#Arsip 2017
.
Nyatanya lingkungan kata itu ada banyak sekali di peradaban bahasa. Satu kata akan mengantar ke kata berikutnya atau makna lain yang mungkin terkandung. Kebanyakan kita sering menggunakan satu kata/istilah untuk mengatakan jamak maksud, padahal dengan mengamati dan menggali lagi sebenarnya ada banyak juga kosakata yang jarang dipakai atau bahkan belum pernah digunakan khalayak umum.
Kita acapkali memperkosa suatu kata/istilah untuk menjelaskan makna yang akan disampaikan, akibatnya semua jadi kaku dan terkesan kurang pas dalam menyampaikan makna tersebut.
Semisal saja kata Iman, Aman, dan Amin. Tiga kata tersebut adalah satuan atau lingkungan kata yang terbentuk dari balungan kata alif mim dan nun. Padahal di gramatikal bahasa arab sendiri tiga kata itulah yang akan membentuk atau melahirkan macam-macam kata lain yang mungkin masih terkait dengan balungan kata dasarnya. Selain itu untuk bahasa arab sendiri tiga kata dasar yang membentuk kata lain itu biasa disebut madhi tsulasi mujarrod. Belum cukup dengan pembentukan kata, ada lagi nantinya yang menentukan nasib makna dari lingkungan kata tersebut yakni harokat atau bahasa indonesianya mudah disebut pergerakan, memang agak kurang enak padanannya, tapi bukan itu maksudnya. Jadi, ada empat harokat yang akan menentukan makna dalam setiap kata, yakni ada rafa alamatnya dhomah, nashob fathah dan jer kasroh serta jazm sukun. Khusus jazm lebih ke fiil amar. Tiga harokat ini tidak tetap, sederhananya dapat berganti dan bolak-balik.
Misal contoh tadi, dari balungan kata alif mim nun bisa dibaca i-manu, dapat a-ma-nu, boleh a-minu. Saya memakai rafa atau dhomah karena lebih biasa digunakan. Nah, dalam kitab berbahasa arab sendiri, kebanyakan tanpa harokat bagaimana cara mengetahuinya ini bisa dibaca dengan tiga varian tadi? Maka, kejelian dan ilmu alat nahwu shorof balaghoh dll harus digunakan dalam menganalisanya.
Kebanyakan dari kita kurang menyadari kalau kata atau mufrodad tersebut dapat dibaca banyak macam, jadinya persoalan-persoalan dan perdebatan segala jenis yang gak ujung-ujung karena mungkin mereka gak melihat sisi di mana harus memandang luas ke segala arah.
Nah, terkait tiga kata di atas saya ingin menghubungkan dan mengaitkan bagaimana kok satuan kata dapat terhubung dengan tidak memisah maknanya. Kalau dari penglihatan saya, mula-mula dari kata iman yang artinya percaya atau yakin sepenuh hati, dari keyakinan itu maka, menimbulkan reaksi yakni menjadi aman lalu akhirnya berakibat amin dipercaya.
18 November 2017
.
.
.
#Dalam perspektif lain pandangan itu juga bisa digunakan sebagai metode dalam berkehidupan, misal menjadi pemimpin ideal, pembelajaran sosial, berniaga dan lainnya. Kalimat terakhir pun sudah merupakan akibat dari awalnya, jadi Amin atau terpercaya adalah akibat dari adanya Iman dan Aman.
Pertanyaannya, bagaimana rasa Iman itu dapat muncul? Jawabannya adalah memahami dulu bagaimana menjadi manusia itu. Kemudian ada variabel lain yang melebar seperti; makhluk, hamba, ahsanu taqwim, khalifah yang pembahasannya semakin terperinci dan lebih mendalam.
Sebenarnya ini juga wujud kausalitas dari serangkaian fenomenologi dan dialektika kehidupan. Dan lagi, bukankah nabi Muhammad adalah Al-Amin, gelar yang disematkan orang diumur yang beliau masih muda. Al-Amin adalah cahaya yang bahkan dapat menembus hati yang mati.
0 komentar:
Posting Komentar