Jarang-jarang aku bisa tertarik belajar di dalam kelas, karena paham jalanan merasuk begitu sunyi. Namun, di suatu hari, sekali waktu ketika masih kuliah di kelasnya Prof Bermawi Munthe cukup menarik perhatianku. Begini ceritanya..
.
.
.
*Suatu hari di tahun 2017....
Saya dapat pencerahan ini dari salah seorang guru, sebenarnya dosen, tapi lebih suka menyebutnya guru begitu. Iya, baru-baru saja ngeh dengan statement beliau yang mengatakan bahwa alfatihah adalah alat pembuka untuk memasukkan Tuhan ke dalam hati. Inilah yang menjadi daya tarik bagi pribadi sendiri.
Secara umum diketahui kalau alfatihah merupakan surat pembuka dari kalam ilahi alquran. Sejauh yang saya amati, kebanyakan orang hanya stagnan pada pernyataan yakni surat pembuka itu sendiri atau biasa dikatakan alfatihah namun, beliau Prof Bermawi Munthe datang dengan membawa dagangan lain, [meniru istilah beliau] adalah alat pembuka yang akan memasukkan ke dalam hati kita yaitu Tuhan. Beliau melanjutkan, jika di dalam diri ini eksistensi Tuhan sudah tiada, maka "Kita telah mati sebelum mati!", begitu beliau menyampaikan. Ini menarik, karena di tengah para guru atau dosen yang biasa mengajar bidangnya secara akademis namun, ada satu yang lebih bebas dalam bereksperimen atau mengeksplorasi, begitu. Iya, sebelumnya belum pernah terpikir dan saya pun termasuk bagian orang yang stagnan pada asumsi alfatihah sebagai surat pembuka saja. Nah, dengan hadirnya pendapat baru soal tersebut, maka baiknya ini terus digali dan di ekspansi sejauh-jauhnya. Karena saya pikir tidak apa-apa lah, toh yang penting kita masih mau menyembah-Nya.
Mengkritisi karya Tuhan, bagi saya tidak masalah. Dan jika kita tidak mengelaborasi tentang apa yang diberikan Tuhan, mana mungkin kita akan tahu maksud apa yang ingin disampaikan-Nya kepada kita?!. Jadi, ketika mendengar orang berbicara suatu hal yang kiranya baru dan menyegarkan, itu patut diapresiasi dan di dukung. Kalau tidak demikian, daya akal yang diberikan Tuhan akan berkarat dan tumpul dalam menganalisa segala sesuatu.
Lalu kembali ke alfatihah tadi, saya melihat iya apa yang ditawarkan oleh guru saya merupakan satu lagi buah pikiran yang akan terus bergerak dan bervariasi sejalan dengan kemampuan manusia menterjemahkan. Sebagai alat pembuka untuk memasukkan Tuhan ke dalam hati manusia. Kenapa kok pembuka, padahal alfatihah itu ikut wazan failatun, nah ini juga perlu di elaborasi lagi.
Dalam alquran, alfatihah selaku surat awal telah menjadi pengantar bagi surat-surat berikutnya. Kalau menurut sudut pandang saya, dari surat pengantar itulah kita diajak memasuki surat demi surat supaya menjadi singkron dan terarah dalam menyelami kalam-kalam ilahi karena dari awal sudah diantar dengan alfatihah. Ibaratnya ketika masuk istana kita telah diberi kunci untuk membuka segala pintu-pintu yang ada, jadinya kita dapat memasuki ruangan demi ruangan, begitulah simbolismenya.
17 Oktober 2017
.
.
.
#Selang waktu bergulir, setelah apa yang aku dapat itu bertambah lagi pemahamannya mengenai tulisan di atas, bahwa sebenarnya tidak juga jika disebut alat untuk memasukkan Tuhan ke dalam diri. Karena nyatanya Tuhan sendiri melingkupi segalanya. Dus, apa Al-Fatihah jadi delegitimasi?
Jawaban simboliknya, kita bisa mengatasi atau mengatur kondisi badan kita, tapi secara alamiah Tuhan juga memberi hamparan semesta di jagat, baik melalui tumbuhan atau makhluk hidup lainnya. Tinggal bagaimana kita mendayagunakannya.
0 komentar:
Posting Komentar