Di sini Ceritanya Wongsello


Rabu, 10 Maret 2021

Idealisme Kalah Dengan Cuan...!!??

 

Aku tidak memungkiri jika sekarang hidup di era modernitas yang memaksa orang harus berubah kualitas hidupnya lebih ke materi atau dunia kapitalis, hingga tidak heran segala wacana yang berkembang adalah hanya jual beli, dol tinuku, bahkan pendidikan dan dakwah. 

Kemarin sekali ada seorang teman yang berbicara keras mengenai persoalan tadi yang menurutnya menjadi lazim dijalankan atau dilaksanakan di zaman "ajaib" ini, sebagaimana kita memesan/order barang/makanan/sesuatu yang hanya duduk di tempat barang itu dapat sampai kepada kita. Ajaib bukan, bukankah ini sudah merupakan bagian dari surga, jika memakai term lama, "di surga, apa yang kita inginkan langsung terkabul". Memang ada jaraknya, hal tersebut baru terjadi bila kita mempunyai persyaratan dasar untuk terkabulnya, minimal uang atau yang dengan semangat temanku menyebutnya cuan. Dan aku jadi tambah maklum jika dia dengan membara ngobrol soal itu karena dia alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, jadi islam itu bisnis? sudahlah..

Yang terasa klise, bahan jagongan itu memang menjadi biasa dan maklum bagi kita, pernah dulu juga ada teman yang membahas hal demikian. Tetap saja konklusinya berkisar cuan, bahwa kita profesional sebab ada cuan, ceperan, bonus, dan lainnya. Bahwa kita jadi lebih produktif karena wujudnya penghasilan, bahwa yang namanya semangat itu harus ditopang dengan uang, dan perempuan adalah pelengkap di samping penderita sebagai upaya untuk lebih semangat lagi dalam berkarya dan berdaya juang cuan, bahwa semua tidak terjadi itu sudah biasa dan kita disarankan untuk lebih bersabar dan mendengar lagi dengan saksama nyainyian bos-bos, konglomerat, taipan atau sekadar motivator gratisan yang banyak beredar di media-media.

Aku tidak punya masalah dengan pandangan seperti itu, tetapi aku juga punya pandangan sendiri mengenai pokok bahasan tersebut. Jelas tidak jika aku mengatakan bahwa aku tidak butuh materi, minimal untuk sekadar survive dan menjaga badan itu perlu, namun sebagai pedoman atau jalan hidup ini tidak masuk akal. Ini bukan menyalahkan siapa-siapa karena hidup manusia tidak sama dari berbagai alasan yang menjadikan sebab akibat atau tujuannya, hanya saja terasa pusing jika hidup cuman memikirkan cuan. 

Temanku pikir, ide, idealisme itu kalah atau akan kalah dengan cuan, aku tidak bisa bicara banyak jika dengan pedagang, sebab nelangsanya kita dihadapkan oleh banyak kenyataan yang membutuhkan popularitas dan kedigdayaan materi, sementara kita sendiri masih berjuang untuk sekadar menghidupi diri sendiri dan keluarga saja banyak yang kesusahan, belum lagi jika kas rakyat dikorupsi pula, pekerjaan serabutan, penghasilan tidak jelas, menanggung jawab kebutuhan, anak dan istri, belum lagi digoda tetangga dan tetap memegang erat mahkota gengsi agar tetap berdiri, penyakit menggerogoti, mahasiswa kehilangan arah perjuangan pendidikan dan pembelajaran, pemuda malas-malasan, pegangguran tidak terdata, media tidak punya dedikasi terhadap nilai-nilai kehidupan, budaya dan etika dan makin mengumbar posisinya sebagai pencari laba karena meraka bagian dari industri kreatif, kini penderitaan makin lengkap dengan adanya corona yang telah berulang tahun khususnya di Indonesia dan masih banyak sekali kompleksitas, komplikasi permasalahan yang mengepung, bahkan sudah menjepit. 

Lalu kami bisa apa selain "mencuri"..?

Dengan sempurna dicontohkan oleh pejabat negara. Belum lagi perselisihan para Punggawa partai makin memperkeruh suasana, memupuk kebusukan dan mencemari atmosfer afiat dan wacana kehidupan sehat. Seger kewarasan hilang, segar dan waras kita dirampas oleh dunia kemunafikan dan berhala kehidupan.

Lantas kami bisa apa selain menyembah berhala....!!?? 

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive