Dari level materi hingga rohani dapat dijelaskan melalui tulisan santai seperti ini.
Misalnya dari "pekerjaan" dalam arti umum, bahwa setiap manusia terlahir untuk bekerja, karena begitu mulianya pekerjaan itu tentu dapat mengangkat derajat manusianya sendiri. Entah bagaimana kita memaknai pekerjaan ini, namun yang bisa dijelaskan dengan gampang sebab setiap langkah pun sudah mengandung gerak yang berarti bekerja, minimal tubuh yang bergerak atau lebih "digerakkan" oleh Tuhan.
Setiap pekerjaan adalah suatu kemuliaan, atau kalimat lengkapnya "Semua orang bekerja, itu adalah mulia. Yang tidak bekerja tidak punya kemuliaan". Kira-kira seperti itu yang pernah dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan asal Blora yang separuh hidupnya dihabiskan di penjara kemudian melahirkan masterpiecenya "Tetralogi Buru".
Pekerjaan yang baik adalah bekerja untuk keabadian, tapi untuk sampai di makna itu, pelan-pelan kita akan bangun dari hal-hal biasa atau mendasar. Repetisi dari kehidupan yang kita alami merupakan pekerjaan untuk dapat menentukan presisi dan seakurasi mungkin, maka setelah kita berangkat bekerja untuk kemuliaan lalu pulang ke "rumah" atau huma, terserahlah apa istilahmu, kita mengistirahatkan badan untuk kembali esok hari lebih sehat dan baik lagi. Ya bekerja, tentu terotomatis belajar darinya, bahkan sampai kuli-kuli pasar atau buruh kasar pun yang secara pandang orang kantoran tidak efisien dan efektif untuk penghidupan juga dituntut memahami pekerjaannya. Bukan cuma angkat-angkat saja, di situ ada mekanisme, koordinasi, dan koneksi kultural, semisal bagaimana mengerti proses pekerjaan berlangsung hingga keterlibatan alat-alat industri untuk memudahkan keefektifan kinerja. Memahami keteraturan jadwal dan kendala yang bisa saja muncul, dan kultural membangun hubungan kreatif yang dimiliki untuk masing-masing pekerja.
Pekerjaan akan lebih baik, menjamin, dan awet jika terbangun trust dari segala lingkar posisi di mana pun, sampai nge-link antara bos dan karyawan, atas ke bawah, bawah ke atas, jadi satu sambungan yang meminimalisasi terjadinya crash atau ketidaknyamanan baik serikat pekerja atau owner, artinya keberlangsungan suatu perusahaan akan survive jika ditopang poin-poin tadi. Sedang untuk poin konsep dan strategi biarlah ditulis pelaku perusahaan saja.
Nah, segala hal tadi masih terikat dalam hal keduniawian yang jamak, namun sudah terkontrol atau dibangun dengan paham yang cukup baik. Sekiranya kita lebih berjuang untuk hal-hal besar, lebih mendasar dan transenden, maka fenomenologi berangkat-pulang kerja tadi akan lebih bermanfaat untuk lingkungan sekitar, bahkan turut membantu keberlangsungan alam. Timbul pertanyaan, Bagaimana kita akan bermanfaat jika hanya bekerja di suatu perusahaan atau jadi kuli kasar? Bahkan seringnya kita kurang dalam kebutuhan bulanan..
Sebagai manusia biasa apa Tuhan menerapkan sistem atau kebijakan yang memaksakan kehendak-Nya? "Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus'ahaa". Seperti wajib harus wajib harus dan seterusnya, Padahal di dalam alquran Dia mengatakan silmi, bukan Islam, "udkhulu fi silmi kaffah" Artinya itu semacam cara berpikir minimalis atau mikro atau lite, bahwa segala pekerjaan adalah bergantung kemampuan kita. Apakah dengan kita jadi kuli kasar tidak bisa memberi manfaat untuk lainnya?. Kian jika kita tersenyum saja kepada orang menurutku sudah berpartisipasi dan turut menyumbang energi positif bagi keberlangsungan alam.
Ditambah lagi, kalau kembali ke rumus agamanya kan ada "innalillahi wa innailaihi rojiun", pedoman dan rumus kehidupan itu tentu lebih menawarkan paham yang berorientasi kebermanfaatan bagi kehidupan jika dibarengi dengan adagium "khoirunnas anfauhum linnas". Kalimat tarji' sebagai paham personal atau masing-masing orang melahirkan diktum kedua, kebermanfaatan. Artinya dengan memahami kalimat tarji' tadi secara mendalam mestinya akan sampai pada manfaat kepada yang lain. Mengapa hanya mandek untuk sampai pada kata kembali, tentu sebelum dikembalikan baiknya manusia membangun manfaat di alam, maka itu akan lebih nyata dengan pemahaman "rahmatan lil'alamin". Dan ketika makhluk hidup dikembalikan nanti, maka kita akan bisa melanjutkan makna sebelumnya tadi, jika pulang untuk kembali, maka kita mati wajib abadi.
0 komentar:
Posting Komentar