Di sini Ceritanya Wongsello


Kamis, 29 Desember 2016

Teman dan Bisnis itu Beda

                         Instagram-swetakartika

Tulisan ini saya buat sebagai bentuk penghargaan serta apresiasi setinggi-tingginya atas kerja keras dan perjuangan seorang teman, bahkan orang-orang di luar kita yang ikhlas berkorban merelakan waktu, biaya, dan tenaganya demi menciptakan karya, entah itu atas dasar keinginan sendiri lebih-lebih permintaan dari temannya.

Sejauh yang kurasakan, belum saya temukan suatu pun yang lebih berharga dari seorang teman. Mereka adalah satu alasan mengapa sekarang kita bisa sampai di sini. Sebagai permulaan, akan lebih baik saya bertanya dahulu "sejauh mana kita bisa memahami atau menghargai seorang teman?". Baik, kita fokuskan pada tema ini.

Kedekatan kita dengan mereka kadang menebas segala jarak ruang waktu. Melampaui batas antara suka dan tak suka. Itulah perjuangan. Saat kita butuh, dengan sigap mereka akan mengulurkan tangan semampunya. Walaupun kadang ada acara yang mungkin sudah teratur sedemikian rapi jadwalnya, tapi mereka mengalahkan diri dan memilih untuk memenangkan temannya.

Ketika deadline majalah, komik dan sebagainya telah menanti dari pengarang. At the same, pada saat yang sama kebetulan sekali bebarengan dengan kunjungan teman yang sebelumnya tanpa sepengetahuan dan konfirmasi terlebih dahulu dan otomatis itu akan membunuh skedulnya. Atau bahkan, ada yang tanpa berdosa meminta pacarnya untuk menemani waktu galaunya atau apalah. Dia tidak tahu dan barangkali saja tidak mau tahu bahwa ada tanggung jawab yang harus diselesaikan. 

Saat  butuh pulsa, tanpa pikir panjang kita memintanya dengan tidak memperhatikan waktu yang menunjukkan jam tidur, walaupun begitu mereka masih saja melayani kita tiada protes banyak. Bahkan, ketika memang kita sangat butuh pulsa yang kebetulan mereka sedang tidak ada saldo, dengan suka rela teman-teman kita itu meluncur  membeli deposito untuk membantu serta menyenangkan hati temannya. Pembayarannya pun tak jarang kita nunggak atau sederhananya hutang begitu. Mereka sudah memberi waktu cukup untuk membayar hutang, katakanlah satu minggu, bagiku itu sudah cukup lah untuk melunasinya. Namun, masih saja kita tetap nunggak. Keterlaluan!!. Waktu teman kita sedang menjalani suatu bisnis atau semacamnya, dengan menjual buku, tas, jual pulsa dan sebagainya. Dengan entengnya kita minta harga rendah. Ya, kita pasti menawar, kalau sewajarnya nawar sih tidak masalah, kadang ada ungkapan mainstream yang sudah sangat umum bagi kita semua. Apa coba, tentu saja kalimatnya seperti ini "Ayolah sama temen saja kok mahal-mahal, rego konco lah, [harga teman lah]. Bagaimana, luar biasa kan parahnya. 

Tatkala mereka sedang tidak punya cukup uang berlebih, atau katakanlah uangnya lagi pas-pasan. Dengan polosnya kita merebutnya secara halus. Ya, melalui hutang pastinya, memang ini tidak termaksud merebut dalam arti sebenarnya. Akan tetapi, sikap seperti inilah penyebab mereka mengharuskan diri untuk mengalah, padahal itu uang akan dipakai buat membeli sesuatu bisa jadi, bahkan sudah di kalkulator sebagai penyambung nyawa dalam sisa waktu bulanannya. Namun, apa yang terjadi?  Mereka mengikhlaskan semuanya. Demi kebaikan temannya, kesenangan temannya, atas dasar itu mereka merelakan dirinya untuk teman lainnya. Tidakkah kita berpikir semua yang dilakukannya itu, seperti apa rasanya, bagaimana perasaannya? 

Dari ke semua itu, agaknya kita sudah tidak bisa membedakan apa yang namanya teman dan apa itu bisnis. Kalau sudah begini, jadinya seorang teman tak lebih kita anggap sebagai pelayan saja, kayak pembantu tanpa penghargaan dan apresiasi yang berlebih. Padahal apa yang mereka berikan adalah sesuatu yang berharga namun, sangat jarang dari kita untuk mengerti itu dan memberi balasan apresiasi dan penghargaan yang lebih untuk mereka semua, teman-teman kita.

Ada cerita menarik akan saya sampaikan kepada kita semua, perhatikan!. This is a factual story about the sacrifice of a friend to another friend. Listen!.

Saya punya seorang teman, kira-kira masih 20 tahun lah, mahasiswa di suatu Universitas ternama di Jogja. Sengaja tidak saya sebutkan namanya, demi kebaikan semua dan memang lebih baik demikian, dan saya yakin dia juga berpikiran sama denganku. Tapi yang akan saya ceritakan adalah benar dan faktual. Dia sangat suka dengan dunia gambar, anime, manga, perkomikan dan lainnya. Sekali waktu temanku ini curhat, begini : "dikatakan dia sedang ditawari proyek dari seorang temannya yang kebetulan dapat tugas kampus yakni membuat komik, karena diketahui temanku ini  adalah komikus, maka temannya tadi meminta bantuan kepada temanku untuk dibuatkan Sketsa/komik begitu. Temanku diberi waktu hanya tiga hari untuk membuat komik sepanjang dua puluh (20) halaman. Bayangkan cuma "Tiga Hari!!??". Padahal komikus sekaliber Dhean De Nauli saja butuh waktu empat Bulan untuk menyelesaikan komik sepanjang 60-70 halaman, aje gile, itu gila dewa, yakin stres!!. Sebetulnya temanku keberatan atas syarat tiga hari itu namun, karena ini datangnya dari teman maka ia amini permintaannya.

Transaksi berjalan lancar ah bukan, lebih tepatnya korporasi disepakati bersama, clear. Temanku sangat koperatif, dia melakukan pekerjaan dengan baik layaknya seorang profesional. Rupiah demi rupiah telah di alokasikan untuk melancarkan proyeknya. Meski harus pontang-panting siang malam, kurang tidur, kurang makan, bahkan ngedrop segala badannya sampai dia minta bantuan kepadaku untuk mengisi panel bagian belakang. Semua itu dilakukan demi temannya, batas waktu penyerahan komik telah tiba dan pekerjaan belum terselesaikan, temanku memohon maaf sehingga membuat temanku minta waktu tambahan hingga ganjil satu minggu lagi untuk menyelesaikannya. Dan saya rasa, membikin komik dua puluh halaman dengan waktu tiga hari itu memang absurd sekali. Jika boleh ngomong, teman yang minta dibikinin komik itu mohon maaf, 'dia tidak bisa mengerti dan memahami bagaimana susahnya menggambar bentuk, pola yang dikombinasikan dengan plot sehingga membentuk sebuah cerita bergambar [komik]' dua puluh halaman hanya seminggu', dan itu kejam sekali. Saya maklum memang, mungkin dia tidak mengerti perjuangan seorang seniman.

Akhirnya, pekerjaan yang melelahkan itu selesai dengan baik. Tibalah saat untuk menyerahkan kepada temannya tadi. Perjanjian sudah disepakati, maka bertemu lah mereka di suatu kedai kopi. Yang sebelumnya temanku ini menunggu lama sekali. Waktu menuju ke tempat, eh, tahu-tahu dia bersama pacarnya. Menjengkelkan sekali bukan. Barangkali begitu perasaan temanku ini, sudah lama-lama menunggu ternyata dia malah santai-santai saja sama pacarnya. Sampai sini saya sudah mulai sedih dan kasihan kepada temanku. Namun, tidak disangka-sangka ada yang lebih menyedihkan lagi dari itu.

Sudah sewajarnya lah kalau bekerja dapat gaji, tidak-tidak saya ralat. Bagi saya itu kuanggap sebagai sebuah penghargaan bagi yang telah menghargai teman. Saat membuka amplop yang dikasih temannya tadi, temanku lemas tak bertulang. Kalian tahu kira-kira berapa intensif yang diberikan? Menurut saya itu hanya cukup untuk membeli dua barang tiga saja sebuah bolpoin gambar Snowman Pen. Bisa kalian bayangkan seperti itukah kita menghargai dari sebuah pertemanan.

Waktu itu saya sangat sedih sekali kepada temanku, tetapi tidak saya ekspresikan emosiku itu, dan lebih memilih diam saja. aku ingin marah tapi kepada siapa. Bagiku itu sungguh sepele banget. Apa dia tidak berpikir atau empati bagaimana perjuangan dalam membuat semua permintaannya. Ya, saya masih maklum kalau komikus memang terbiasa kerja keras, jarang tidur, tidak makan, tapi ketika sampai ngedrop segala, untuk menyelesaikan pekerjaan, itu harusnya sangat diperhitungkan dong oleh kliennya. Temanku tidak cerita memang kepada temannya, dan barangkali juga dia tidak butuh mereka tahu itu. Awalnya, temanku berpikir semoga ini cukup untuk makan barang tiga hari lah 'berharap' [amplop]. Namun, seperti yang tadi saya ceritakan. Bahkan, untuk membeli keperluan pekerjaannya [alat-alat gambar dll] itu belum cukup untuk menutupi kerugiannya. Bisa dibilang temannya malah membayar gratis, seolah-olah tidak membayar. Itu sangat menyedihkan sekali.

Mereka mungkin memang tidak menuntut apa-apa kepada kita, tapi yakinlah dengan memberikan lebih kepadanya itu akan membuatnya merasa dihargai karena kita telah melakukan penghargaan tinggi sebagai apresiasi untuk perjuangan seorang teman. Itulah harga teman yang sesungguhnya. Saat kita bersedia membayar mahal atas kerja keras dan perjuangan seorang teman sebagai wujud penghargaan dari sebuah pertemanan.

Jadi, berapakah harga yang sudah kita bayar atas kerja keras dan perjuangan dari sebuah pertemanan?.
Share:

Minggu, 25 Desember 2016

Ucapan Selamat Natal dan Kado Untuk Kerukunan Beragama Kita


                                
                  Smakiinberdetak.com


Saya masih tidak mengerti kenapa di era modernitas dan digital dewasa ini selalu saja ada persoalan yang sama diungkit-ungkit kembali. Saya menggunakan kata 'persoalan' dan bukan 'permasalahan' karena bagiku ini memang hanya soal dan bukan masalah. Masalah hanya terjadi pada mereka yang mempermasalahkan. Seakan menjadi snow ball yang akan terus menggelinding sporadis. Persoalan ini sungguh nyiyir bagi kita. Ya, mengenai ucapan selamat natal kepada umat kristiani yang dirasa begitu menggoda dan mengusik kaum muslimin. Apakah dengan memberi ucapan selamat natal kepada non-muslim akan mengalihfungsikan kepercayaan serta keimanan kita muslim, apa itu salah, apakah itu dianggap kafir!?.  Ayo coba kita agak kreatif sedikit lah dalam menyikapi persoalan seperti ini. 

Saya akan berangkat dengan meminjam dua sudut pandang dari dua budayawan besar tanah air kita. Semoga ini tidak keliru dan sesuai dengan konsep berpikir mereka. Dan semoga juga  ini menambah pemahaman yang berbeda kepada kita. 

KH. Ahmad Musthofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus begitu. Benar, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah ini menarik perhatian saya dengan cara pandangnya menyikapi persoalan ucapan selamat natal yang sudah terlalu mainstream belakangan ini, dan sebenarnya ini sudah lama disampaikan. Gus Mus menilai, di era reformasi seperti ini membahas halal-haram terkait ucapan selamat natal kepada umat kristiani itu kebiasaan yang dianggapnya aneh. "Di era Reformasi', ada hal aneh: Dengan membahas halal-haramnya menyampaikan ucapan selamat natal dalam merayakan natal" ujar Gus Mus di dinding facebooknya 'Ahmad Musthafa Bisri' (25/12). 

Menjaga Keharmonisan 

Di berbagai kesempatan ceramahnya, Gus Mus selalu menekankan pada umat bahwa kita adalah bangsa Indonesia yang beragama islam, bukan orang islam yang kebetulan ada di Indonesia. 

Dengan pemahaman tersebut, Gus Mus ingin menggugah kesadaran umat akan keindonesiaan kita. Bahwa keindonesiaan kita dengan memahami bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang sejak dalu kala telah disatukan oleh keberagaman, bukan keseragaman. 

Hal serupa juga disampaikan Gus Mus dalam bukunya 'Membuka Pintu Langit'. Demikian, cukuplah umat sadar bahwa dirinya adalah bangsa Indonesia yang terdiri dari 400 lebih suku, tradisi, budaya dan keyakinan serta kepercayaan yang berbeda-beda namun bisa hidup berdampingan dengan damai selama berabad-abad. 

Dalam konteks inilah, banyak aktivis dan kalangan menilai bahwa ucapkan selamat natal dengan tujuan untuk menjaga keharmonisan serta menegakkan kesatuan dan persatuan antar umat beragama dan bangsa Indonesia adalah suatu kebijaksanaan yang mesti diapresiasi. 


Saya rasa sangat cukup lah dengan dua pemahaman tersebut untuk kita dapat memahami lagi persoalan seperti itu dengan spektrum yang berbeda. Kreatif lah, kata orang 'Out Of The Book'. Itu artinya sama saja dengan kreatif. Jangan memahami persoalan/permasalahan secara kasat mata tog, makna sejati itu kadang tersembunyi dalam substansi bukan visualisasi. Berpikir berbeda akan menemukan hal berbeda pula, maka beranikanlah berpikir liar, berpikir bebas. Dalam Alquran pun juga demikian kan, diajak untuk selalu senantiasa berpikir, sama banyaknya dengan ajakan untuk berzikir. Tidak perlu takut salah, toh Tuhan pun tidak mempertanyakan benar atau salah yang penting usaha dulu. 

Dan jika hal seperti itu sudah aman dalam arti tidak ada lagi perdebatan antar kalangan. Maka, ini akan menjadi kado yang istimewa untuk kebhinekaan kita, kerukunan beragama kita, dan persatuan kesatuan kita Republik Indonesia.  
Share:

Sabtu, 24 Desember 2016

Malem Minggu

       Kumpulan DP Bbm Lucu Malam Minggu Lucu

Hujan yang acap kali tumpah akhir-akhir ini mungkin menjadi suatu suksesi dalam sistem berpacaran. Malam minggu apalagi, seakan jadi rajanya hang out, puncak temu kangen dengan orang terkasih, bertemunya dua hati yang berlandaskan hubungan sakral membuat mereka anak cinta semakin kegirangan saja. Walau perencanaan telah tersusun sedemikian matang, Agaknya atmosfer langit kadang akan memberi jawaban yang berbeda dari yang diharapkan. Cuaca akan memvonis mereka dengan perasaan was-was.

 Tentu saja bagi seorang jomblo, apapun tidak jadi masalah. Baginya 'jomblo', malam minggu hujan adalah anugerah tersendiri bagi mereka. Entah disadari atau tidak, ada semacam doa terselubung yang disematkan kepada mereka yang berpacaran. Orang bilang, ketika sabtu malam, boleh dikatakan begitu dan memang begitulah sebaiknya, di atas langit terjadi tabrakan doa dua kubu ,yakni doa kubu jomblo dan doa kubu lover's yang termaksud masing-masing, yang jomblo minta hujan, yang lover's minta terang (entahlah) dan berikutnya dan berikutnya. "Hujanlah yang deras biar mereka gatot malmingannya,," begitu pikir si jomblo barangkali. Akan tetapi, tidak disangka-sangka ada ideologi baru sedang berkembang dewasa ini dan itu memukul telak asumsi dan thesis si jomblo. Ternyata mereka malah dapat angin segar karena hujan, "Justru berkat hujan ini kami dapat kehangatan ekstra largest,," sanggah orang pacaran. 

Sungguh statement ini mematahkan teori si jomblo yang menyatakan bahwa hujan adalah musuh bebuyutan kaum lover's, dan itu menjadi antitesis bagi thesis si jomblo. Tunggu dulu tunggu dulu, sebentar, mereka pikir kami "kaum jomblo" berhenti pada asumsi awal apa?  Haa,, kami sudah mempersiapkan itu, segalanya telah kami kalkulator sedemikian manis, sehingga teori-teori baru akan tetap bertarung melawan teori mereka "kaum lover's". Seolah-olah masyarakat lover's tak mau kalah dan juga berpikiran demikian, maka percekcokan akan terus berlangsung hingga mereka memperoleh kesimpulan akhir berupa sintesis di hari kemudian. Lalu pada akhirnya mereka tetap konsisten pada statement masing-masing sampai hari bahagia (pernikahan), sekian.

