Di sini Ceritanya Wongsello


Minggu, 17 November 2019

Nyatanya, Kehidupan Jalanan Itu Sudah Dimulai Sejak Dulu Masih Kecil




#Saat lulus nanti, aku cukup puas dengan predikat sello dan gelar sarjana bonek wkwk.

Itu kesan pertama yang aku tuliskan sebelum diwisuda dulu. Saat semakin ke sini aku jadi ingat ternyata pengalaman mengaspal atau kehidupan jalanan itu sudah dimulai sejak dahulu kala, sewaktu aku masih kecil di Sekolah Dasar. Waktu itu sering sama teman-teman bermain dan berkelana di banyak daerah, di desa-desa, lintas kecamatan  dengan bersepeda. Tak lupa juga pengalaman nyolong tebu di daerah Masong, sebrang kulon desaku hingga dikejar sama pemiliknya dan diakhiri arit/sabitku dibuangnya di tengah lahan pertebunan itu.

Nyatanya, kehidupan sekarang yang kusebut jalanan itu sekali lagi nyatanya sudah dibentuk dari dahulu kala. Sampai sekarang aku berada di jalur wartawan pun tak ubahnya sama dengan kehidupan jalanan dan terus mengaspal. Dan semua itu bermula ketika aku masih kecil. Ini semacam lintas kesadaran terlambat yang baru teringat sebagai kesadaran waktu past live.

Jadi Timeline jalanan dalam 24 tahunku sederhananya seperti ini: ada tiga rentang, rentang atau paruh pertama di SD masa bermain dan berkelana bersepeda sesuka hati di daerah-daerah sekitar Pati, paruh kedua, di MTs-MA Bonek pas liburan pondok dan sekolah, Kudus, Demak, Semarang, dan Jogja adalah kota-kota tempat kami mengaspal dulu, jadi agak gelandangan di zaman itu. Lalu paruh ketiga, pas di Jogja sebagai mahasiswa jalan kaki di tempat-tempat yang aku pingini, pernah UIN-Selokan Mataram bahkan sering, pernah Sorowajan-Malioboro beberapa kali, Sorowajan-Lempuyanga-KotaBaru, Sorowajan-Krapyak dua kali, terakhir Sorowajan-Kasihan Bantul,kira-kira 12 km kami mangkati dengan jalan kaki. Kebanyakan alasan semua itu aneh-aneh, mungkin tidak masuk akal bagi orang sekarang, tapi begitulah aku, kadang jalan sendiri,kadang bareng teman-teman yang mau. di paruh ketiga ini, ekspansiku belum jauh ke luar kota, apalagi sampai ke luar negeri. Biar itu nanti akan mengerti dalam perjalanan berikutnya. Bukan aku sungguh mengerti dan tahu diriku, tapi intinya dalam penghayatan 24 tahun hidupku, yang kutemui dan kuketahui baru sampai di situ.

Itu sebagai pengantar tulisanku..

Kali ini aku akan bercerita dulu ketika masih sekolah, ketika masih suka bonek untuk jalan-jalan ke mana-mana hatiku suka bareng "Bolo Bonek Ndonyo Akherat" saat itu penemu dan ketuanya adalah Abdul Rois, temanku dari Jambean Pati, sekarang dia sedang bekerja di Korea  hehe..
Saat itu kami berpisah di perbatasan Kudus-Demak karena kebelet boker aku turun di pom bensin setelah sebelumnya janjian untuk ketemuan di Kali gawe jalan Tol arah Jogja. Dulu tugu cengkeh Kudus belum ada. Akhirnya temen" bolo bonek donyo akherat melanjutkan perjalanan dengan meninggalkan aku sebentar di jalanan, dan aku menyusul kemudian, tapi malah aku yang tiba duluan di tempat perjanjian dengan bonek truk. Lalu pas semua berkumpul kembali melanjutkan perjalanan ke Jogja.

Jogja menjadi kota terakhir di episode jalan-jalan bonek kami, dan siapa kira kini sebagian personilnya masih mengeja nama-nama di jalanan, di kota yang kata Rendra adalah kota tua, kota yang katanya surganya para seniman, kota di mana semua orang mendadak jadi penyair, yang kata anak-anak muda adalah kota tempat pulang dan kembali, kota yang terbuat dari rindu dan kenangan, kota dengan daya magnet yang luar biasa, Jogja.

Kini enam tahun sudah berlalu, dan aku masih tetap mengingat itu, kenangnya. Dan kami memilih jalan kehidupan masing-masing, sebagian di Jogja, Pati, Blora, Semarang, ada yang di Mesir dll. Kini ada yang jadi seniman, penulis, ada yang jadi wongsello, analis one piece abal-abal, ada yang jadi pegiat burung lovebird, ada yang jadi TKI di Korea dll.

Soal namanya, aku hanya meneruskan saja sebuah nama yang dibuat oleh bos Abdul Rois "Bolo Bonek Donyo Akherat".


#Inilah kisah petualangan di jalanan bernama kehidupan Bolo Bonek Donyo Akherat  
























Share:

0 komentar:

Posting Komentar