karena keadaan memang demikian.
Sampai kini pun tujuh tahun puasa dan lebaran tanggung di tanah rantau, se-bodoamat bodoamatku, se tak acuh-acuhku masih saja aku ingat dan selalu diingatkan tentang keluarga, tanah kelahiran, tempat kembali tetap hidup di jiwa, hati, dan pikiranku. Sayup-sayup terdengar bisik jiwaku "Tidak apa-apa, asal lelakumu masih mengakar di semuanya", bagaimana pun senyata-nyatanya memang harus siap dan waspada untuk segalanya.
.
.
.
Bertahun-tahun lamanya
Aku tinggal di sini
Tetap saja
Yang tersisa hanyalah akar
Menjiwa, hati pikiran
Lakumu tetap ingat
Tempat kembali
Itu cukup..
0 komentar:
Posting Komentar