#Guyonan_malem_minggu
#budayakan_menulis_dari_dini_ya_dik
#hehe,, 😂
Share:

Jumat, 23 Desember 2016

Makasih Itu Sejatinya Tak Pernah Terlukiskan Dalam Bahasa, Ia Bersemayam Di Dalam Rasa

                           FauziyahSamad.com


"Kawan,, makasih ya,,"

Pernahkah kita menghitung sudah kali berapakah tanda ucapan terima kasih telah terucap baik dari kita sampai orang lain? Hmm.

Berikut saya memahami lagi makna lain dari makasih/terimakasih. Ada banyak sekali ucapan terima kasih dengan berbagai versi, gaya, dan nada. Dikatakan berbagai versi karena "makasih" adalah suatu tanda di mana dapat kita ucapkan dengan banyak cara serta ragam dan tentu saja berkaitan dengan konstelasi budayanya. Saat tidak terlalu dekat dengan keadaan, kita mengucapkan "makasih" sekadarnya dan biasa saja, bahkan sederhana sekali, itu cuma ungkapan verbal semata. Keadaan yang saya maksud kan di sini bisa seseorang, teman, atau selainnya. Hanya bunyi tanpa arti berlebih. Kalau dalam spektrum instrumen musik, itu hanya sebuah nada rendah. 

Namun, akan terasa berbeda jika kita akrab dengan keadaan. Di luar ucapan verbal, itu sungguh sangat menyayat (baca: mendalam--peny) maknanya. Yah bisa kalian bayangkan sendiri pokoknya, ah bukan, bahkan kita pasti pernah merasakannya. Jadi, ketika kalian sedang ada di posisi itu, saya yakin tidak banyak kata yang akan kalian ucapkan. Karena mengungkapkan suatu makna hati dengan keterbatasan bahasa itu tidak akan menambah apapun rasa syukur dan bahagia kalian melainkan hanya nyinyir (baca: mengulang-ulang kata) saja. Memang itulah kelemahan bahasa, tidak selamanya dapat mewakili perasaan hati, apa yang kita rasakan, apa yang ingin kita sampaikan. Mungkin kalian akan menanggapi hal itu berbeda. Justru karena akrab dengan keadaanlah kita jadi tidak mau mengucap "makasih". Bahasa berbedanya barangkali seperti ini, dimungkinkan karena keterkaitan kita dengan suatu konstelasi itulah penyebab terjadinya kita hanya cengar-cengir dan membuat kita tidak mengucap. Jadi, maksud saya tadi, kenapa 'kita lalu tidak mau memberi ucapan "makasih" kepada keadaan, karena kita sudah akrab dengannya'. Kita merasa ucapan seperti itu tidak begitu bermakna lagi, karena makna hanya untuk perasaan dan hati. 

Akan tetapi, tetap saja yang kita rasakan akan sangat meluap-luap dalam hati. Karena sebenarnya kita juga memberi 'Kasih', tapi dengan tanpa mengucap 'Kasih'. Inilah penghargaan tanpa yurisdiksi, ia tak terlukiskan dalam bahasa, ia hanya bersemayam di dalam rasa.

Sedang jika kita masuk dalam spektrum nada, akan kita temui juga banyak versi mengenai intonasinya. Jika kita sampai pada nada tinggi, tidak usah dijelaskan pun kita sudah mafhum dan terjelaskan bahwa itu maksudnya ada penekanan tertentu di makna tertentu sebagai wujud yang lahir dari konteks permasalahan, demikian bahasa halusnya. Sedangkan bahasa agak kasarnya yaitu marah. Sementara, kalau kita meruyup ke ranah spektrum intonasi rendah, itu menunjukkan keadaan sopan santun dan keseganan orang dalam berinteraksi dengan sesamanya. 

Adakalanya yang seperti itu juga konsekwensi dari kurangnya kedekatan atau jarak yang membatasi akhirnya tercipta atmosfer kesenjangan yang menyebabkan manifestasi dari kelirihan dalam mengucap "makasih". Itulah sebagian cara dan gaya dalam berterima kasih. Oke, cukup sekian dulu.
Share:

Senin, 12 Desember 2016

Taman Breksi Prambanan Yogyakarta


                            By: Tapak Dunia

Sebelum dikenal khalayak ramai. Tempat yang kini ternama "Taman Breksi Prambanan" pada mulanya adalah bekas penambangan yang oleh masyarakat pedukuhan Nglengkong, Dusun Groyokan, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman DI Yogyakarta dijadikan sebagai tempat pengepul asap dapur. Ya, sebagai mata pencaharian masyarakat domisili di sana. Dan karena ada larangan Pemda, mulai tahun lalu tempat pengais rezeki serta tempat penyambung nyawa ini kepada masyarakat penambang berhenti beroprasi.


Namun, agaknya penduduk Dusun Groyokan tidak kehilangan akal. Merasa tempat penambangan itu terdapat garis gores yang  eksotis mereka pun punya ide lain. Perpaduan warna putih berkilau semburat kuning dan coklat dalam bidang tebing yang begitu luas, memberikan panoramic yang menarik. Sebagai informasi tambahan, Larangan pemda ini muncul, pasca-sejumlah peneliti melakukan kajian dan hasilnya, batuan kapur breksi disana ternyata adalah endapan abu vulkanik dari Gunung Api Purba Nglanggeran. Dengan demikian maka, kawasan ini masuk dalam cagar budaya dan harus dilestarikan. Sama halnya dengan keberadaan Gunung Api Purba Nglanggeran, Candi Ijo, Situs Ratu Boko dan sebagainya.

#Breksi_batuan_kapur_yang_terdiri_atas_komponen_yang_bersudut_dan_pekat_menjadi_satu_KBBI_peny„
#Suarakanlah_destinasi_nusantara„
Share:

Rabu, 07 Desember 2016

Berenang yuk hehe,,

Kali ini kita akan membicarakan tentang kolam renang, renang, berenang, perenang, wa wama yataallaqu bihi,
Yoo watsapp,, hari ini saya memahami lagi beberapa tingkah laku manusia. Jadi Perenang itu di bagi menjadi lima:
1. Orang yang bisa berenang dan ingin berenang
2. Orang yang tidak dapat berenang, tapi ingin berenang
3. Orang yang tidak bisa berenang dan tidak ingin berenang namun, di seret temannya
4. Ikut-ikutan
5. Orang yang tidak memenuhi syarat di atas, tapi ada maksud terselubung yang di pingini.


                           Tapak-dunia.com

Terkait yang pertama bisa dipastikan dia murni memang benar-benar ingin berenang sekaligus olahraga. Yang ke-dua ini patut ditiru semangatnya, ke kolam renang hanya untuk belajar berenang, sungguh-sungguh ingin belajar untuk bisa berenang. Ketiga, saya mulai khawatir dengan kelompok ini, dengan sangat terpaksa harus menuruti temannya yang bahkan tiada niatan sedikit pun darinya untuk ikut serta. Inilah awal sebuah kehancuran, ah bukan begitu bahasanya pokoknya ini tidak bagus. Bagian empat juga sama parahnya, dia tidak mempunyai prinsip yang jelas, paradigmanya gak mubin, ideologinya belum dapat dikatakan bagus dan masih bisa dikategorikan anak sd. Untuk yang ke-lima, saya harus mengambil jarak dulu sebelum melanjutkan haha,, ini bahaya ya! Dia tidak termasuk dalam kubu satu pun pernyataan di atas, bagian ini merusak pasaran tersebut sekaligus menjadi antitesa dalam kategori di atas, terkait maksud terselubung itu mumkin, tidak perlu dijelaskan karena sudah menjadi rahasia umum hehe. Selain ini ada satu lagi tingkah laku perenang, mencurigakan, yakni ketika dia minggir, mojok dan pada saat yang sama at the same ia diam tanpa kata beberapa waktu sambil lirik-lirik kanan-kiri, tahukah kamu apa yang sedang dilakukan nya? Tidak perlu saya jawab, kalian pun tahu sendiri jawabannya wkwkwk,,
Share:

Kamis, 10 November 2016

Hari Pahlawan Tak Sesederhana 10 November 1945

                        sakersomu.blogspot.com

Ini adalah aksi massa terbesar pascaproklamasi kemerdekaan Indonesia. Bermula dari kematian jendral A.W.S Mallaby, pasukan Inggris di bawah pimpinan Mayor Jenderal Robert Mansergh menyerang Republik Indonesia terkhusus daerah Surabaya sehingga membuat arek-arek Suroboyo mengerahkan segenap kedigdayaannya untuk menghadapi seluruh pasukan inggris berikut sekutunya. Bisa dikatakan jendral Mallaby lah sang pemicu pertempuran besar itu, dikarenakan ia mati dalam bentrok/baku tembak dengan sekelompok pemuda (milisi) Indonesia yang kebetulan berpapasan dengannya juga notabene salah paham, saat itu tanggal 30 oktober 1945.


Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa bersejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Inggris. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah kali pertama perang pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan suatu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.


Hari ini kita memperingati hari pahlawan, tepatnya pada tanggal 10 November 2016, yang semula ditetapkan pada tanggal 10 November 1945. Adalah suatu keniscayaan yang selalu kita peringati setiap tahun. Coba kita pahami lagi dengan cara yang berbeda, sejatinya dari 'hari pahlawan'. Jika pendahulu kita bangsa Indonesia memperjuangkan hak-hak rakyat dengan cara revolusi dalam arti berperang sesungguhnya melawan kolonialis/imperialis asing, lalu sebagai generasi penerus sikap apa sepatutnya diambil untuk reformasi ke depan?


Bilamana bung Tomo berikut arek-arek Suroboyo mengindahkan ultimatum Inggris dan tak melakukan perlawanan sengit, bagaimana perkembangan pelajaran sejarah sekarang?
Andaikata Tan Malaka tidak ambil andil dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, walaupun berseberangan ideologi dengan Soekarno dan Sjahrir melalui revolusi totalnya, merdeka 100 persen, apa kabar Indonesia kini? 
Misalkan Sutan Sjahrir atau Wapres/PM Moh Hatta enggan mengamini diplomasi Konferensi Meja Bundar dengan Belanda di Den Haag hingga meja PBB, akan ada berapa lagi pertempuran yang menyedihkan itu?


Kesempatan tak datang untuk kedua kalinya, selagi portal  kemerdekaan terbuka lebar, maka tiada alasan untuk tidak mewujudkannya. Mungkin itulah pemikiran pemuda zaman imperialis yang menindas rakyat Indonesia kala itu.

Ya, itu adalah kemerdekaan versi terdahulu.


Beda Zaman Beda Sistem Imperialis


Kini zaman telah mengalami transisi, 18 tahun era reformasi berlangsung. Kita merasa benar-benar merdeka dari kaum imperialis/kolonial, begitulah pikiran khalayak dewasa ini. Pun pascaproklamasi kemerdekaan bahkan juga berpikiran sama. Namun, faktanya kolonial saat itu tidak mau begitu saja melepaskan dan mengakui kemerdekaan Indonesia kala itu. Sehingga bentrokan belum bisa dihindari. Nah, jika kita berbicara kemerdekaan dengan konteks sekarang ini, bagaimana? 
Memang benar, penjajahan dalam arti sesungguhnya (hard) sudah tidak terjadi di Indonesia. Agaknya penjajah yang secara halus (soft) yang entah itu disadari atau tidak telah mengancam bangsa Indonesia khususnya. Sebagai contoh, masuknya barang impor di Indonesia secara tidak langsung telah mengalihkan perhatian masyarakat dari yang semestinya memilih produk lokal malah beralih ke komoditas asing tersebut, dan itulah namanya penjajahan ekonomi yang dewasa ini sangat disukai negara-negara imperialis. Penjajahan ekonomi terjadi karena negara-negara imperialis tidak mampu menjajah secara politik, maka dari itu mereka menggunakan sistem penjajahan ekonomi yang ujung-ujungnya pasti kapitalisasi dan dirasa cara itu cukup efektif menurut penjajah. Begitu pula teknologi apalagi. Budaya busana (trend fashion) anak-anak Indonesia sekarang mayoritas berkiblat ke barat-baratan sehingga dirasa lebih modis, gaul dan sebagainya. Bukannya itu penjajahan, ya dijajah secara halus. Bahkan inilah penjajahan yang berbahaya, karena si imperialis ingin mengubah jiwa bangsa jajahannya. Jika suatu kebudayaan dapat diubah, maka bisa dipastikan jiwa bangsa terjajah juga ikut berubah, sehingga jiwa dan kebudayaan si penjajah dan terjajah akan sama atau terintegrasi jadi satu. Jika sudah begitu, sudah tidak dapat lagi dikembalikan, kalaupun bisa itu akan sangat sulit. Jadi dalam konteks tersebut, siapa dan di manakah peran sebagai seorang pahlawan?


Setiap Hari Adalah Hari Pahlawan 


Kita tidak perlu lah kembali mengundang pejuang-pejuang revolusioner dulu, biarkan mereka tenang di alam sana. Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Amir Arifudin dan lainnya adalah para pejuang revolusioner yang sudah berjasa berjuang untuk memperjuangkan bangsa Indonesia dulu. Dewasa ini, kita tidak butuh sosoknya hanya saja, pemikiran mereka mungkin masih relevan saat ini jika kita mau menggalinya lagi. Dengan buku 'merdeka 100 persen'nya Tan Malaka sejujurnya ingin mewujudkan Republik Indonesia yang secara sebebas-bebasnya tidak bergantung dengan negara lain, benar-benar merdeka 100 persen itu ekspektasinya. Tetapi melihat kenyataan saat ini, pastinya Tan sangat sedih karena memang bangsa Indonesia belum memenuhi syarat untuk itu. Dibutuhkan proses yang panjang pastinya.


Padahal, jika dari hal kecil saja kita mau melakoni sesuatu yang bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain, terlebih kepada negara serta selalu berusaha menjadi lebih baik tanpa membuang-buang waktu hingga dapat memaknai kehidupan, maka sejatinya setiap hari itu adalah hari pahlawan. Ya,, hari pahlawan untukmu. Dan bayangkan, kalau saja semua orang bisa seperti itu, maka bangsa Indonesia khususnya selangkah demi selangkah pada akhirnya benar-benar dapat mengalami kemajuan besar dan mimpi 'merdeka 100 persen' tidak akan menjadi utopia belaka, karena proses yang panjang itu telah terlewati dan sedang ada dipangkuan kita.
Share:

Hari Pahlawan Tak Sesederhana 10 November 1945


                           sakersomu.blogspot.com

Ini adalah aksi massa terbesar pascaproklamasi kemerdekaan Indonesia. Bermula dari kematian jendral A.W.S Mallaby, pasukan Inggris di bawah pimpinan Mayor Jenderal Robert Mansergh menyerang Republik Indonesia terkhusus daerah Surabaya sehingga membuat arek-arek Suroboyo mengerahkan segenap kedigdayaannya untuk menghadapi seluruh pasukan inggris berikut sekutunya. Bisa dikatakan jendral Mallaby lah sang pemicu pertempuran besar itu, dikarenakan ia mati dalam bentrok/baku tembak dengan sekelompok pemuda (milisi) Indonesia yang kebetulan berpapasan dengannya juga notabene salah paham, saat itu tanggal 30 oktober 1945.


Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa bersejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Inggris. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah kali pertama perang pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan suatu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.


Hari ini kita memperingati hari pahlawan, tepatnya pada tanggal 10 November 2016, yang semula ditetapkan pada tanggal 10 November 1945. Adalah suatu keniscayaan yang selalu kita peringati setiap tahun. Coba kita pahami lagi dengan cara yang berbeda, sejatinya dari 'hari pahlawan'. Jika pendahulu kita bangsa Indonesia memperjuangkan hak-hak rakyat dengan cara revolusi dalam arti berperang sesungguhnya melawan kolonialis/imperialis asing, lalu sebagai generasi penerus sikap apa sepatutnya diambil untuk reformasi ke depan?


Bilamana bung Tomo berikut arek-arek Suroboyo mengindahkan ultimatum Inggris dan tak melakukan perlawanan sengit, bagaimana perkembangan pelajaran sejarah sekarang?
Andaikata Tan Malaka tidak ambil andil dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, walaupun berseberangan ideologi dengan Soekarno dan Sjahrir melalui revolusi totalnya, merdeka 100 persen, apa kabar Indonesia kini? 
Misalkan Sutan Sjahrir atau Wapres/PM Moh Hatta enggan mengamini diplomasi Konferensi Meja Bundar dengan Belanda di Den Haag hingga meja PBB, akan ada berapa lagi pertempuran yang menyedihkan itu?


