Di sini Ceritanya Wongsello


Kamis, 31 Desember 2020

Kemurnian Melenyapkan Ketakutan


Ada sebuah fenomena yang kian terkenal dipahami orang-orang dengan begitu yakin dan mantap, seolah-olah berita memang sudah ditetapkan seperti itu, maka sebab telah dikatan demikian secara otomatis mempengaruhi pemahaman publik sehingga ada sisi ruang yang terlihat kosong tanpa penghuni, tetapi terkunci. Sebut saja keberanian atau berani, orang dikatakan berani jika telah melakukan sesuatu, pekerjaan yang terlihat sulit dan besar, sangat jarang dikerjakan orang, namun ia melakukannya, maka ia berani. 

Ada orang yang berani terjun dari ketinggian, sendirian menantang sekelompok orang, mengkritik keras penguasa, meludahi presiden, hidup gelandangan dengan sengaja, memilih jalan sunyi, dll, semua tadi dianggap sebagai keberanian. Kira-kira begitulah pemahaman kita selama ini, kita tidak melihat lain sisi apa sebab sejatinya seseorang berani melakukan sesuatu. Kemampuan kita hanya bisa melihat sesuatu tampak dari luar, jika kita bicara soal manusia, analisa gampangnya adalah apa-apa yang dikatakan pengetahuan biologi sewaktu sekolah, wadak, materi, badan, tubuh, tulang, daging, aliran darah, air, otot, syaraf, dll. Jika urusannya sudah nyawa, tentu kita tidak bisa menjawabnya, paling mudah soal itu diserahkan kepada Tuhan. Lalu ada lagi namanya roh, sukma, jiwa yang kita semakin kebingungan dan kalap menghadapi situsasi semacam itu, yang dengan mudahnya juga hal-hal tersebut diarahkan ke ranah supranatural, klenik, dukun, dsb.

Sederhana saja, yang ingin dikatakan adalah apa sesungguhnya yang ada di dalam semua itu? Jika manusia hanya kumpulan tulang dan daging tetap saja ia tak bisa bergerak, ada sesuatu mekanisme yang sifatnya halus dan enerjik sekali dari dalam dengan begitu akan ada suatu dialektika pergerakan yang ditimbulkan dan terlihat dari luar. Kita pikir mengapa manusia berani melakukan sesuatu yang luar biasa dahsyat dan menerjang segala halangan hingga dapat berakibat mengancam harkat, martabat, bahkan nyawanya.

Kemurnian, Alamiah, Kesucian. Sifat-sifat itulah yang mau tidak mau menjadi jiwa, sukma, roh, nyawa  bagi wadak yang dikendarainya. Tiada tembok untuk tak dijebol, tak ada langit untuk tak dicakrawalai, tidak ada timur maupun barat, ialah kekuatan sejati yang diberikan dari Yang Maha Agung.  

Yang begitu itu memang jalannya, sederhananya kekuatan itu tadi yang menjadi inti, sudah tidak ada lagi konsep mengenai ketakutan. Karena jika tidak dilakukan dirinya pasti akan tersiksa lebih pedih daripada mati itu sendiri. Bukan karena iming-iming atau embel-embel, sebab ia murni, sebab alami, dan sebab sucilah ia menjadi harus mengalir kesegala penjuru, bahkan menghempaskan batu yang menghadang. Ia bisa menghidupkan, dan menyembuhkan, tapi juga bisa menenggelamkan dan menghancurkan. 

Ada cerita dari Aristides Katoppo, wartawan senior teman akrabnya Soe Hok Gie, ketika ditanya mengapa kawannya Gie begitu berani mengkritik rezim Orla dan Orba dulunya. Jawabannya menarik, menurut Aristides itu bukanlah suatu keberanian, tapi Dia (Gie) hanya menyampaikan kebenaran dari nuraninya, bagaimapun tetap ia lakukan, itu saja. Dan juga sebagai gerak hati, kewajiban moral, dan panggilan sebagai seorang pemikir “menurut Gie, dari catatan hariannya".

Share:

0 komentar:

Posting Komentar