Kesempatan tak datang untuk kedua kalinya, selagi portal  kemerdekaan terbuka lebar, maka tiada alasan untuk tidak mewujudkannya. Mungkin itulah pemikiran pemuda zaman imperialis yang menindas rakyat Indonesia kala itu.

Ya, itu adalah kemerdekaan versi terdahulu.


Beda Zaman Beda Sistem Imperialis


Kini zaman telah mengalami transisi, 18 tahun era reformasi berlangsung. Kita merasa benar-benar merdeka dari kaum imperialis/kolonial, begitulah pikiran khalayak dewasa ini. Pun pascaproklamasi kemerdekaan bahkan juga berpikiran sama. Namun, faktanya kolonial saat itu tidak mau begitu saja melepaskan dan mengakui kemerdekaan Indonesia kala itu. Sehingga bentrokan belum bisa dihindari. Nah, jika kita berbicara kemerdekaan dengan konteks sekarang ini, bagaimana? 
Memang benar, penjajahan dalam arti sesungguhnya (hard) sudah tidak terjadi di Indonesia. Agaknya penjajah yang secara halus (soft) yang entah itu disadari atau tidak telah mengancam bangsa Indonesia khususnya. Sebagai contoh, masuknya barang impor di Indonesia secara tidak langsung telah mengalihkan perhatian masyarakat dari yang semestinya memilih produk lokal malah beralih ke komoditas asing tersebut, dan itulah namanya penjajahan ekonomi yang dewasa ini sangat disukai negara-negara imperialis. Penjajahan ekonomi terjadi karena negara-negara imperialis tidak mampu menjajah secara politik, maka dari itu mereka menggunakan sistem penjajahan ekonomi yang ujung-ujungnya pasti kapitalisasi dan dirasa cara itu cukup efektif menurut penjajah. Begitu pula teknologi apalagi. Budaya busana (trend fashion) anak-anak Indonesia sekarang mayoritas berkiblat ke barat-baratan sehingga dirasa lebih modis, gaul dan sebagainya. Bukannya itu penjajahan, ya dijajah secara halus. Bahkan inilah penjajahan yang berbahaya, karena si imperialis ingin mengubah jiwa bangsa jajahannya. Jika suatu kebudayaan dapat diubah, maka bisa dipastikan jiwa bangsa terjajah juga ikut berubah, sehingga jiwa dan kebudayaan si penjajah dan terjajah akan sama atau terintegrasi jadi satu. Jika sudah begitu, sudah tidak dapat lagi dikembalikan, kalaupun bisa itu akan sangat sulit. Jadi dalam konteks tersebut, siapa dan di manakah peran sebagai seorang pahlawan?


Setiap Hari Adalah Hari Pahlawan 


Kita tidak perlu lah kembali mengundang pejuang-pejuang revolusioner dulu, biarkan mereka tenang di alam sana. Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Amir Arifudin dan lainnya adalah para pejuang revolusioner yang sudah berjasa berjuang untuk memperjuangkan bangsa Indonesia dulu. Dewasa ini, kita tidak butuh sosoknya hanya saja, pemikiran mereka mungkin masih relevan saat ini jika kita mau menggalinya lagi. Dengan buku 'merdeka 100 persen'nya Tan Malaka sejujurnya ingin mewujudkan Republik Indonesia yang secara sebebas-bebasnya tidak bergantung dengan negara lain, benar-benar merdeka 100 persen itu ekspektasinya. Tetapi melihat kenyataan saat ini, pastinya Tan sangat sedih karena memang bangsa Indonesia belum memenuhi syarat untuk itu. Dibutuhkan proses yang panjang pastinya.


Padahal, jika dari hal kecil saja kita mau melakoni sesuatu yang bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain, terlebih kepada negara serta selalu berusaha menjadi lebih baik tanpa membuang-buang waktu hingga dapat memaknai kehidupan, maka sejatinya setiap hari itu adalah hari pahlawan. Ya,, hari pahlawan untukmu. Dan bayangkan, kalau saja semua orang bisa seperti itu, maka bangsa Indonesia khususnya selangkah demi selangkah pada akhirnya benar-benar dapat mengalami kemajuan besar dan mimpi 'merdeka 100 persen' tidak akan menjadi utopia belaka, karena proses yang panjang itu telah terlewati dan sedang ada dipangkuan kita.
Share:

Jumat, 28 Oktober 2016

Sumpahkah Pemuda Kita Hari Ini?

                               sumpah pemuda 


88 tahun telah berlangsung, sejak dimulainya ikrar setia, sumpah pemuda 28 Oktober 1928 merupakan hasil rumusan pada kongres pemuda II tepatnya di Batavia (nama Jakarta tempo dulu) yang diketuai oleh Soegondo Djojopoespito (PPPI) juga dihadiri oleh jong-jong seindonesia.  Sumpah Pemuda adalah bukti otentik bahwa memang pada tanggal 28 Oktober 1928 Bangsa Indonesia dilahirkan dengan penuh semangat perjuangan. Berangkat dari itu seharusnya seluruh rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober selaku hari lahirnya bangsa Indonesia dengan merenungi kembali makna dibalik 'Sumpah Pemuda' itu sendiri, bukan sekadar semangat saja.

Prosedur kelahiran Bangsa Indonesia ini adalah buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis ketika itu, kondisi ketertindasan ini-lah yang lalu mendorong para pemuda ketika itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan juga martabat hidup manusia Indonesia asli, tekad ini-lah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya (17 Agustus 1945). Lalu pada tanggal dan tahun yang sama pulalah lagu Indonesia Raya ciptaan WR Soepratman menjadi yang pertama dan terakhir kali sebagai lagu kebangsaan Indonesia dan dicetak melalui surat kabar Sun Po berikut teksnya (28 Oktober1928).

 gedung museum memperingati kongres pemuda                                                   II


Bersesuaian namanya, Sumpah Pemuda dirumuskan oleh para pemuda. Mereka lalu menjadikannya selaku dasar untuk membangkitkan rasa nasionalisme. Para pemuda tidak lagi berjuang sendiri, melainkan bersama-sama. Ikrar Sumpah Pemuda tidak lahir begitu saja, untuk mewujudkan bangsa yang besar seluruh rakyat Indonesia terlebih para pemuda telah merelakan bahasa, adat dan agama mereka demi mencapai bangsa yang utuh lagi erat. 


Memangnya apa yang sudah kita lakukan hari ini atau mungkin hari sebelumnya dalam memperingati hari bersejarah ini Hmm.?
Apa hanya memperingati saja, atau merenungi kembali ruh dari sebuah makna 'sumpah pemuda'. Barangkali dari kita punya cara sendiri-sendiri dalam mengapresiasi itu. Yang di sekolah, para guru mengingatkan kembali kepada murid-muridnya apa itu 'sumpah pemuda' dan bagaimana sejarahnya. Yang jurnalis disibukkan dengan kata per kata dan serangkaian kalimat  demi mencapai suatu peradaban artikel yang akan terbit esok hari. Yang pemudanya, menurut hemat saya belum tahu juga bagaimana mereka menyikapi ini.

                              BabatPost.com


'Sumpah Pemuda' yang di ikrarkan kala itu merupakan salah satu mimpi daripada para pemuda pada masanya itu. Mereka ingin pemuda sebagai tonggak menuju suatu kemajuan yang konkret. Dapat memandang dengan jernih masa depan. Sumpah pemuda sebagai kristalisasi semangat dalam upaya membesarkan bangsa Indonesia. Jika kita pahami lagi butir-butir sumpah pemuda itu mengandung cita-cita luhur bangsa Indonesia, karena ikrar ini harkat bahasa Indonesia menjadi terangkat dan punya tempat di atas.
Yudhistira Anm Massardi seorang sastrawan menjelaskan: Muhammad Yamin tatkala menulis rumusan ikrar sumpah pemuda yang dibacakan pada 28 Oktober 1928 ternyata sepenuh sadar memberi tempat khusus pada bahasa, bahkan kedudukannya lebih ditinggikan ketimbang dua unsur lain. Perhatikan:

Pertama: Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Satu, Tanah Indonesia. 

Kedua: Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Satu Bangsa Indonesia. 


Ketiga: Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia. 


Pada teks di atas kita melihat kata yang dipilih untuk meneguhkan identitas unsur negara dan bangsa pada dua kalimat pertama dan kedua adalah mengaku. Namun, khusus untuk ikrar kalimat ketiga, tentang bahasa Indonesia, dipilih kata berbeda, yakni menjunjung, bukan repetisi mengaku.

                           NusantaraPost.com


Mengapa? Lanjut Yudhistira, dengan memilih kata menjunjung, para pemuda kita di masa itu sudah ingin memberi isyarat dan menekankan pentingnya pemaknaan yang lebih dari sekadar mengakui, melainkan sekaligus menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa persatuan bangsa. Mengapa? Karena suku bahasa dan bangsa di Nusantara jumlahnya ratusan. Jika bahasa Indonesia tak di junjung tinggi harkatnya oleh seluruh bangsa, eksistensi Indonesia sebagai negara dan bangsa yang mau bersatu akan runtuh! Karena bahasa menunjukkan masa depan bangsa Ujar sastrawan yudhistira Anm Massardi, (di kutip dari opini kompas, jumat, 28 Oktober 2016).


Agaknya, bagaimana keadaan pemuda masa kini? Pertanyaan yang tidak harus saya jawab, biarlah kalian yang menjawabnya. Dengan melihat kenyataan sekarang ini sudah selayaknya kita selaku bangsa Indonesia harus menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa, terlebih bahasa Indonesia. Karena bahasa Indonesia sebagai simbol, jati diri, dan masa depan bangsa. Dan lagi, Bahasa Indonesia pulalah, bangsa Indonesia di kenal mata dunia sebagai bangsa yang besar karena dapat menyatukan segala SARA di Nusantara.
Share:

Sabtu, 22 Oktober 2016

Santri Sebagai Simbol Kekuatan

                      Raudlatul Ulum Guyangan 

22 Oktober kini menjadi hari santri berskala nasional yang akan kita rayakan setiap tahun. Akhirnya pemerintah menaruh perhatiannya pada cikal bakal kyai ini, meski hanya setitik. Mereka baru menyadari barangkali, sesungguhnya kemerdekaan Indonesia yang diperjuangkan hidup mati itu sebahagian besar berasal dari golongan santri dan kyai. Dari dahulu kala, kontribusi besar telah di ulurkan oleh para santri baik dalam memperjuangkan kemerdekaan maupun dedikasi fan keilmuan dan keagamaan untuk membantu para kyai mencerahkan hati orang.


Peranan yang para santri lakukan itu bukan omong kosong belaka! Mereka memegang posisi penting dalam membentuk suatu dimensi akhlakul karimah bagi masyarakat. Dedikasi dan loyalitas santri terhadap kyai, kesederhanaan yang melekat pada setiap diri, antusias dalam ber-tholabul ilmi, untuk kemaslahatan bersama selalu terisi. Totalitas mereka tidak main-main. Bukan untuk meraih gelar ataupun nama   terkenal dan sebagainya, tapi hanya untuk mendapatkan ridho dari sang Ilahi Robbi, barokah kyainya. Atas dasar itu santri menjadi yakin akan hidupnya. Tidak peduli latar belakang seperti apa, yang penting kontribusi untuk kyai dan masyarakat awam harus dititi.


Santri itu kyai kecil, begitu kata mereka. Pun demikian tidak ada alasan untuk meremehkannya. Para pejuang-pejuang kita dulu juga bermula dari santri, kyai-kyai kita dulu ya santri,  yang turut berpartisipasi aktif dalam memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia. Ingatlah Para Walisongo, Pangeran Diponegoro, Kh Hasyim Asy'ari, KH Ahmad Dahlan, KH Wahab Hasbullah, KH Wahid Hasyim, bung Tomo hingga KH Abdurrahman Wahid dan masih banyak lagi, tolong ingatlah perjuangan mereka, bukalah kembali catatan sejarah buku kalian, yang mereka lakukan itu lebih dari cukup dalam memperjuangkan bangsa Indonesia ini, tanah tumpah darah kita ini, bumi pertiwi yang kita cintai ini. Mereka semua itu dulunya juga santri!!.


Kalian ingat?  Ketika bung karno meminta nasihat kepada KH Hasyim Asy'ari bagaimana hukumnya melawan penjajah, maka KH Hasyim Asy'ari langsung mengumpulkan para kyai se-Jawa sampai Madura untuk mendiskusikan masalah itu, sehingga muncullah maklumat "Resolusi Jihad" bahwa melawan penjajah itu merupakan jihad dan wajib bagi setiap warga Indonesia, bahkan bung Tomo memiliki andil besar dalam momen ini. Dengan gagah berani menggelorakan semangat arek-arek Suroboyo terkhusus santri-santri melalui orasinya yang menawan dan menggetarkan setiap jiwa untuk menggerakkan mereka dalam melawan penjajah. Akhirnya perang pun pecah pada tanggal 10 november 1945, dan menjadi yang terbesar saat itu, hingga berlangsung hampir sebulan, bahkan memakan banyak korban.


Namun, baru-baru ini saja sedikit perhatian diberikan oleh pemerintah untuk santri. Sehingga menetapkan satu hari sebagai "hari santri"  tepatnya tanggal 22 Oktober. Sejujurnya bukan hari santrinya yang perlu di garis red line, tetapi semangatnya yang perlu ditiru generasi sekarang, semangat akan memiliki jiwa santri. Bahwa yang namanya santri itu berbudi/akhlakul karimah, loyal, dedikasi, patuh, ulet, disiplin dan sebagainya.
Santri sebagai simbol kekuatan untuk melawan ketidak benaran, adilan dan ketidak singkronan atas realitas yang terjadi di pranata kehidupan sosial ini. Karena selain kepada Ulama sesungguhnya santri itu juga perpanjangan tangan nabi. 

Karena..,

Dialah santri,
Yang memiliki output sosial yang mumpuni,
Dialah santri,
Yang akhlaknya terukur dan tertata rapi,
Dialah santri,
Yang antusias tinggi untuk tholabul ilmi,
Dialah santri,
Yang kontribusinya bagi negeri pertiwi,

Sebab, santri itu mengabdi, bukan menghakimi,,
                                      *edisi hari santri nasional*
Share:

Senin, 03 Oktober 2016

Kearifan Budaya dan Mitos Dua Pohon beringin


Jogjapos.com


Mitos adalah cerita warisan dari leluhur yang banyak dianggap kebenarannya. entah itu memang benar atau tidak, saat ini telah menciptakan berbagai asumsi dan menjadi suatu pengetahuan masyarakat. Yang semulanya merupakan cerita rakyat, kini telah menjelma menjadi suatu tradisi pengetahuan dan akan terus membudaya barangkali.


Ditengah modernitas zik zak ini, masih saja bergulirnya mitos-mitos zaman dahulu. Misalnya saja di Yogyakarta, di sana ada mitos yang saya yakin kalian pernah mendengarnya, bahkan anda sendiri melakoninya. Adalah mitos dua pohon beringin berjajar yang berada di Yogyakarta, tepatnya di alun-alun selatan atau bisa dibilang 'alkid', begitu kami menyebutnya.


Ceritanya, yang bisa berjalan melewati dua pohon beringin itu tanpa melihat (baca: mata telanjang) dengan tidak melenceng maka, dia adalah manusia pilihan yang bersih hatinya dan apa yang menjadi keinginannya terkabulkan.Terlepas dari konteks itu, seiring berjalannya waktu saya berpikir ini adalah suatu kearifan budaya lokal, bukan sekadar cerita mistis belaka, kenapa? Begini, ketika orang bicara tentang mitos, saya rasakan hal pertama yang menjadi objek itu pasti alam, kedua barang gaib atau makhluk astral. Suatu realitas alam yang dikaitkan dengan hal gaib bukan serta merta kejadian sungguhan, barangkali itu merupakan clue, bahwa orang-orang pada zaman dahulu ingin menyampaikan pesan kepada generasi ke depan.


Jadi ada pesan yang tersimpan dalam suatu mitos tertentu, dan mereka ingin kita mengetahui yang sebenarnya. Namun, alangkah ironisnya kita belum sepenuhnya mengerti itu, alih-alih mengamini ekspektasi para leluhur eh malah hanyut dalam peradaban cerita rakyat tanpa memfilter terlebih dahulu makna dari sebuah cerita mitos. 


Mitos pohon beringin di Jogja itu sebenarnya merupakan suatu kearifan budaya lokal yang berkaitan dengan realitas alam menurut saya. Analoginya seperti ini (dalam konteks mitos di atas) orang terdahulu mengajarkan bahwa dalam melangkah maju, pandangan kita harus benar-benar terbuka lebar, lebih lagi dalam satu pandangan terkaver seribu penglihatan, seorang murid di suruh gurunya fokus pada satu titik di depan, akan tetapi dia bisa menghindari serangan dari belakang, ha,, ini lho yang disebut satu pandangan tersimpan seribu penglihatan. Ibarat orang kafir itu seperti orang yang berjalan diantara pohon beringin tadi dengan mata tertutup, karena hijab itulah mereka tidak bisa menemukan jalan, dan karena Tuhan tidak membukakan mata hatinya itulah menjadikan mereka benar-benar sesat arah dan tujuan. 


                              www.hipwee.com

Orang kafir kenapa kok tidak tahu jalan (baca: sesat), kenapa tidak bisa membedakan mana yang layak di sebut Tuhan, dan kenapa mereka mengambil tiket akhirat selain dari Muhammad??? Apakah islam yang diajarkan nabi Muhammad saw tidak cukup kuat menarik hati mereka  hmm. Karena hati mereka telah tertutup dari pintu Rahmat -Nya hingga tidak tau arah dan membedakan bagaimana harus berjalan lurus!.


Karena manusia akan benar-benar berada di jalan yang mustaqim jika Tuhan sudah merelakan apa kehendak-Nya, dan itulah manusia pilihan, manusia yang bersih hatinya. Lalu mengenai mitos di atas, kita sebenarnya diajarkan untuk melihat masa depan dengan mata yang memandang, bukan tertutup oleh sesuatu pun, karena bagaimanapun juga yang namanya penghalang tetaplah pengganggu jalan. Begitulah kearifan budaya bekerja.

Share:

Selasa, 30 Agustus 2016

Jadi kita Fastabiqul Khoirot, Apa Fastabiqul Followers?

  fotogrid.com


Kebaikan adalah kerelaan seseorang mengorbankan moril maupun materilnya demi kemanfaatan bagi dan untuk yang lain. Dengan berbuat baik, kita akan memperoleh kebaikan kembali sekaligus memperbaiki tali silaturahmi. Pun yang saya pahami seperti itu. Di zaman yang serba guna dewasa ini, kebutuhan akan teknologi tak terelakkan lagi terlebih gawai misalnya, dengan godaan aplikasi yang aneh-aneh dan mudahnya di install  siap mempergunakannya.


Agaknya, kebutuhan yang semudah itu menjadi permasalahan di lini kehidupan, ah bukan begitu bahasanya, kadang memberi beban tersendiri. Ternyata teknologi yang tidak tepat penggunaannya membuat kesalahan yang permanen sepertinya. Coba kita lihat, berbuat kebaikan riil (dalam arti yang sebenarnya) yang dulu menjadi perlombaan dan saling memacu, sekarang sepertinya kurang berlaku karena tersisih oleh kemampuan teknologi, berikut karena injeksi aplikasi dalam smartphone seperti akun sosial, saat hadirnya aplikasi yang Di bumbui followers maka, fastabiqul khoirot atau berlomba dalam kebaikan menyebabkan devaluasi dan dekadensi, lebih ngerinya lagi kalau degradasi, semoga itu tidak berlaku. Karena yang terjadi dewasa ini adalah bukan lagi berlomba-lomba dalam kebaikan namun, berlomba-lomba mencari pengikut (baca;  followers


Dahulu jauh sebelum sekarang ini, Allah dan Rasulullah telah menganjurkan agar berlomba-lomba dalam kebaikan (baca;  fastabiqul khoirot), begitu pentingnya hal itu hingga Allah sekalian nabi pun menganjurkannya secara langsung. Jika mau mundur (baca; ingat lagi) zamannya nabi dan para sahabat, yang akan ditemukan di sana adalah manusia unggul nan mumpuni intelektualitasnya yang mengerti betul makna dari fastabiqul khoirot, karena berbuat kebaikan adalah keikhlasan yang luar biasa menurut saya. Mereka seutuhnya memahami itu, dan dengan kebaikan pula akan menjadi kredit poin nantinya, atas izin Tuhan.


Berbeda dengan sekarang, alih-alih berlomba-lomba dalam kebaikan eh malah berlomba mencari followers. Saya tidak tahu ya, kenapa makhluk bernama followers ini begitu mengintervensi orang. Banyak dari kita disibukkan dengan mencari followers abstrak itu. Lihatlah orang-orang kita disini, sering kali saya menemukan banyak dari mereka sibuk membicarakan followers, dengan bangganya memamerkan followers, bahkan ada yang mengupload video segala untuk berterima kasih kepada followers atau 'pengikut' begitu bahasanya. Ini apa maksudnya hah,, memang dengan banyak followers akan memudahkan hidup kita, emangnya followers akan memberikan syafaat kelak di hari tiada duanya, memangnya followers itu surplus kredit poin apa?, atau bahkan kita  sok-sokan menjadi pemimpin dan menaungi followers, tiga kata untuk itu 'absurd sekali gais!'.


Akun sosial, popularitas bahkan otoritas malah dijadikan ajang pencarian followers, ya memang tidak semua sih, tapi tetap saja ada saja yang terobsesi dengannya. Tidak Twitter, Instagram, dsb muaranya bisa ditebak pasti salah satunya soal followers. Jika keterusan seperti ini, bagaimana bisa menyebut diri kita pengikut nabi. Alih-alih menjadi followers nya Tuhan dan Rasul, eh malah jadi followers nya teknologi. Mohon maaf, bukannya anti, tapi kita juga ingat hidup adalah mencari Tuhan, bukan mencari followers yang sering orang didambakan. Toh itu tidak konkret. 


Lebih konkret lagi, jika guru kita mencontohkan 'alkhoirot' (baca;  tauladan)  kepada anak didiknya, pemerintah berlaku adil dan jujur serta bijaksana, dan pedagang menjajakan dagangannya dengan jujur maka, peradaban macam apa yang akan kita dapatkan? Sungguh luar biasa. 


Bayangkan, Rasulullah Muhammad itu tidak punya akun sosial, tapi lihatlah pengikutnya, jika nabi punya sosial media tidak bisa dibayangkan akan ada berapa angka yang terakumulasi atas nama followers dan tidak akan bisa tuk kita kalkulasikan. Maka dengan demikian, mari kita kembali pada khittoh yang telah terlupakan ini, kita luruskan lagi jalur yang keluar garis tersebut, agar dapat kembali ke jalan yang mustaqim itu. Kita bukan menyuruh, tapi kita mengajak agar sama-sama kembali untuk mencari Tuhan dan menjadi pengikutnya Kanjeng Rasulullah Muhammad saw.


                                 Yogyakarta, waktu dzuhur,,
Share:

Selasa, 16 Agustus 2016

Mari Merdeka Dari Diri Sendiri

Atmosfer kemerdekaan sudah menyebar kemana-mana, dalam skala nasional bahkan. Semuanya berusaha all out untuk partisipasi dalam menyongsong kemeriahan kemerdekaan. Mengadakan lomba, dan saat momen inilah seketika suasana euforianya menjadi tumpah ruah. Hampir setiap daerah di Indonesia beramai-ramai mengekspresikan aspirasi rakyat yang berwujud lomba-lomba  dalam berbagai macam perlombaan: Panjat pinang, lomba lari, masak dll menjadi budaya Indonesia dalam menyambut kemerdekaan. Begitu antusiasnya masyarakat, hal ini menjadi meleburnya status rakyat.

AKUU
MERDEKAA
MERDEKAAA
MERDEKAAAA
MERDEKAAAAA
MERDEKAAAAAA
MERDEKAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
MERDEKAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!

Pikiran budrek, tulisannya cancel dulu, malah ada gempa segala ohh,,

Share:

Minggu, 14 Agustus 2016

Karena Hidup Tak Sekadar Soal Cinta dan Romantisme Pacaran Saja, Tetapi juga Tentang Edukasi, Dedikasi, dan Perjuangan


www.vemale.com  

Pagi Gais,, 

Bicara soal cinta memang menyenangkan, menggairahkan bahkan, semua orang langsung paham dan nyambung kemana arah pembicaraan nya atau muaranya. Betapa kehidupan kita penuh diisi dengan cinta, perasaan dan pacaran, akan tetapi banyak juga yang jadi budak karenanya. Mereka yang bermain cinta malah tak terkendali dan sebaliknya mereka dipermainkan oleh cintanya sendiri, Menyedihkan sekali bukan. Padahal ada poin-poin penting dalam hidup ini yang seharusnya di tanamkan. Berikut tujuh poin penting tersebut:

1. Karena Hidup Sejatinya Adalah Ngerem dan Mengendalikan, Bukan Cuma Ngegass Keinginan dan Nafsu Belaka

Setiap hari kita dapat melakukan sesuatu dengan mudahnya melalui keinginan hati yang kemudian di acc oleh pikiran lalu merealisasikannya dengan tindakan tentunya. Apalagi di tengah budaya ekonomi industri modern yang instan lagi konsumtif dewasa ini,  semuanya tampak lebih mudah dengan berbagai dukungan atau support dari teknologi informasi dan komunikasi, sehingga membuat orang lebih gemar untuk menikmatinya. Akan tetapi, apakah yang seperti itu terus menerus dianggap baik-baik saja, hmm? hingga lupa bahwa hidup sejatinya adalah ngerem bukan mempersilahkan keinginan dan nafsu belaka.

2. Karena Hidup Tak Sebatas Cita-cita dan Harapan (Aplikasi) Tog Namun, Juga Realisasi/Tekad (Ram)  Untuk Menjalankan  

Di era digital ini siapa sih yang tidak punya smartphone, perangkat mini atau nama lain dari gawai tersebut memang diminati banyak orang. Dengan dilengkapi spesifikasi yang mumpuni menjadikan Ponsel cerdas sebagai pegangan sakral setiap orang. Di dalam smartphone ada yang namanya Ram, berikut fungsinya sebagai penjalan aplikasi. Jika kita korelasikan dengan kehidupan nyata, cita-cita dan harapan ini ibarat aplikasi lalu untuk menjalankan aplikasi harus membutuhkan Ram yang saya ibaratkan sebagai tekad. Ada banyak aplikasi-aplikasi yang di analogikan dengan the real world, tapi saya hanya mencontohkan dua di atas. Semakin banyak aplikasi kita, maka akan semakin besar pula Ram (tekad) yang kita usung. Jadi, penjelasan sampai sini saja pasti sudah memahamkan to, lalu nantinya juga ada prosesor, chipset, Os dll yang akan kita analogikan lagi jadi, sampai disini dulu okeh.

3. Karena Hidup Bukan Hanya Mengikuti Alur Saja, Tetapi Dapat Menciptakan Jalur Yang Berdaya Mengubah Perjalanan Dunia

Apa yang kita lakukan sekarang adalah refleksi dari kehidupan masa lampau, alasan kita melakukan sesuatu karena ada referensi yang menginformasikan. Pelajaran sekolah, kebijakan pemerintah, politik, ekonomi, sosial budaya,  bahkan, cara berpikir kita merupakan cerminan kehidupan terdahulu yang kadang direformasi. Lebih jeleknya kita masih dijajah melalui pemikiran (tidak merdeka). Memang benar, pemikiran dan warisan budaya nenek moyang itu baiknya dilestarikan namun, juga harus di ingat kita bukan mereka dan tidak hidup di jaman yang sama, kita menulis tidak perlu terus melihat dan memilih font, karena kita punya font sendiri-sendiri. Jika budaya ngikut masih diaplikasikan saja, bukankah yang demikian itu kurang bagus, Menurut saya sih gitu, bagaimana menurutmu hmm?

4. Karena Hidup Tak Melulu Masalah Karir dan Pencapaian Namun, Lebih Kepada Keseimbangan dan Stabilitas

Siapa sih yang tidak mau mencapai Puncak, walaupun faktanya ada orang yang suka nganggur, tapi setidaknya saat ini saya sedang membicarakan normalnya orang waras. Bukan masalah jenis kelamin, karena karir adalah penunjang finansial kehidupan yang orang impikan, makanya banyak dari mereka mati-matian mencari pekerjaan, memacu karir dan rela menghabiskan waktu banyak demi meraih karir yang selayaknya. Bahkan, terkadang jarang ada waktu untuk keluarga,  hingga anak-anak kurang mendapat Kasih sayang. Kalau seperti ini, rasanya terlihat njomplang satu sisi bukan, terus bagaimana cara penyelesaiannya? Apakah selain karir tidak begitu penting,,

5. Karena Hidup Tak Sekadar Soal Cinta dan Romantisme Pacaran Saja, Tetapi Juga Tentang Edukasi, Dedikasi, dan Perjuangan

Kalau sudah ngomong soal cinta, seketika atmosfernya akan berubah drastis, yang sebelumnya tidak paham bahasan diskusi menjadi sok-sokan ngerti semua tentang Cinta. Yah,, memang begitulah, Cinta membuat manusia luluh, Cinta membikin insan terpesona, hingga Cinta membuat orang buta dan gila. Cinta menjadi lebih Indah diatas wadah yang bernama pacaran, kiranya seperti itu. Sayangnya, chapter ini tidak begitu berlaku bagi yang jomblo, mereka yang tidak punya pasangan akan serasa termarjinalkan namun, hidup intinya tidak itu-itu saja dan ini menjadi angin segar untuk para jomblo, karena mengabdi dan berjuang adalah sebenar-benarnya hidup. Sorry, bagian ini jelek, pikirannya buntu.

6. Karena Hidup Bukan Cuma Bermain Rasa Namun, Lebih ke Olah Rasa

Benar saja, Halaman ini adalah lanjutan dari tulisan di atas pastinya, karena Cinta rasa dan pacaran adalah satu kesatuan integral yang tidak terpisahkan. Bahasan sebelumnya membuat baper nih hehe,,. Ketika bermain Cinta, ah bukan begitu bahasanya, ketika berpacaran, banyak diantara kita yang sangat romantis. Dengan segala bentuk gayanya masing-masing, bikin puisi sok romantis, pas ulang tahun pacar di kado, dinner di tempat mesra dan lainnya. Semuanya atas nama Cinta yang terdalam,  sayangnya banyak juga diantara kita yang kurang sepenuhnya paham. Saat buat puisi misalnya, kata-katanya pasti bagus dan membawa perasaan namun, pemahamannya itu hanya sebatas orang yang dia sayang dan belum bisa mendalami seutuhnya puisi yang dibuat, sehingga dia kehilangan ruh makna sebenarnya dari tulisannya. Jika demikian, itu hanya baru bermain rasa. Padahal seharusnya yang kayak gitu bisa dapat feelnya dengan mengolah rasa, baru meraih makna yang sejatinya. Jadi bagaimana,  apa anda masih terus bermain rasa atau mengolah rasa hmm? Xixixi,, 

7. Karena Hidup Sebenarnya adalah Mencari Tuhan, Tidak Selalu Mencari Ganjaran Yang Menjanjikan

Saya akan mula dari pertanyaan. Apa sih Alasan kita sebenarnya dari menjalankan kewajiban dan Menjauhi larangan-Nya?
Pertanyaan yang sederhana, tapi membutuhkan jawaban yang akurat seharusnya. Tahu Kenapa saya memakai kata seharusnya?  Karena saya yakin jawaban maklum yang ketebak yaitu untuk bisa masuk surga-Nya, Dan itu bisa digeneralisasikan. Agaknya piala yang bernama surga itu begitu mengkontaminasi pikiran, kita melakukan salat biar dapat pahala, rajin zakat sodaqoh agar meraih ganjaran serta dilipatgandakan rezekinya. Pokoknya orientasinya bermuara di Ganjaran dan Surga, padahal surga adalah jurusan/alamat terakhir dari berbagai proses penghidupan dan dapat diperoleh dengan mengambil hati Tuhan, lalu ganjaran itu sebagai salah satu kredit point dari-Nya yang nantinya juga akan menjadi jembatan pengantar kesana. Berbeda lagi Jika orientasinya sudah Tuhan, maka parameter surga dan ganjaran tiada artinya lagi. 

Ya ini baru gambaran sederhana saja, karena keterbatasan pemahaman dan masih parsial-parsial, lain kesempatan saya akan membicarakannya secara lebih intens lagi komprehensif. Oke Nuwun Gais,, 
Share:

Blog Archive